Kamis, 12 November 2015

Artikel Buehler

Artikel Buehler

Hikmahanto Juwana  ;  Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI)
                                                KORAN SINDO, 10 November 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Seorang dosen ilmu politik Asia Tenggara dari School of Oriental and African Studies (SOAS), Universitas London, Michael Buehler, membuat sebuah artikel yang telah menjadi sumber kontroversi diIndonesia.

Dalam artikelnya yang diberi judul ”Waiting in the White House Lobby” disebutkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berkunjung ke Amerika Serikat (AS) untuk melakukan pertemuan dengan Presiden Barack Obama telah menggunakan jasa pelobi (lobbyist) dari firma lobi AS R & R yang berkedudukan di Las Vegas.

Dalam kata-katanya disebutkan, ”Now news has surfaced that Jakarta paid a Las Vegas lobbying firm to get Widodo access to Washington insiders, spending taxpayer money for work the Indonesian embassy could have done .”  Terjemahan bebas bahasa Indonesianya: “Sekarang kabar muncul bila Jakarta membayar firma lobi Las Vegas agar Widodo mendapat akses ke orangorang dalam di Washington, pembiayaan dari uang wajib pajak yang seharusnya pekerjaan ini bisa dilakukan kedutaan”.

Artikel yang sangat intuitif mendiskreditkan Kementerian Luar Negeri itu seolah tidak mampu untuk mengatur pertemuan antara kedua kepala pemerintahan, Indonesia dan AS, didasarkan pada dokumen yang disampaikan oleh perwakilan firma lobi R & R kepada Departemen Kehakiman.

Di AS, pemanfaatan pelobi bukanlah hal yang haram selama kegiatan itu tidak masuk dalam kategori suap.

Hanya saja ada keharusan pelobi untuk transparan siapa yang menggunakan jasa pelobi dan untuk kepentingan apa. Dalam konteks inilah dokumen yang dapat diakses oleh publik disampaikan ke Departemen Kehakiman.

Mengenai dokumen yang disampaikan firma lobi R & R terdapat dua hal.
Pertama adalah formulir standar yang harus diisi oleh firma lobi. Kedua adalah sebuah perjanjian dengan nama services agreement yang menjadi bukti otentik antara pihak yang menyewa pelobi dengan pelobi.

Dalam services agreement, pihak yang menyewa pelobi adalah Pareira International Pte, Ltd. Sementara itu firma lobi adalah R&RPartners. Tidak ada satu kata pun dalam services agreement yang menyebut Pemerintah Indonesia, bahkan Indonesia.

Memang dalam dokumen pertama ada penyebutan Pemerintah Indonesia dan nama Joko Widodo. Namun di situ sama sekali tidak ada pernyataan untuk melakukan pengaturan pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Presiden Barack Obama.

Kalaupun ada kegiatan yang bersifat kenegaraan maka disebut pengaturan untuk bertemu dalam joint sessions. Joint sessions di AS merupakan forum yang menggabungkan antara Senat dan Kongres.

Terhadap informasi ini, sama sekali tidak disertakan dokumen pendukungnya berupa perjanjian antara pihak Indonesia dengan Pareira International Pte, Ltd.

Ini berbeda dengan hubungan antara Pareira International Pte, Ltd dengan firma lobi R&R yang menyertakan services agreement.

Oleh karenanya tanpa adanya perjanjian sebagai dokumen pendukung, adalah prematur bagi Buehler untuk menyimpulkan bahwa Pemerintah Indonesia telah menyewa Pareira International Pte, Ltd.

Penyebutan pihak Indonesia dalam formulir meski dicontreng sebagai pemerintah tidak dapat dipastikan apakah benar Pemerintah Indonesia. Tanpa dokumen pendukung, tidak dapat dipastikan.

Kepastian telah diperoleh dengan pernyataan dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Duta Besar AS untuk Indonesia Robert Blake bahwa pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Obama tidak menggunakan jasa pelobi.

Apa yang disampaikan kedua pejabat tersebut merupakan kelaziman di dunia diplomatik. Pertemuan antarkepala pemerintahan atau kepala negara diatur oleh Kementerian Luar Negeri dan Kepala Perwakilan. Pemanfaatan jasa pelobi komersial tidak lazim.

Oleh karenanya artikel yang ditulis Buehler yang menyertakan dalam tulisan tersebut formulir dan services agreement sangat tidak akurat. Justru dokumen tersebut sepertinya hendak digunakan untuk menggiring pembacanya percaya bahwa Pemerintah Indonesia melakukan pembayaran kepada firma lobi R&R.

Secara keseluruhan pun ada beberapa kejanggalan yang terdapat dalam tulisan Buehler. Seperti cerita ketidak harmonisan antara Menko Polhukam Luhut Panjaitan dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Atau melakukan spekulasi mengenai keberadaan Pareira yang disewa pemerintah. Bahkan, Buehler telah menggunakan ilmu cocok-mencocokkan (ilmu gathuk ) dari sejumlah fakta yang bisa jadi gosip politik yang belum tentu kebenarannya.

Ujung dari bahasan dalam artikel Buehler adalah Presiden Jokowi tidak memegang kendali atas jalannya pemerintahan. Padahal sebagai seorang ilmuwan, Buehler seharusnya tahu ia tidak boleh merangkai pembahasan yang tidak didasarkan pada fakta dan bukti yang kuat.

Setelah menjadi suatu kehebohan, Buehler pun menyampaikan klarifikasi di radio BBC siaran bahasa Indonesia. Di situ ia menyampaikan bahwa media di Indonesia telah salah menafsirkan artikelnya.

Bahkan Buehler mempertanyakan siapa yang membayar dari pihak Indonesia kalau bukan pemerintah, seolah ia ingin mengalihkan isu penggunaan pelobi dalam kunjungan Presiden Jokowi ke AS.

Kontroversi ini perlu disudahi, apalagi dibawa ke ranah politik Indonesia.

Pemerintah telah cukup memberikan klarifikasinya dan tidak perlu memberikan perhatian yang berlebihan. Semua telah jelas.

Pemerintah pun tidak perlu melakukan protes ataupun penuntutan terhadap Michael Buehler mengingat Buehler membuat artikel tersebut dalam ranah kebebasan akademisnya. Kredibilitas Buehler sebagai akademisi telah dipertaruhkan oleh dia sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar