Geger Mutasi Jaksa Yudi Kristiana
Didik Farhan ;
Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya
|
JAWA
POS, 25 November 2015
BELUM pernah ada mutasi jaksa seheboh mutasi
jaksa Yudi Kristiana. Belum pernah ada dalam sejarah kejaksaan, sekelas
mutasi eselon III, semua pihak ikut ’’bersuara’’. Ikut mengkritisi. Mulai
politisi, akademisi, hingga berbagai LSM pegiat antikorupsi. Semua heboh
mengomentari kepindahan jaksa KPK Yudi Kristiana yang kembali ke ’’habibat’’
di Kejaksaan Agung.
Adalah Surat Keputusan (SK) Jaksa Agung Nomor
KEP-IV-796/ C//11/2015 tanggal 12 November 2015 yang dianggap memicu
kontroversi. Meski dalam SK kolektif mutasi eselon III itu jabatan Yudi
tergolong promosi, yakni dari jabatan fungsional (nonstruktural) naik menjadi
kepala bidang (Kabid) di Badan Diklat Kejaksaan (sebuah jabatan eselon
III-A), tetap saja promosi tersebut dianggap tidak wajar.
Ketidakwajaran itu disorot karena Yudi baru
memperpanjang masa tugas di KPK untuk empat tahun mendatang. Sebelumnya, dia
bertugas selama empat tahun di lembaga antirasuah tersebut. Selama itu, dia
terlibat dalam penanganan sejumlah perkara besar. Mulai kasus Bank Century,
bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), korupsi Anas Urbaningrum, hingga
suap yang melibatkan politikus Partai Nasdem O.C. Kaligis dan Patrice Rio
Capella (Jawa Pos, 18/11/2015).
Banyak publik yang menduga-duga penarikan
Yudi berkaitan dengan perkara yang ditanganinya. Bahkan, para pegiat
antikorupsi, ICW misalnya, mengaitkan SK itu sebagai bentuk upaya memperlemah
KPK. Benarkah?
Seorang pegiat antikorupsi di Jakarta yang
saya kenal sejak sesama menjadi aktivis mahasiswa di Malang pada 1990-an
menanyakan hal yang sama. ’’Apakah SK mutasi jaksa Yudi itu wajar dilihat
dari aspek kepegawaian dan apakah benar SK itu untuk mengebiri jaksa Yudi?’’
tanya dia.
Dari aspek kepegawaian, bisa saya pastikan
mutasi Yudi sebenarnya justru menjadi berkah buat yang bersangkutan. Bisa
dikatakan rezeki nomplok. Mengapa? Berdasar catatan dalam sejarah penugasan
jaksa ke KPK sejak 2003, belum pernah ada satu pun jaksa yang kembali
’’pulkam’’ ke kejaksaan yang langsung promosi menduduki eselon III-A seperti
jabatan yang akan disandang Yudi sekarang. Jadi, dialah satu-satunya jaksa
dari KPK yang langsung lompat menduduki jabatan eselon III-A. Pangkat tertinggi
jabatan eselon III-A itu adalah jaksa utama pratama (IV/b).
Selama ini, ketika kembali atau ditarik ke
kejaksaan, semua jaksa KPK nonstruktural paling tinggi dipromosikan menjadi
kepala kejaksaan negeri (Kajari) tipe B. Sebuah jabatan eselon III-B yang
pangkat maksimalnya jaksa madya (IV/a). Itu pun kebanyakan menjadi Kajari di
luar Jawa.
Mereka yang mendapat promosi tersebut, antara
lain, Tumpak Simanjuntak (2012). Dari KPK, dia menjadi Kajari Balige. Lalu,
jaksa Firdaus menjadi Kajari Sijunjung (2009). Jaksa Suwarji promosi menjadi
Kajari Wonosobo (2011). Sarjono Turin dari KPK dipromosikan jadi Kajari
Kendal (2010).
Ada pula yang mendapat promosi dari KPK,
tetapi harus lebih dulu ’’mampir’’ menjadi koordinator di kejati. Koordinator
adalah jabatan eselon III-B. Sebuah jabatan ’’batu loncatan’’ sebelum menjadi
Kajari tipe B. Sebut saja Ketut Semedana (2011) yang menjadi koordinator di
Kejati Jatim dan baru menjadi Kajari Gianyar. Atau, Dwi Aries dari KPK (2011)
yang menjadi koordinator dulu di Kejati Sumut dan baru menjadi Kajari
Takengon.
Ada pula yang balik kandang dari KPK dan
mendapat jabatan struktural Kasi atau Kasubbag. Sebuah jabatan eselon IV di
kejaksaan. Tercatat, jaksa Handarbeni dan Rahmat menduduki Kasubbag
Kepangkatan di Biro Kepegawaian. Juga, jaksa Jaya P. Sitompul dan Hadiyanto
yang kembali menduduki jabatan Kasi di jajaran Kejati Kaltim.
Sementara itu, ada beberapa jaksa KPK yang
ketika kembali ke kejaksaan bernasib nonjob alias jaksa fungsional. Padahal,
mereka tidak kalah top dari jaksa Yudi. Siapa yang tidak kenal srikandi KPK
jaksa Chaterina Girsang yang tampil memesona saat sidang praperadilan Budi
Gunawan (Wakapolri sekarang).
Mantan kepala Biro Hukum KPK itu malah
dimutasi dari jabatan eselon II di KPK dan harus menerima nasib nonjob lima
bulan di JAM Pembinaan Kejagung. Baru pada September 2015 dia dilantik
menjadi Kajari Bekasi, eselon III-A. Sama dengan eselon Yudi saat ini. Namun,
sekarang Chaterina Girsang ’’dipinang’’ dan menjadi staf ahli di Kemendikbud.
Menduduki jabatan eselon 1B.
Berdasar pola mutasi di kejaksaan secara
hitung-hitungan kasar, Yudi mendapat akselerasi dan diskon waktu 5–6 tahun.
Bahkan bisa dikatakan telah melewati tiga jabatan bila mengikuti pola mutasi
reguler.
Ibarat petinju, promosi Yudi itu ’’lompat’’
tiga kelas. Dari semula bermain di kelas ringan (bobot maksimal 61,2 kg),
kemudian melompat tanpa bertanding ke kelas ringan super (63,5 kg) dan kelas
welter (66,7 kg), dan langsung lompat bermain di kelas welter super (69,9
kg).
Itu bila dilihat dari aspek kepegawaian. Lain
halnya bila ada pandangan dan pertanyaan publik bahwa SK Yudi termasuk
memperlemah KPK dan gerakan antikorupsi. Menurut saya, itu belum tentu benar.
Hanya asumsi. Jaksa yang dikirim ke KPK merupakan jaksa pilihan. Hanya
jaksa-jaksa terbaik yang dikirim.
Apalagi standar kualitasnya dites sendiri
oleh KPK.
Dengan demikian, seperti kata pepatah: mati
satu tumbuh seribu. Bisa jadi, hilang satu Yudi, tumbuh ratusan jaksa
sekualitas Yudi lain di KPK. Saya yakin KPK tidak akan lemah hanya karena
satu jaksa ditarik. Apalagi di kejaksaan dikenal prinsip een en ondeelbaar. Satu yang tidak terpisahkan. Artinya, jaksa
lain bisa dengan segera menyelesaikan tugas-tugas Yudi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar