Perlukah BUMN Disuntik PMN?
Adler Haymans Manurung ; Guru Besar Universitas Bina Nusantara,
Jakarta; Presiden Asosiasi Analis
Pasar Investasi dan Perbankan
|
KORAN
SINDO, 19 November 2015
Pos anggaran
penyertaan modal negara (PMN) ke badan usaha milik negara (BUMN) sempat
menjadi topik panas ketika pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) 2016.
Akhirnya, pada 30
Oktober DPR mengetuk palu APBN 2016 dan menangguhkan pembahasan PMN pada
RAPBNP 2016. Rencananya, jika tidak ditangguhkan, PMN yang akan digelontorkan
sebesar Rp40,42. Target itu lebih kecil dari PMN 2015 yang besarnya Rp64,88
triliun. Namun, angka itu jauh lebih besar dibandingkan sebelum Presiden Jokowi
memegang tampuk pemerintahan.
Pada 2010 hanya Rp4,03
triliun, Rp8,68 triliun pada 2011; Rp7,6 triliun pada 2012; Rp2 triliun pada
2013, dan Rp3 triliun pada 2014. Peningkatan investasi pemerintah dengan
sebutan PMN pada dua tahun terakhir boleh dikatakan untuk memenuhi janji saat
kampanye. Terlepas dari perdebatan masalah apa di balik PMN yang besar
tersebut, menarik untuk membahas dampak PMN bagi sistem keuangan Indonesia,
terutama masalah suku bunga.
Apakah pemerintah
tidak bisa menggunakan PMN ini dalam rangka menurunkan tingkat bunga yang
berlaku? Bank Indonesia kelihatannya tidak punya rencana melakukan penurunan
tingkat bunga terlihat dari kebijakan yang dilakukan sejak Presiden Jokowi
berkuasa. Alasan utama yang selalu dipergunakan yaitu masih besar faktor
eksternal yang memengaruhi perekonomian Indonesia.
Padahal, suatu negara
yang memiliki tingkat bunga tinggi merupakan indikasi bahwa negara tersebut
sedang dalam kondisi berisiko. Tingkat bunga yang berlaku merupakan hasil
jumlah tingkat bunga intrinsik ditambah dengan risiko atas negara tersebut.
Padahal, beberapa negara telah menurunkan tingkat bunga.
Tingginya tingkat
bunga yang terjadi merupakan kesalahan Bank Indonesia mengambil kebijakan
selama ini. Padahal, kebijakan harus diambil dalam rangka mengatasi persoalan
yang dihadapi dari faktor internal dan faktor eksternal.
Bila dipahami secara
seksama, PMN ini bisa dipergunakan pemerintah untuk menurunkan tingkat bunga
dimulai tahun lalu. Menko Perekonomian Darmin Nasution, sebelumnya menjabat
sebagai gubernur Bank Indonesia, telah memberikan sinyal agar Bank Indonesia
menurunkan tingkat bunga. Tetapi, pernyataan menko perekonomian tersebut
tidak digubris oleh Bank Indonesia dan tingkat bunga masih tetap sama.
Kalimat faktor
eksternal selalu jadi biang keladinya dan jika dipahami secara seksama di
mana data tersebut dijejerkan akan ditemukan kesalahan mengambil kebijakan di
beberapa tahun lalu.
Bila tingkat bunga
diturunkan dan dilakukan tindakan psikologi keuangan dan moneter, sudah selayaknya
perekonomian Indonesia akan lebih baik dari sekarang. Kelihatannya, political
will untuk sampai ke kebijakan yang tepat agak lambat karena juga psikologi
keuangan dan moneter dari pengambil kebijakan tersebut.
PMN yang dilakukan
pemerintah tidak sepenuhnya benar bila diperhatikan dengan teori keuangan
perusahaan yang ada. Para direktur perusahaan akan lebih senang ada suntikan
dana dari pemegang saham dalam bentuk saham. Penyertaan dana ke perusahaan
dengan bentuk saham merupakan pendanaan yang berisiko kecil bagi perusahaan.
Direktur perusahaan
tidak perlu memikirkan bunga atas dana yang diterima tersebut juga pembayaran
kembali atas dana tersebut. Dividen juga bisa tidak perlu dipaksa untuk
dibayar perusahaan. Secara teori keuangan perusahaan (Manurung, 2013),
perusahaan bisa melakukan pinjaman sebanyak-banyaknya bila tingkat
pengembalian aset perusahaan sama dengan biaya modal perusahaan.
Artinya, tidak ada
larangan bagi perusahaan untuk melakukan pinjaman selama bank juga bisa
memberikan pinjaman karena bank melakukan analisis bila memberikan pinjaman
dengan teknis yang saya sebutkan tadi ditambah arus kas perusahaan selama
operasi perusahaan berjalan.
Myers (1984) dan
Donaldson (1961) menyatakan bahwa pembiayaan dari saham merupakan pembiayaan
yang paling akhir (last resort ) dan pembiayaan dari pinjaman merupakan
pinjaman yang terbaik bila laba ditahan perusahaan tidak ada. Pemerintah baru
bisa menyuntik dana dalam bentuk saham bila perusahaan sudah rugi terus dalam
tiga tahun terakhir dan tidak ada bank yang memberikan pinjaman.
Artinya, direksi
perusahaan BUMN akan lebih senang dan berleha-leha untuk mengoperasikan
perusahaan. Bila pemerintah melakukan pinjaman dengan tingkat bunga yang
rendah misalkan 5%, tingkat bunga pinjaman bank akan turun karena ada saingan
atas tingkat bunga tersebut.
Penyuntikan pemerintah
kepada BUMN membuat bank menjadi overliquid karena sebelumnya sampai saat ini
bankbank sudah overliquid . Bank tidak menyalurkan kredit kepada perusahaan
karena risiko yang dihadapi lebih berisiko. Bank lebih menarik menempatkan
dananya pada obligasi pemerintah yang berisiko sangat kecil bahkan nol.
Walaupun margin
penempatan pada obligasi pemerintah lebih rendah dibandingkan dengan
pemberian kredit kepada swasta, tindakan investasi pada obligasi pemerintah
sangat disukai. Akibatnya, perusahaan swasta tidak mendapatkan kesempatan
untuk mendapatkan dana dari perbankan maupun pasar sehingga muncul crowding
out atas pemburuan dana tersebut.
Akhirnya, perusahaan
swasta mencari dana dari luar negeri dengan menggunakan valuta asing di mana
tingkat bunganya lebih kecil. Sebenarnya, tingkat bunga luar negeri dan
tingkat bunga domestik seharusnya sama besar nilainya karena tingkat bunga
luar negeri harus memperhitungkan biaya hedging .
Besarnya utang luar
negeri mempunyai pengaruh terhadap permintaan valuta asing dan merupakan
salah satu faktor yang membuat nilai kurs valuta asing mengalami peningkatan
tahun ini. Membaca fenomena yang diungkapkan sebelumnya, sudah selayaknya
pemerintah menjadi garda terdepan dalam perekonomian terutama dalam tingkat
bunga dan valuta asing tersebut karena Bank Indonesia tidak mempunyai
kapasitas untuk menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi.
Pemerintah harus
memberikan pinjaman dengan tingkat bunga rendah atas PMN yang dilakukan. Dana
PMN seharusnya bisa dipakai sebagai alat untuk menurunkan atau menaikkan
tingkat bunga yang berlaku. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar