Menguji
Komitmen Politik Kaum Muda
Iksan
Basoeky ; Peneliti pada Pusat Studi Agama dan Politik
UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 25 Februari 2014
“Kita banyak memiliki kaum muda yang ingin bangkit dan mau
menguji nyali dalam pentas politik. Apa salahnya kita memberikan apresiasi
jika mereka benar-benar berkomitmen perubahan, dan berani bersumpah akan
bekerja mati-matian demi bangsa?”
STASIUN televisi dan beberapa
media cetak belakangan ini ramai memberitakan kasus-kasus korupsi yang
menimpa wakil rakyat, elite politik, dan beberapa orang yang selalu mencari
kesempatan membangun citra di tengah badai bencana melanda demi kepentingan
pribadi. Mereka terlihat berlomba-lomba dan berkelompok-kelompok saling
tuding ihwal kepentingan masing-masing.
Parahnya lagi, mereka
mempermainkan hukum dan tega menelantarkan anak bangsa hidup dalam kemiskinan
dan pengangguran. Fenomena itu tampil terus menjadi headline berita media cetak
dan menjadi tema diskusi di beberapa stasiun televisi. Pada akhirnya hal itu
membuat rakyat gerah melihatnya dan membuat kalangan kaum muda tersentuh hati
untuk berdiskusi mencari solusi terbaik atas masalah yang mengguncang
kepribadian bangsa ini.
Kaum muda ini sadar bahwa
rakyat tidak bisa dibiarkan berlinang air mata meratapi nasib yang terus
menimpa kehidupan seharian mereka. Rakyat sejatinya harus bangkit dan juga
bisa menikmati kekayaan yang ada di Bumi Pertiwi ini. Bukan hanya golongan
konglomerat dan bukan juga keturunan politikus yang dapat menikmati hasil
dari tata kelola sumber kekayaan alam ini. Namun, semua elemen masyarakat
harus bisa mencicipi hasilnya.
Komitmen perubahan
Berangkat dari bisikan hati
itu, para kawula muda merasa terpanggil untuk membangun komitmen perubahan
yang dimulai dari sebuah dialog kesadaran. Kesadaran akan terbentuknya
masyarakat yang sejahtera dan bisa hidup rukun dalam berumah tangga. Misi
luhur itu yang sejatinya menurut Andi Rahmat (2001) menjadi spirit manifesto
mereka untuk membangun Indonesia yang lebih mengerti dan memberikan hak-hak
kemanusiaan pada seluruh rakyatnya.
Komitmen itu bukan semata-mata
ingin mendesak kalang wong tuo
untuk segera turun jabatan atau legowo
memberikan suara mereka pada Pemilu 2014. Namun, ikhtiar itu lebih bermuara
pada suatu keyakinan perbaikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka
merasa malu terhadap para pembesar negeri ini seperti Soekarno, Hatta, atau
Sjahrir, yang mewariskan banyak perubahan kebudayaan baik di level
pemerintahan maupun kehidupan sosial.
Warisan kebudayaan itu harus
dijaga, dirawat, dan dikembangkan sebab pada pundak merekalah kita masih bisa
berharap lebih banyak. Mau diakui atau tidak, pemimpin kita selama ini masih
kurang memperhatikan kehidupan rakyatnya. Program kepemerintahan masih sarat
dengan kepentingan sehingga pemberdayaan kehidupan nasional menjadi kurang
tersentuh.
Begitulah, mengapa kaum muda
harus terjun ikut berperan di dalamnya, untuk menata ulang bagaimana
kehidupan rakyat itu dibangun melalui konsep program dan kebijakan yang pro
terhadap kesejahteraan rakyat, serta dapat mencerdaskan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Kita tidak bisa tinggal diam
dalam keterpurukan jika tidak ingin ditertawakan negara-negara tetangga.
China sekarang menjadi pusat perhatian dunia berkat pesatnya perkembangan
ekonomi, Tiongkok terus mendorong pemulihan ekonomi dengan tujuan
menyejahterakan rakyatnya. Lalu Indonesia apa? Apakah kita akan terus-menerus
menjadi negara populer pengekspor tenaga kerja yang banyak diminati negara
tetangga?
Sungguh bukan suatu kebanggaan
jika kita terus hidup dalam kemandekan prestasi dan tak punya nyali. Kita
harus bangkit kembali menjadi `macan Asia' dan mengembalikan ekonomi kita
dari sistem ekonomi kapitalis menjadi sistem ekonomi kerakyatan sehingga
lebih memungkinkan pada sebuah kesejahteraan bersama. Cita-cita besar ini
jangan sampai jadi utopia belaka, tetapi benar-benar terkabulkan dalam dunia
nyata.
Ujian komitmen
Kita banyak memilik kaum muda
yang ingin bangkit dan mau menguji nyali dalam pentas politik. Sederetan nama
telah masuk daftar bursa calon legislatif. Lalu apa salahnya kita memberikan
apresiasi jika mereka benarbenar berkomitmen perubahan dan berani bersumpah
akan bekerja mati-matian demi bangsa? Saat ini mereka berharap mendapatkan
kesempatan menguji komitmen perubahan tersebut melalui partai masing-masing.
Denyut nadi dan api semangat
setidaknya terus menggelora dalam tubuh mereka yang pada puncaknya menjadi
pendorong ijtihad politik berorientasi jangka panjang. Istilahnya Hasan al
Banna (1997) mereka (kaum muda) itu ingin juga menggoreskan catatan
membanggakan bagi umat manusia, khususnya bagi kemajuan dan kesejahteraan
rakyat Indonesia.
Karena itu, tak mengherankan
jika gerakan politik konkret menjadi jargon semangat perubahan yang
senantiasa terus dikumandangkan dalam setiap kesempatan. Politik memang harus
diterjemahkan dalam program aksi mewujudkan cita-cita nasional, menciptakan
keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh kehidupan masyarakat. Ini arti
penting sebuah politik itu ada dan dilaksanakan seorang pemimpin.
Pemimpin sejatinya harus bisa
mengambil sikap politik dan tegas dalam mengambil kebijakan, bukan justru
banyak mengeluh ketika menghadapi masalah dan musibah. Rakyat Indonesia dapat
dipastikan tidak butuh pemimpin lemah, tetapi butuh pemimpin berjiwa kesatria
yang rela memberdayakan dan mengajak rakyatnya bangkit ketika ditimpa
musibah. Komitmen kaum muda akan diuji di sini.
Gerakan politik yang mereka
usung harus benar-benar bisa diterjemahkan dalam bentuk konsep dan kebijakan
nyata bahwa perubahan itu benar adanya bukan sebatas mimpi atau utopia
belaka. Sampai sekarang penulis masih yakin bahwa dari sekian banyak calon
pemimpin bangsa ini pasti ada kaum muda yang mempunyai naluri kesatria dan
siap berkomitmen untuk mengemban amanah rakyat sebagai bekal tanggung
jawabnya di hari esok. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar