Jumat, 28 Februari 2014

Negarawan

Negarawan

Putu Setia  ;   Pengarang, Wartawan Senior Tempo
TEMPO.CO,  27 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Ada 12 calon hakim konstitusi yang sudah mendaftarkan diri di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka akan bersaing untuk mengisi dua kursi yang ditinggal Akil Mochtar dan Harjono. Akil kini sedang diadili dalam perkara suap, sedangkan Harjono akan segera pensiun.

Dari 12 calon hakim itu, sembilan orang adalah dosen yang mengajar di fakultas hukum, seorang pensiunan di Kementerian Hukum, seorang notaris, dan seorang lagi anggota DPR dari fraksi PPP, Dimyati Natakusumah. Gembar-gembor sebelumnya menyebutkan, ada empat anggota DPR yang akan "melamar pekerjaan" sebagai hakim MK, tiga yang tidak jadi itu adalah Benny Kabur Harman dari Fraksi Demokrat, Ahmad Yani dari Fraksi PPP, dan Taslim Chaniago dari Fraksi PAN.

Hakim konstitusi adalah negarawan, UUD 1945 menyebutkan demikian. Apakah mereka negarawan? Menarik ketika Dimyati, dalam sebuah tayangan di televisi, menyebutkan dirinya seorang negarawan. Alasannya, pernah menjadi pejabat negara, yakni bupati dua periode di Kabupaten Pandeglang dan menjadi wakil rakyat. Bagi dia, itulah negarawan, seperti halnya sastrawan adalah pengarang sastra dan dermawan adalah orang yang suka bederma.

Kalau negarawan seperti itu, camat dan lurah pun bisa disebut negarawan. Dimyati sepertinya tak bisa membedakan antara negarawan dan orang yang bekerja untuk negara. Yang terakhir ini umum disebut pegawai negeri. Padahal negarawan bisa juga tokoh yang tak pernah menjadi pegawai negeri.

Mari buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Negarawan adalah ahli dalam kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.

Ada beberapa unsur di sini: ahli, taat asas, bijaksana, dan berwibawa. Beda dengan sastrawan, yang dalam kamus disebut: (1) ahli sastra dan (2) pengarang prosa dan puisi. Tak disebutkan apakah mereka harus taat asas dalam menulis puisi, apalagi dikaitkan dengan wibawa. Wartawan dalam KBBI disebut: orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita, juru warta. Apakah sudah ahli dalam jurnalistik dan punya kewibawaan? Tak dipersoalkan. Dermawan dalam KBBI disebut: pemurah hati, orang yang suka bederma. Bahkan dramawan hanya dengan dua kata: pemain drama.

Jadi, "wan" dalam negarawan tak bisa disamakan dengan "wan" dalam sastrawan, wartawan, dermawan, darmawan, maupun "wan-wan" yang lain. Rujukan para ahli bahasa yang dirangkum dalam kamus ini menjadi "bahasa kebatinan" para perumus konstitusi ketika mengamendemen (ketiga) UUD 1945 dan melahirkan Pasal 24C ayat 5 yang menyebutkan persyaratan negarawan buat hakim konstitusi itu. Negarawan hanya salah satu syarat, lainnya integritas tinggi dan tidak tercela.

Nah, apakah Dimyati Natakusumah seorang negarawan, seorang ahli dan bijaksana, serta berintegritas tinggi dan tidak tercela, sebagaimana disyaratkan konstitusi dan sebagaimana bunyi KBBI, tentu terpulang pada tim seleksi yang semuanya adalah koleganya sendiri di Senayan. Ke-11 calon lainnya baik juga mematut-matutkan diri, apa benar seorang negarawan. Masyarakat wajib mengawal seleksi ini agar MK bisa selamat untuk sementara, sebelum ada penyelamatan yang menyeluruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar