Memilih
Caleg Profetik
Muhammad
Ditya ; Pengajar
di STEBANK Islam Mr Sjafruddin Prawiranegara
|
SUARA
KARYA, 26 Februari 2014
Dalam kurun waktu dari
tahun 1999 sampai dengan 2002, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah
diamendemen sebanyak empat kali. Amendemen UUD 1945 tersebut mengakibatkan
bertambah besarnya fungsi dan peran DPR. Mulai dari fungsi pengawasan,
anggaran, dan legislasi. Bahkan, DPR juga mempunyai kuasa untuk menentukan
pejabat publik, seperti hakim agung, hakim konstitusi, gubernur Bank
Indonesia, kepala kepolisian, sampai direksi Badan Usaha Milik Negara.
Porsi fungsi DPR yang
sangat besar tersebut tak lepas dari suasana kebatinan yang meliputi proses
amendemen UUD 1945. Saat itu, Indonesia baru saja lepas dari kekuasaan rezim
Orde Baru sebagai badan eksekutif yang otoriter dan kaku sehingga peran DPR
pun diperbesar dengan harapan agar semakin efektif dalam menyuarakan aspirasi
rakyat.
Namun sayangnya, DPR tidak
maksimal dalam menjalankan peran dan fungsinya. Pertama, fungsi DPR dalam
menjalankan fungsi pengawasan yang sarat akan transaksi politik. Sebagai
contoh dalam kasus Bank Century yang sampai sekarang tidak jelas status hukumnya.
Nuansa tarik-menarik kepentingan politik sangat terasa dalam kasus tersebut.
Kedua, peran. Tentunya,
masih segar dalam ingatan saat terungkapnya mafia anggaran dalam tubuh DPR.
Saat itu, mantan puteri Indonesia, Angelina Sondakh, terjerat dalam kasus
korupsi suap kepengurusan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta
Kementerian Pendidikan Nasional. DPR dalam menjalankan fungsi anggaran yang
kental dengan nuansa KKN dan tidak berpihak pada rakyat. Sebagian anggota DPR
justru memanfaatkan fungsi tersebut untuk kepentingan pribadi ataupun
golongan.
Ketiga, fungsi legislasi
yang diemban oleh DPR yang tergolong buruk. Hasil evaluasi Forum Masyarakat
Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menunjukkan kinerja DPR yang jeblok
dalam menghasilkan undang-undang. Pada 2010, DPR hanya menghasilkan delapan
UU dari 70 RUU yang terdapat dalam daftar prioritas legislasi nasional (Prolegnas)
atau sebesar 11,42 persen.
Pada 2011, pencapaian
legislasi DPR 19,35 persen atau dalam kata lain 18 dari 93 RUU Prolegnas yang
sukses disele- saikan DPR. Tahun 2012 kinerja DPR kembali mengalami penurunan
menjadi 15,25 persen atau 10 UU dari target 64 UU. Pada 2013, jumlah
undang-undang yang dihasilkan semakin sedikit. Hanya tujuh UU yang dihasilkan
dari 70 RUU yang masuk dalam Prolegnas. Ironisnya, terdapat 24 RUU yang masuk
dalam Prolegnas dari tahun 2010 sampai 2013.
Kualitas UU yang dihasilkan
pun jauh dari harapan. Buktinya pada 2012 saja ada empat undang-undang yang
digugat ke Mahkamah Konstitusi, yakni UU Pemilu, UU APBN, UU Penanganan
Konflik Sosial, dan UU tentang Pendi - dikan Tinggi.
Buruknya kinerja DPR
tentunya disebabkan oleh berbagai hal yang salah satunya adalah kualitas
anggotanya yang masih rendah. Hal tersebut diamini oleh Tantowi Yahya,
wasekjen Partai Golkar dalam wawancaranya dengan sebuah media massa berskala
nasional. Dalam wawancara tersebut, Tantowi Yahya menyatakan bahwa masih
banyak anggota DPR yang tidak berkompeten dan hanya sebagai pajangan belaka
dalam parlemen.
Pemilu Legislatif 2014
menjadi momentum emas untuk melakukan perbaikan di tubuh DPR. Rakyat sebagai
pemilih harus benar-benar memanfaatkannya agar wakil rakyat yang terpilih
dapat mengemban amanah yang diberikan. Jangan sampai lagi mata rakyat silau
akan riasan menor yang dipakai oleh tiap caleg. Rakyat harus berani menghapus
riasan tiap caleg untuk dapat mengetahui wajah aslinya.
Rakyat Indonesia harus
memilih anggota legislatif yang memiliki jiwa kepemimpinan profetik.
Pasalnya, kepemimpinan profetik adalah pola kepemimpinan yang paling sukses
dalam membentuk sebuah tatanan kehidupan manusia yang berkualitas. Dan, Nabi
Muhammad SAW adalah bukti autentik dan riil sebagai model pemimpin profetik
yang berhasil dalam segala aspek kehidupan.
Teladan Rasulullah SAW Nabi
Muhammad SAW mempunyai andil yang besar dalam membangun Kota Madinah. Dalam
Kota Madinah tersebut semua umat dapat hidup dalam harmoni. Mulai dari umat
Yahudi, Nasrani, kesemuanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Seorang
sosiolog Amerika, Robert N Bellah, pun mengakuinya dengan mengatakan bahwa
Madinah adalah "a better model for
modern national community building than might be imagined" (suatu
contoh bangunan komunitas nasional modern yang lebih baik dari yang dapat
dibayangkan).
Secara ketatanegaraan pun
Kota Madinah melampaui zamannya. Hal ini diungkapkan Yudi Latif dalam
bukunya, Negara Paripurna:
Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, bahwa sistem negara
Madinah sebagai bentuk nasionalisme yang egaliter partisipatif yang
memungkinkan setiap orang untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Atas
prestasi besar beliau di bidang politik tersebut, sudah sepantasnya jika Nabi
Muhammad SAW dijadikan suri teladan bagi setiap partisipan politik, termasuk
rakyat Indonesia sebagai konstituen.
Rasulullah SAW mempunyai
empat sifat utama, yaitu amanah, siddiq, tabligh, dan fathanah. Keempat sifat
utama Rasulullah SAW adalah cermin dari jiwa kepemimpinan profetik beliau
yang dapat dijadikan rakyat sebagai konstituen untuk memilih para calon
legislatif.
Sifat pertama adalah amanah
yang dalam bahasa Indonesia berarti yang dapat dipercaya. Suatu urusan yang
diserahkan kepada orang yang amanah akan dapat diselesaikan dengan baik.
Sifat amanah pun harus dimiliki oleh anggota legislatif. Harapannya anggota
legislatif mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Sudah cukup
kega- galan kinerja mereka seperti yang dipaparkan di atas dijadikan
pelajaran.
Kedua adalah sifat
siddiqatau berarti benar. Bukan hanya perkataan yang benar, melainkan juga
perbuatan. Hal ini sangat erat kaitannya dengan track record caleg tersebut. Para caleg yang mempunyai track record bersih harus didukung.
Sedangkan, yang mempunyai track record
buruk harus dimasukkan ke keranjang sampah.
Ketiga adalah sifat tabligh
atau mahir dalam menyampaikan sesuatu. Sifat ini harus dimiliki oleh para
anggota legislatif karena nantinya mereka akan berinteraksi dengan
bermacam-macam pemangku kepentingan, seperti pemerintah dan masyarakat. Cara
komunikasi kepada setiap pemangku kepentingan ini tentunya membutuhkan
langkah yang berbeda agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang dapat
berakibat buruk pada kinerjanya.
Lalu, yang terakhir adalah
sifat fathanah atau berarti cerdas. Para caleg yang terpilih harus dari
kalangan terpelajar. Indikator mudah adalah tingkat pendidikan caleg
tersebut. Hal ini disebabkan urusan ketatanegaraan sangatlah rumit dan bermacam-macam.
Kemampuan intelektualitas sangat diperlukan untuk menyelesaikan urusan tersebut.
Dengan memiliki jiwa kepemimpinan
profetik yang terwujud dalam keempat sifat utama Rasulullah SAW tersebut,
calon legislatif yang terpilih dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik
daripada para pendahulunya. Mimpi untuk mewujudkan parlemen Indonesia yang
berkualitas akan terwujud dengan sendirinya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar