Memahami
Megawati
Flo
K Sapto W ; Praktisi Pemasaran
|
TEMPO.CO,
27 Februari 2014
Desakan
kepada Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDIP untuk segera mengumumkan kandidat
RI-1 semakin kuat. Kristalisasi kandidat-seturut hasil sejumlah lembaga
survei dan desakan arus bawah-agaknya menguat pada sosok Jokowi. Namun
agaknya Megawati masih bergeming tidak hendak mengumumkannya. Apakah ini
sebuah sikap politis yang strategis?
Dalam
kajian pemasaran, produsen umumnya saling berlomba untuk merilis produknya
secepat mungkin. Tidak jarang, bahkan dilakukan dengan agak bombastis.
Terlebih lagi jika produk itu adalah inovasi terbaru. Semakin cepat produk
dengan fitur-fitur terbaru dikeluarkan, akan semakin berpeluang menguasai
pangsa pasar. Itu sebuah iklim kompetisi yang wajar. Namun apakah selalu
pemenang bursa adalah yang lebih cepat melepas produknya ke pasar?
Seturut
pemahaman berdasarkan kategori output yang dihasilkan, partai politik
sebetulnya adalah pemain single
industry. Sebab, jenis produknya hanya satu, yaitu kader partai politik (man power). Produk-produk hasil
kaderisasi kemudian dijual ke publik dalam bursa pemilihan umum. Sebagai
bagian dari mekanisme pasar, tentu akhirnya ada kategori produk yang sangat
laku, cukup laku, dan kurang laku. Tidak jarang juga sebagian partai politik
justru memilih produk dari partai lain untuk dijual. Bisa karena terhambat
regulasi (20 persen perolehan suara legislatif), bisa juga karena tidak cukup
yakin akan produk sendiri. Mungkin pula karena kurang memiliki jaringan
distribusi di semua segmentasi sehingga dikhawatirkan tidak akan bisa
menjangkau pangsa konsumen secara luas.
Di
dalam perspektif inilah agaknya sikap Megawati bisa dipahami. Memaksakan
sebuah launching sebelum lulus threshold adalah sebuah keputusan
politis yang tidak taktis. Sebab, hanya akan menempatkan partai politik
sebagai pecundang, jika kelak tidak melewati ambang batas minimal itu.
Meskipun wacana ini sebetulnya diterima dengan enggan oleh para elite PDIP
sendiri, terutama para calon legislator. Sebab, dengan adanya pencalonan
Jokowi, justru bisa mengangkat keterpilihan mereka dalam bursa pemilihan
legislatif. Namun, sekali lagi, Megawati bukanlah politikus kemarin sore.
Optimalisasi kinerja mesin partailah yang lebih diharapkan menentukan posisi
PDIP. Bukan semata-mata karena faktor Jokowi. Jelas bahwa pemikiran ini akan
mendorong PDIP melangkah sebagai sebuah organisasi modern karena lebih
mengutamakan mekanisme organisasional daripada ketergantungan figural.
Di
samping itu, siapa juga yang akan kehilangan kalau pencalonan prematur Jokowi
malah berisiko adanya sebuah konspirasi pembunuhan terhadapnya? Fakta lain
yang terlihat adalah bahwa rilis kandidat lebih awal tidak serta-merta
meningkatkan elektabilitas, bahkan ketika pasangan itu adalah pemilik
jaringan media terkemuka. Tidak juga ketika kandidat yang bersangkutan adalah
pengusung romantisisme Orde Baru. Berbeda tentunya ketika produk yang
di-launching lebih awal adalah memang eksklusif. Taruhlah seperti dalam setiap
rilis Ferrari terkini. Hanya dengan menampilkan prototipenya, sudah akan
memunculkan antrean pembeli inden. Jadi, siapa sebenarnya yang sedang
berpolitik secara matang? Pemahaman ini bisa saja salah, namun setidaknya
pernah dengan gemilang berhasil dilakukan Megawati dalam pemilihan kepala
daerah Jawa tengah pada 26 Mei 2013. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar