Kamis, 17 Juli 2014

Agenda Calon Pemimpin Bangsa

                               Agenda Calon Pemimpin Bangsa

Benny Susetyo  ;   Pemerhati Sosial
SINAR HARAPAN,  15 Juli 2014
                                                


Tujuh dari 11 lembaga survei yang melakukan hitung cepat (quick count) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, menyebut pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang pemungutan suara. Sebaliknya, empat lembaga survei lain mendapatkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai pemenang.

Tujuh lembaga survei itu adalah Litbang Kompas, Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Indikator Politik Indonesia, Populi Center, CSIS, Radio Republik Indonesia (RRI), dan Saiful Mujani Research Center (SMRC).

Empat lembaga survei yang mendapatkan hasil kemenangan bagi Prabowo-Hatta adalah Puskaptis, Indonesia Research Center (IRC), Lembaga Survei Nasional (LSN), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI). Siapa pun pemenangnya akan menungu keputusan KPU pada 22 Juli. Pilpres menunjukkan betapa rakyat memiliki kedaulatan tertinggi.

Kedaulatan rakyat Indonesia sedang dipertontonkan ke segenap penjuru internasional. Semua orang tak luput membicarakannya, dari konteks yang paling akademis sampai paling awam. Ada pertanyaan besar yang muncul, apakah kedua paangan calon tersebut mampu mengatasi persoalan bangsa yang begitu kompleks ini?

Pertanyaan ini layak dilontarkan, mengingat begitu luar biasanya persoalan bangsa ini, hingga diprediksi tak akan tuntas diselesaikan hanya dalam satu atau dua dekade kepemimpinan. Persoalan utama yang dihadapi bangsa ini adalah hilangnya kepercayaan terhadap pemimpinnya.

Fenomena meningkatnya partisipasi rakyat dalam membahas dan beradu argumen tentang kelebihan dan kekurangan pasangan capres, baik di sosial media maupun di ruang-ruang publik, menunjukkan adanya harapan besar yang ditorehkan siapa pun yang akan memimpin negeri ini. Kita bisa melihat rakyat cukup antusias untuk terlibat dalam proses pilpres ini.

Tidak elok rasanya melihat semangat rakyat untuk menanti perubahan, bila tidak diimbangi kerja keras pemimpin untuk mewujudkan harapan-harapan mereka.

Bukan Sekadar Retorika

Kita khawatir rakyat kembali akan kecewa, jika para capres hanya sibuk memikirkan kekuasaan belaka dan bagaimana membagi-baginya dengan partner koalisinya. Apakah calon pemimpin memiliki kehendak untuk memperhatikan nasib rakyatnya bukan sekadar sebagai retorika kekuasaan, melainkan kenyataan.

Kekecewaan rakyat selama ini karena menilai janji pemimpin hanyalah retorika semata. Agenda pemimpin yang ditawarkan kepada publik hanya semata-mata citra untuk meraih dukungan. Mereka tidak menjelaskan secara konkret program yang terfokus untuk menjadikan rakyat sejahtera. Kesejahteraan rakyat, bagaimana pun adalah hal amat penting, sebagai alat tawar untuk meraih kedaulatan bangsa ini.

Prioritas yang menyentuh kepada akar persoalan untuk memulihkan posisi rakyat, adalah untuk melawan proses pembodohan yang sering secara sengaja atau tidak dilakukan penguasa. Karena itu, diperlukan pendidikan politik yang bertitik tolak pada persoalan yang amat nyata di basis masyarakat.

Dengan dukungan pers yang independen, perlu diperhatikan bagaimana cara tercepat dan terefektif untuk menghentikan korupsi dan membatasi langkah pengusaha hitam merampok kekayaan negeri; melindungi hak pekerja, dan meningkatkan anggaran pendidikan serta kesehatan sebagai landasan strategi rakyat untuk keluar dari krisis; menghentikan penjarahan terhadap lingkungan hidup, menciptakan undang-undang perlindungan terhadap kaum perempuan sebagai kelompok yang menderita; membatasi pembangunan mal-mal dan rumah mewah yang membatasi ruang gerak rakyat kecil; penataan hak atas tanah yang dikuasai sekelompok pengusaha, menghentikan praktik imunitas hukum yang merajalela; menghentikan premanisme yang sudah menjadi benalu bangsa ini; membuat sistem pajak yang adil, bukan rakyat miskin yang menyokong perekonomian pengusaha hitam, dan lainnya.

Jebakan Politik Kekuasaan

Para calon pemimpin sebaiknya menghindari jebakan politik bagi-bagi kekuasaan. Hal itu akan meminggirkan agenda-agenda penting tersebut untuk rakyat. Agenda mendesak itu akan lenyap karena politikus terlalu asyik membangun koalisi. Ujung-ujungnya adalah politik kekuasaan semata. Jangan biarkan kesempatan berharga ini lewat begitu saja. Kesempatan ini adalah momentum awal langkah untuk mengembalikan negara sebagai pelayan masyarakat.

Civil servant, menurut Hegel merupakan sebuah cita-cita pemerintahan yang ideal. Negara melayani rakyatnya. Negara sifatnya universal, konkret, dan rasional. Itu dicirikan oleh keterbukaan dan kesempatan bagi tiap individu untuk mengurus negara ini selama ia menyadari kebebasan yang utuh, rasional, dan konkret.

Negara harus memberi kesempatan kepada mereka yang selama ini kurang diperhatikan. Mereka adalah yang termasuk sebagian besar rakyat Indonesia, yaitu petani, buruh, dan nelayan. Mereka harus mendapat prioritas dalam setiap kebijakan.

Saat presiden terpilih mempunyai agenda rakyat yang jelas memperjungkan persoalan mendasar dalam kesejahteran masyarakat. Kesejahteran hanya tercapai bila bangsa ini keluar dari cara berpikir sebagai bangsa terjajah dalam pola pikirnya. Dibutuhkan sebuah keberanian presiden mendatang memfokuskan tiga hal yang mendasar, yakni pembenahaan sektor pendidikan, energi, dan pangan.

Ketiga hal yang mendasar mengatasi persoalan kemiskinan karena ketiga hal mendasar bagi tercapainya kemandiran sebuah bangsa. Bangsa mandiri ketika mampu menyediakan kualitas manusia yang bisa menggunakan energi sebagai kekuatan industri dalam mengolah sumber daya alam untuk kepentingan rakyatnya.

Energi dan pangan adalah kesatuan untuk memperkuat sebuah bangsa yang memiliki daya tawar sebuah bangsa. Bangsa yang mampu menyediakan ketiga hal ini, mampu menjadi bangsa yang besar. Kita membutuhkan pemimpin yang memiliki gagasan besar bukan yang pandai retorika belaka. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar