Kamis, 27 Februari 2014

Peneliti untuk Industri

Peneliti untuk Industri

Djoko Sulistyono  ;   Peneliti pada Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri
REPUBLIKA,  24 Februari 2014
                                                                                                                       
                                                                                         
                                                                                                                       
Berbicara tentang akademisi tidak akan terlepas dengan pembicaraan tentang peneliti. Keduanya sama-sama bergerak dalam research and development (R and D). Oleh karena itu, adanya kedekatan antara peneliti dan akademisi harus mulai dilakukan, dan akan semakin pas lagi jika sinergitas dilakukan dengan pihak industri, berada langsung di bawah pembinaan pemerintah.

Dengan menyikapi hal itu, akan sangat menarik pemberitaan pada Harian Republikayang berjudul "Pengelolaan Perguruan Tinggi Butuh Kementerian Baru". Hal ini dikatakan oleh Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Ravik Karsi di.
Ravik menjelaskan, saat ini otonomi perguruan tinggi (PT) dirasakan belum berjalan baik, khususnya dalam aspek manajemen. Pengelolaan kegiatan Tridharma PT terkesan lebih mementingkan proses administratif dibandingkan hasil-hasilnya. Di sisi lain, lemahnya sinergi antarlembaga penghasil riset serta hasil penelitian kurang memenuhi kebutuhan dan kurang memacu dunia usaha juga menjadi pemicunya.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Kemendikbud) Joko Santoso, mengatakan jika ingin riset dan penelitian maju, perlu dibuat Kementerian Pendidikan Tinggi, tapi bukan berada di bawah Kemenristek. Sinyalemen-sinyalemen seperti itu memang ada benarnya.
Akan tetapi, yang diungkapkan Dirjen Dikti Kemendikbud perlu ada koreksi.

Pembinaan peneliti yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga tidak secara penuh oleh Kemenristek. Sementara ini, peneliti-peneliti tersebut memang pembinaan secara administratif dilakukan oleh LIPI. Akan tetapi yang disayangkan secara substantif, peneliti-peneliti tersebut seperti "dibiarkan" berkembang secara alamiah.

Memang diakui sampai saat ini masih sangat sedikit teknologi yang dihasilkan oleh akademisi, maupun oleh peneliti di dalam negeri yang dapat mengadopsi industri untuk menghasilkan produk barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan publik. Rendahnya produktivitas peneliti dan akademisi sebagaimana terindikasi dari jumlah publikasi ilmiah dan paten yang diperoleh telah banyak diulas.

Posisi Indonesia kelihatan sangat kurang produktif bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini dapat terjadi karena sebagian peneliti dan akademisi menganggap pendekatan demand-driven akan mengebiri kreativitas ilmiah.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah diharapkan mampu merumuskan kebijakan serta membuat dan/atau merevisi regulasi yang ada agar hubungan yang harmonis dan mutualistik antara pebisnis dan akademisi--termasuk dengan peneliti tentunya--dapat menjadi lebih intensif. Regulasi tersebut mencakup upaya untuk menggiring kegiatan riset agar lebih berorientasi pada penyediaan solusi teknologi atas permasalahan nasional.

Menurut Lukman Hakim, Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), untuk bisa mengejar ketertinggalan kemajuan dari negara lain, Indonesia idealnya membutuhkan 200 ribu peneliti di berbagai bidang. Saat ini, SDM iptek, khususnya peneliti Indonesia yang terdaftar di LIPI, sebanyak 8.000 orang dan 16.000 peneliti yang bekerja di PT. Sedangkan, peneliti dan akademisi yang berada di naungan institusi swasta, belum dapat dipastikan jumlahnya.

Adanya keterbatasan fasilitas yang dimiliki pihak litbang pemerintah dan perguruan tinggi dapat berpengaruh kepada ketidaksesuaian kebutuhan masyarakat dengan teknologi yang dihasilkan oleh pihak pengembang. Penelitian yang selama ini dilakukan oleh litbang pemerintah dan PT sulit untuk dikem bangkan dan tidak dimungkinkan untuk dilakukan penelitian berseri atau berke lanjutan karena adanya keterbatasan dana.

Dana penelitian di lembaga litbang pemerintah dan PT tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian dari tahap penelitian dasar/awal hingga pengemasan (packaging), yang kemudian dipamerkan atau didesiminasikan ke kalangan industri dan masyarakat luas. Pada saat ini, kegiatan litbang masih berdiri sendiri-sendiri dan sulit untuk berkonsorsium.

Untuk meningkatkan produktivitas pe neliti dan akademisi, pemerintah hendaknya membuat aturan mengenai seeds capital dan venture capital untuk mempercepat komersialisasi hasil-hasil penelitian, dengan skema riset dan standar penelitian yang sesuai kebutuhan industri atau pengguna teknologi. Pemerintah juga harus memberikan kemudahan pengelolaan dengan menyerahkan pengelolaan kepada masing-masing institusi di mana lembaga penelitian tersebut bernaung.

Pembinaan yang dilakukan pemerintah terhadap peneliti dan akademisi memang perlu dilakukan, apalagi mereka tersebar di berbagai institusi pemerintah, maupun swasta. Peneliti dan akademisi yang ada dan tersebar di berbagai institusi swasta sama sekali belum tersentuh dan terpikirkan oleh pemerintah. Hal ini perlu dilakukan, karena hasil litbang dari institusi litbang swasta pun perlu terpantau secara kelembagaan.

Kementerian Riset dan Teknologi dapat berperan atau mempunyai andil untuk mengubah paradigma peneliti dan akademisi melalui pemberian masukan terhadap perubahan Rancangan Peraturan Perundang-undangan tentang Peneliti dan Akademisi. Hal ini termasuk di dalamnya lembaga litbang yang tidak memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melakukan litbang, misalnya BSN dan BIG dan lainnya.

Idealnya, Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2002 yang mengatur Sistem Nasional Litbang Iptek menjadi acu an bagi pembentukan peraturan perundang-undangan tentang peneliti dan akademisi. Unsur yang terdapat dalam UU Nomor 18 Tahun 2002 masih saling berkaitan dengan sistem lain. UU Nomor 18 Tahun 2002 harus secara penuh menjadi kerangka hukum sistem litbang nasional dan sistem pendidikan tinggi.

Selain itu, diperlukan pula pengaturan mengenai pemberian insentif dan dukungan bagi peneliti dan akademisi untuk meningkatkan kapabilitas dan kompetensinya serta pemberian fasilitasi dalam mematenkan hasil penelitiannya. Kementerian Riset dan Teknologi diharapkan dapat terus memberikan dorongan ke arah penguatan kebijakan SDM peneliti dan akademisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar