Selasa, 10 November 2015

Memperkuat Sinergi Kabinet

Memperkuat Sinergi Kabinet

W Riawan Tjandra  ;  Pengajar Hukum Administrasi Negara
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
                                                     KOMPAS, 09 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Episode-episode "gesekan" kebijakan antarmenteri di Kabinet Kerja sepertinya masih terus terjadi. Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli sehari setelah diangkat jadi menteri bergesekan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri BUMN Rini Soemarno terkait kritik Rizal mengenai rencana Garuda membeli 30 pesawat Airbus A350 dan proyek listrik 35.000 MW.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan (mantan) Menteri Perdagangan Rachmat Gobel bergesekan mengenai kebijakan impor garam industri yang dinilai merugikan petani garam. Hal serupa berulang saat Susi berselisih pendapat di muka publik dengan Menteri Perdagangan Thomas Lembong dalam soal sama.

Dalam teori hukum organisasi pemerintah, presiden diberi wewenang konstitusional ataupun UU Kementerian membentuk struktur kabinet yang mencerminkan kebutuhan melaksanakan tugas negara dalam masa jabatan presiden. Setelah membentuk struktur kabinet, presiden melakukan distribusi wewenang secara horizontal untuk mengatribusikan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kepada tiap kementerian/lembaga.

Di ranah kebijakan umum, UU Administrasi Pemerintahan jadi landasan hukum membangun harmoni kebijakan melalui berbagai keputusan administrasi pemerintahan yang dihasilkan tiap kementerian/lembaga. Di ranah pejabat publik, menko bidang tertentu seharusnya berfungsi mengintegrasikan dan menyinergikan kebijakan antarkementerian sektoral.

Untuk menyinergikan kebijakan antarkementerian/lembaga yang dituangkan dalam produk hukum, sistem hukum administrasi negara memberi instrumen pemerintah membentuk peraturan atau peraturan kebijakan bersama antarmenteri/pemimpin lembaga. Ditinjau dari teori hukum administrasi negara, hukum administrasi menyediakan wewenang bagi menteri sektoral atas mandat yang diberikan presiden mengelola kebijakan sektoral berdasarkan asas spesialisasi sesuai dengan tupoksi masing-masing.

Juga telah disediakan sistem ataupun instrumen hukum administrasi negara untuk melaksanakan sinkronisasi kebijakan sektoral yang bertumpu pada subyek pengambil kebijakan (menko), sistem kebijakan (rapat koordinasi), dan instrumen hukum (peraturan atau peraturan kebijakan bersama).

Guna merespons isu kebijakan tertentu yang sangat sering sulit dihindari, pertautan kepentingan antara beberapa wewenang kementerian/lembaga sektoral dapat diputuskan bersama dalam rapat koordinasi guna menyinergikan komitmen dan pendapat antarmenteri/pemimpin lembaga eksekutif yang dapat dituangkan dalam tiga alternatif produk hukum.

Pertama, menyangkut dimensi kepentingan publik luas dan merupakan derivat langsung perintah UU, hal itu dapat dituangkan dalam peraturan presiden. Kedua, jika kebijakan bersama itu lebih memperlihatkan karakter teknis administratif, hal itu bisa dituangkan dalam peraturan bersama antarmenteri/ pemimpin lembaga eksekutif. Ketiga, jika kebijakan yang dihasilkan hanya dimaksudkan sebagai pegangan operasional bagi para pejabat pemerintahan (kementerian/lembaga atau dinas di daerah), bisa dipilih produk peraturan kebijakan, seperti surat edaran bersama, juklak, juknis, atau pedoman.

Polemik di ranah publik yang dipicu gesekan kebijakan antarmenteri, selain tak produktif, justru memperlihatkan tak dipahaminya dengan baik mekanisme dan prosedur kerja kabinet oleh para pejabat yang seharusnya bisa jadi panutan masyarakat. Menteri atau siapa pun pejabat yang diberi amanat mengelola urusan publik merupakan pemimpin rakyat. Ia harus jadi tuntunan, bukan tontonan.

Setiap pejabat pemerintah dalam hukum administrasi negara disebut sebagai administrasi negara. Administrare dalam bahasa Latin berarti 'melayani'. Mereka tak lebih adalah pelayan masyarakat di era pemerintahan pasca elitis ini yang harus mendengar dengan telinga rakyat, merasakan dengan perasaan rakyat, dan berbicara sebagai kepanjangan lidah rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar