Petral
: Bukan Basa-basi Mafia
Aris Prasetyo ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
11 November 2015
Dalam berbagai
kesempatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan,
kejahatan tak bisa seterusnya disembunyikan. Hanya masalah waktu, itu akan
terungkap. Pernyataan itu dilontarkan saat mantan Direktur Utama PT Pindad
itu berbicara soal mafia migas atau segala sesuatu terkait Pertamina Energy
Trading Ltd (Petral).
Kalimat itu memang tak
mengarah langsung ke Petral dan anak usaha Petral, Pertamina Energy Services,
bahwa unit usaha milik PT Pertamina (Persero) yang terkait pengadaan dan jual
beli minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) itu diduga sebagai sarang
mafia migas. Namun, sinyal Pak Menteri kuat. Ada yang tak beres di tubuh
Petral.
Apa itu mafia migas?
Sudirman menyebut sebagai pihak pemburu rente di sektor migas yang
menyebabkan ketidakefisienan. Ada mata rantai panjang dan ruang gelap yang
menjadi tempat praktik para mafia tersebut. Di awal ia menjabat sebagai menteri,
mafia migas harus dilawan dengan sistem, yaitu sistem yang transparan dan
efisien.
Hasil audit pihak
independen, KordaMentha, terhadap Petral menunjukkan gelagat serupa. Dalam
paparan hasil audit itu, Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto menyebut
ada tiga poin penting dari hasil audit. Pertama, dalam pengadaan minyak dan
BBM, diprioritaskan perusahaan minyak nasional (NOC). Jangan harap trader
bisa ikut. Di sana ada permainan harga karena persaingan terbatas.
Kedua, ada pihak dalam
yang "berkhianat" dengan membocorkan informasi vital, yaitu volume
(kebutuhan) minyak mentah dan BBM yang akan dibeli. Selain itu, patokan harga
terkait pengadaan dan jual beli juga dibocorkan. Pihak pembocor tercium
auditor dari hasil pelacakan surat elektronik dan percakapan elektronik (chatting).
Ketiga, ada pihak
ketiga yang punya kekuatan dahsyat turut mengatur rantai bisnis yang
dilakukan Petral. Soal ini, Sudirman bahkan mengatakan, pihak ketiga itu
mampu memengaruhi personel di dalam Petral. Rangkaian bisnis Petral seolah
harus tunduk dan patuh pada kemauan pihak ketiga itu.
Menurut dia, akibat
campur tangan pihak ketiga itu, potongan harga yang seharusnya didapat
sebesar 10 persen per barrel menciut menjadi 2 persen. Entah ke mana 8 persen
itu melayang dan siapa yang menikmati.
Mantan Ketua Tim
Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Faisal Basri pernah mengungkapkan,
pihak ketiga itu mampu menghalangi trader yang ingin terjun menjadi peserta
lelang. Ia menyebut mereka (pihak ketiga) yang mengatur pasokan minyak dan
BBM dari siapa saja. Akibatnya, ada mata rantai panjang dalam pengadaan
minyak mentah dan BBM. Dikatakan bisa ada satu, dua, sampai tiga pihak yang
terlibat dalam mata rantai pada proses itu. "Masak tidak ada fee-nya
(untuk pihak-pihak tersebut)," kata Faisal kala itu.
Pemerintah sudah
telanjur berjanji, jika ditemukan unsur pidana dari hasil audit, temuan itu
akan dibawa ke aparat penegak hukum. Ini harus selaras dengan niat pemerintah
saat ini yang ingin menghentikan praktik para mafia migas.
Pertamina juga
menyatakan akan memetik pelajaran, ke depan, praktik yang dilakukan Petral
tidak boleh lagi terulang. Penunjukan Integrated Supply Chain mengambil alih
peran Petral disebut telah menuai hasil. Ada penghematan 430,77 juta dollar
AS sampai September 2015 dalam jual beli dan pengadaan minyak dan BBM.
Pertamina mematok target efisiensi di sektor itu 500,42 juta dollar AS sampai
akhir tahun nanti.
Kini, kita tunggu
bukti bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo bersungguh-sungguh ingin menciptakan
sistem yang bersih dan bebas dari kongkalikong para mafia yang menyebabkan
biaya tinggi, tak efisien, dan merugikan rakyat. Jangan sampai rencana
membubarkan Petral berikut anak usahanya hanya untuk menghilangkan stigma
bahwa mereka telanjur dicap sebagai sarang mafia migas. Niat pemerintah untuk
bersih-bersih memberantas mafia migas harus dibuktikan, bukan basa-basi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar