Jumat, 14 Februari 2014

Berkaca pada Kasus Corby

                      Berkaca pada Kasus Corby

 Romli Atmasasmita   ;   Guru Besar Emeritus Hukum Pidana Internasional Universitas Padjadjaran
MEDIA INDONESIA,  13 Februari 2014
                                                                                                                       
                                                                                         
                                                      
“Masalah itu sudah pasti berdampak dan ada salah satu kepentingan harus `diabaikan', apakah kepentingan nasional atau kerja sama bilateral atau internasional.”

SEBENARNYA masih banyak kasus `Corby' lain yang tidak diketahui umum seperti terpidana narkoba yang warga negara Prancis. Dia juga dihukum seumur hidup, tetapi memperoleh pembebasan bersyarat ala Corby. Pemerintah telah tegas menetapkan kebijakan penegakan hukum zero tolerance terhadap kasus korupsi, narkoba, dan terorisme. Tentu kita mengapresiasi kebijakan hukum tersebut.

Meski demikian, ketika ketiga kejahatan musuh bangsa berkaitan dengan pelaku yang warga negara asing (WNA), di sinilah konsistensi pemerintah diuji. Apakah sikap dan kebijakan hukum serta penegakan hukum yang telah diberlakukan sama terhadap semua pelakunya, tidak terkecuali pelakunya WNA.

Sejarah diplomasi penegakan hukum sejak pelarian terpidana mantan petinggi Nazi sampai pada proses ekstradisi mantan presiden Nigeria, Cile, dan PM Thailand Thaksin Shinawatra, telah terbukti bahwa proses ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana selalu berkelindan dengan kepentingan politik kedua negara yang bekerja sama. Langkah ini lazim berlaku di dalam dunia diplomasi antarnegara, dan bukan sesuatu yang aneh atau luar biasa. Kita pernah alami keberadaan pengaruh kepentingan politis ketika pemerintah mengajukan permohonan ekstradisi Hendra Rahardja, buron Kejaksaan Agung lebih dari 5 (lima) tahun. Hendra tidak pernah kembali sampai meninggal dunia di Australia kecuali asetnya yang tidak seberapa. Selain Hendra, masih ada yang menjadi buron karena mengemplang BLBI sampai kini sebagian besar raib, tidak tentu domisilinya dan tidak dapat dipulangkan ke Indonesia, tidak terkecuali yang mukim di Singapura, Hong Kong, dan Swiss.

Luar biasa

Jika baru-baru ini hakim federal Australia mengabulkan permintaan ekstradisi Adrian Kiki Ariawan ke Indonesia dan diperkuat keterangan Kementerian Luar Negeri Australia, sungguh luar biasa. Sebab, sekalipun kedua negara telah terikat pada perjanjian ekstradisi dan MLA, lazimnya pemerintah Australia sulit untuk kooperatif dengan pemerintah Indonesia dalam hal buron korupsi dan perbankan sekalipun telah lebih dari 5 tahun buron. Terlebih hal itu bertepatan menjelang dikeluarkannya kebijakan hukum pemberian bebas bersyarat terhadap Corby.

Dalam dunia diplomasi khusus penegakan hukum diibaratkan no free for lunch.
Atau paling tidak sekurang-kurangya ada janji berdasarkan prinsip resiprositas dari negara peminta (requesting state) dalam hal ini Indonesia kepada negara diminta (requested state), Australia. Ketika kebijakan pemerintah menempatkan tiga jenis kejahatan sebagai musuh bangsa Indonesia, tentu harus telah dipertimbangkan faktor politis dalam kerja sama internasional penegakan hukum pidana.

Mengapa? Hal itu disebabkan karakter hukum pidana dan karakter hukum internasional telah berbeda sejak awal, yaitu hukum pidana bercirikan pasti, jelas, dan tegas, sedangkan hukum internasional--dalam kerja sama antarnegara--bertolak pada kepentingan negara (nasional) yang menganut prinsip pacta sunt servanda (iktikad baik) dan lebih mengutamakan pertemuan pemikiran (meeting of mind) dan kepentingan (mutual of interest) dua negara atau lebih dalam satu isu tertentu.

Ada yang diabaikan

Dalam aplikasinya, tidak jauh berbeda dan memerlukan ketegasan sikap serta konsistensi pada kebijakan berdasarkan peraturan perundang-undangan nasional di satu sisi, dan di sisi lain diperlukan kepiawaian diplomasi untuk bernegosiasi serta tidak harus apriori berpegang teguh pada kebijakan awal. Di sinilah letak akar masalah pro dan kontra kasus pembebasan bersyarat Corby. Masalah itu sudah pasti berdampak dan ada salah satu kepentingan harus `diabaikan', apakah kepentingan nasional atau kerja sama bilateral atau internasional.

Dalam kasus bebas bersyarat Corby, tampaknya ada dua kemungkinan yang `diabaikan', yaitu pertama memang kepentingan (hukum) nasional telah `diabaikan' dan kepentingan kerja sama bilateral telah didahulukan. Atau mungkin kedua negara setuju pada prinsip resiprositas; pemulangan Adrian Kiki Ariawan berbalas dengan bebas bersyarat Corby.

Apakah pemerintah Indonesia keliru atau dapat dipersalahkan? Jawabannya tidak! Hal itu disebabkan pakem diplomasi hukum internasional yang membenarkan keputusan pembebasan bersyarat Corby tentu dengan didahului oleh prasarayat prinsip resiprositas sebagaimana diuraikan awal tulisan ini.

Hanya saja pemerintah harus terbuka kepada publik bahwa dokumen lengkap untuk bebas bersyarat Corby telah sesuai dengan ketentuan perundangan mengenai tata cara pembebasan yang tidak berbeda terhadap terpidana lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar