Blakblakan
Soal Freeport dan Petral
( Wawancara )
Sudirman Said ; Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM)
|
KOMPAS,
09 November 2015
Sudirman Said (52),
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Kabinet Kerja sejak 27
Oktober 2014 merupakan Menteri ESDM ke-15 dan akuntan pertama yang menduduki
posisi tersebut. Lahir di Brebes, Jawa Tengah, 16 April 1963, Sudirman Said
sebelumnya adalah pendiri dan ketua Badan Pelaksana Masyarakat Transparansi
Indonesia, staf ahli Direktur Utama PT Pertamina (Persero), dan Direktur
Utama PT Pindad.
Benarkah Sudirman Said
berpihak pada Amerika Serikat dalam urusan Freeport? Mengapa Sudirman ngotot
memperpanjang kontrak PT Freeport? Apa alasan Menteri ESDM ini membubarkan
Petral?
Dalam acara ”Satu
Meja” yang ditayangkan Kompas TV, Selasa (3/11) lalu, kepada Budiman
Tanuredjo, host acara yang juga Pemimpin Redaksi Harian Kompas, yang
mewawancarainya, Sudirman Said blakblakan menyampaikan sejumlah hal, mulai
dari urusan Freeport sampai Petral.
Berikut petikannya:
Budiman Tanuredjo (Budiman):
Anda dituding sebagai
menteri keblinger karena terkesan ngotot memperpanjang kontrak PT Freeport,
yang sebenarnya belum saatnya. Mengapa?
Sudirman Said (Sudirman):
Saya kira kalau ada
menteri yang memperpanjang, keblinger betulan. Karena saya tidak
memperpanjang, bukan saya yang keblinger. Yang keblinger adalah orang yang
bicara tanpa fakta, tanpa melihat dulu persoalannya, berteriak kiri kanan
merusak situasi. Jadi, saya santai saja menghadapi itu karena seperti yang
dibaca di surat bahwa tidak ada keputusan perpanjangan kontrak, yang
melanggar hukum, tidak ada beban saya adalah yang disebut sebagai keblinger
itu.
Pengambilalihan PT
Freeport bukanlah perkara yang mudah. Dibutuhkan sumber daya negara yang tidak
kecil, termasuk kemampuan biaya yang nilainya fantastis.
Di Freeport, saat ini
terdapat sekitar 32.000 pekerja Indonesia. Selain itu, 92 persen PDB
Kabupaten Timika datang dari Freeport dan 34 persen PDB Provinsi Papua juga
dari Freeport. Setiap tahun 1,9 miliar dollar AS bisnis Freeport jatuh ke
pebisnis Indonesia.
Jadi, ini tak ada
kaitan dengan tekanan Amerika Serikat dan sogok-menyogok. Menurut saya,
orang-orang berkata begitu, cerminan dari pikirannya sendiri. Mereka
mengambil keputusan dengan cara menyogok.
Kesan bahwa saya
ngotot itu hanya penafsiran. Dalam menangani setiap masalah, saya berusaha
sungguh-sungguh dan itu memang karakter saya dalam bekerja. Apakah dalam
urusan Freeport, urusan Petral, urusan kilang, kesungguhan saya sama. Semua
harus total karena saya menjalankan amanah. Saya tidak punya beban apa pun.
Sejarah akan membuktikan apakah keputusan itu benar atau tidak.
Budiman:
Ini, kan, berawal
pertemuan James R Moffett (Chairman Freeport) di Istana Presiden pada 6
Oktober. Mas Dirman hadir di situ?
Sudirman:
Sebenarnya itu hanya
puncak. Sebelumnya sudah ada surat-menyurat, ada dialog. Moffett sebenarnya
bertemu Presiden untuk kedua kalinya. Yang pertama pada bulan Mei dan yang
kedua kemarin menjelang keputusan. Pertemuan itu hanya dihadiri oleh tiga
orang, Presiden, James Moffett, dan saya selaku Menteri ESDM. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar