Minggu, 22 November 2015

Uji Konsistensi Penyelenggara Pilkada

Uji Konsistensi Penyelenggara Pilkada

Fadli Ramadhanil  ;  Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
                                                     KOMPAS, 21 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Badan Pengawas Pemilu menunjukkan sikap tegas atas kisruh calon kepala daerah yang berstatus bebas bersyarat. Hal ini setidaknya terjadi di dua daerah yang akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah pada Desember mendatang: Kota Manado di Sulawesi Utara dan Kabupaten Boven Digoel di Papua.

Perdebatan panjang terkait status hukum dua orang calon kepala daerah di atas berlangsung hampir satu bulan. Jika berkaca pada aturan hukum yang ada, seseorang yang berstatus bebas bersyarat jelas tak memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah. Namun, entah apa sebabnya, KPU Kota Manado dan KPU Boven Digoel menerima orang bebas bersyarat menjadi calon kepala daerah.

Perdebatan kian panjang karena terdapat disparitas keputusan antarpenyelenggara pemilihan, dalam hal ini KPU, ketika menentukan sikap terhadap calon kepala daerah dengan status bebas bersyarat. Di KPU Provinsi Sulawesi Utara, misalnya, bakal calon gubernur bernama Elly Engelbert Lasut, yang juga merupakan terpidana dengan status bersyarat, dinyatakan tak memenuhi syarat oleh KPU Sulawesi Utara sebagai calon kepala daerah. Ketika keputusan ini diuji di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Utara, Bawaslu memperkuat keputusan KPU yang menyatakan benar bahwa seorang terpidana yang berstatus bebas bersyarat tak memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah.

Lalu, mengapa muncul keputusan berbeda dari KPU Kota Manado dan KPU Boven Digoel? Entahlah. Yang pasti, sikap tegas Bawaslu mengambil peran dalam memberi rekomendasi agar kedua calon kepala daerah dengan status bebas bersyarat dibatalkan pencalonannya telah menjawab kepastian hukum penyelenggaraan pilkada.

Lama ditunggu

Sudah lama sikap tegas Bawaslu ditunggu. Sebagai lembaga yang juga memiliki tanggung jawab pengawasan terhadap seluruh tahap pelaksanaan pilkada, Bawaslu beserta jajarannya jelas punya andil kenapa calon bebas bersyarat bisa lolos dan ditetapkan menjadi calon kepala daerah.

Ketika calon bebas bersyarat dinyatakan lolos oleh KPU, semestinya peran pengawasan langsung dan melekat yang dimainkan Bawaslu harus berjalan. Satu hal yang pasti, baik KPU dan Panwaslu Kota Manado maupun KPU Kabupaten Boven Digoel sudah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Namun, anehnya, rekomendasi dari Bawaslu terhadap KPU Kota Manado melalui Bawaslu Provinsi Sulut ternyata masih belum dilaksanakan (Kompas, 10/11). Padahal, rekomendasi sudah dikeluarkan sejak dua minggu lalu. Bawaslu bahkan sudah menonaktifkan tiga anggota Panwaslu Kota Manado atas rekomendasinya yang menyatakan Jimmy Rimba Rogi memenuhi syarat, di tengah status hukumnya yang berstatus bebas bersyarat.

KPU Kota Manado masih ingin menelaah dan mengkaji rekomendasi itu. Padahal, proses verifikasi yang dilakukan langsung oleh KPU dan Bawaslu kepada Kemenkum HAM sudah jelas, status hukum Jimmy Rimba Rogi terpidana dengan bebas bersyarat dan belum bisa dinyatakan memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah.

Hal yang sama juga terjadi di Boven Digoel. Ketua Bawaslu Papua baru merespons bahwa salah satu calon kepala daerah bernama Yusak Yaluwo masih berstatus bebas bersyarat dan semestinya dibatalkan pencalonannya. Padahal, laporan dan pernyataan sikap terhadap beberapa calon kepala daerah yang berstatus bebas bersyarat sudah disampaikan hampir satu bulan yang lalu.

Mesti bergerak

Bawaslu dan KPU mesti bergerak dan menyupervisi langsung rekomendasi dan fakta hukum yang sudah ditemukan. Apalagi, langkah hukum pembatalan calon ini sangat berkaitan dengan tahap pilkada berikutnya: pengadaan dan pencetakan logistik. Tidak mungkin KPU kabupaten/kota yang belum tahu pasti berapa pasang calonnya melakukan pengadaan dan pencetakan logistik. Padahal, jika dihitung mundur, hari pemungutan suara kurang dari satu bulan lagi.

KPU dan Bawaslu sedang berpacu dengan waktu. Jangan sampai pelaksanaan pilkada di beberapa daerah menjadi terganggu dan gaduh karena aparatur mereka di daerah tidak konsekuen dan patuh dalam menjalankan rekomendasi dan fakta hukum yang sudah ditemukan.

Sekali lagi, pelaksanaan pilkada serentak gelombang pertama tahun 2015 adalah cermin awal bagi pembaruan dan pembangunan demokrasi lokal di daerah untuk ke depannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar