NU
dan Perdamaian Internasional
Muchamad
N Haroen ; Staf ahli Ketum Tanfidziyah PB NU,
Sekum PP
Pencak Silat NU Pagar Nusa
|
JAWA
POS, 26 Februari 2014
KUNJUNGAN
Raja Jordania II Abdullah bin al Hussein menjadi penanda hubungan diplomatik
dengan Indonesia. Kunjungan itu tidak sekadar menjadi penguat hubungan
bilateral antarnegara, tetapi juga memiliki misi penting dalam hubungan
Indonesia-Jordania di Timur Tengah. Pasca-Arab Spring (Musim Semi Arab),
Jordania berperan sentral menjadi penengah dan pemersatu antarnegara,
khususnya yang sedang dilanda konflik.
Kali
ini kunjungan kedua Raja Abdullah di Indonesia dimaksudkan untuk memperteguh
hubungan diplomatik, ekonomi, dan keamanan. Raja Abdullah II dan Ratu Rania
pernah berkunjung ke Indonesia pada 12-13 Oktober 2005. Pada misi
diplomatiknya di Indonesia kali ini, Raja Abdullah II juga akan mengunjungi
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU). Kunjungan tersebut berwujud agenda
multaqa sufi yang akan dihadiri ribuan ulama. Ada tiga poin penting dalam
kunjungan raja Jordania ke Indonesia, khususnya yang terkait dengan posisi NU
di tengah medan politik internasional. Pertama, diplomasi perdamaian
internasional. Kedua, peran Jordania dan Indonesia dalam peta politik Islam
di Timur Tengah, khususnya krisis di negeri Syria. Ketiga, refleksi Islam
Indonesia pasca-Arab Spring.
Selama
ini, NU dan warga nahdliyin menjadi pilar dalam perdamaian internasional.
Kontribusi NU untuk mengatasi perang di wilayah negeri muslim merupakan
bagian dari upaya untuk menegakkan ukhuwwah islamiyyah. Hal itu menjadi
prinsip NU yang terkait dengan ukhuwwah basyariyyah dan ukhuwwah wathaniyyah.
Diplomasi Internasional
Peran
penting Jordania dalam diplomasi internasional menjadi strategis di tengah
krisis negeri-negeri Timur Tengah. Bayangkan, Jordania adalah satu-satunya
negara yang aman dan tidak bergejolak. Padahal, ia berbatasan dengan
Palestina, Arab Saudi, Iraq, dan Syria yang dilanda perang. Tentu hal itu
memiliki latar belakang yang kuat terkait dengan karakter serta sikap hidup
pemimpin Jordania dan warganya.
Kepemimpinan
Raja Abdullah bin al Hussein yang moderat memengaruhi corak keislaman dan
beragama dalam masyarakat di kawasan itu. Tentu saja, hal tersebut senada
dengan karakter Nahdlatul Ulama yang menjunjung nilai-nilai persaudaraan dan
moderat. Jembatan diplomatik antara Jordania dan Nahdlatul Ulama akan
memiliki kontribusi untuk turut mengembangkan nilai-nilai moderat di Timur
Tengah. Model Islam yang menjunjung nilai tasamuh (toleran), tawazun
(keseimbangan), dan tawassuth (moderat) merupakan solusi untuk menyelesaikan
krisis di pelbagai negeri.
Krisis Syria
Dalam
peta politik Timur Tengah saat ini, krisis di negeri Syria menjadi sorotan
penting. Perang saudara di negeri tersebut menjadi perhatian dunia
internasional yang merupakan salah satu penanda krisis negara-negara Arab.
Perang saudara antara kelompok yang setia dengan Presiden Bashar al Assad dan
kelompok oposisi yang berusaha menggulingkannya telah berlangsung lama.
Perang itu telah menewaskan lebih dari 126 ribu orang dan berlangsung lebih
dari 35 bulan.
Dalam
laporan Badan Kemanusiaan PBB (Officer of the Coordination of Humanitarian
Affairs/OCHA), sekitar 9,3 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan karena
krisis Syria. Krisis Syria menjadikan eskalasi pengungsi yang menderita
karena perang meningkat drastis. Sekitar 4,1 juta warga Syria hidup sebagai
pengungsi di Jordania, Lebanon, Turki, Iraq, dan Mesir.
OCHA
menyatakan, terkait dengan krisis Syria itu, pihaknya dan beberapa organisasi
kemanusiaan membutuhkan dana sekitar USD 2,27 miliar. Sementara itu, bantuan
kemanusiaan untuk menangani pengungsi membutuhkan dua kali lipatnya. Jordania
berkontribusi penting untuk mengatasi krisis Syria dan mengupayakan perbaikan
nasib ribuan pengungsi. Karena itu, NU berusaha mendorong agar Jordania
berperan penting untuk menyelesaikan krisis Syria dan perdamaian di
negeri-negeri Timur Tengah.
Islam ala NU
Pasca-Arab
Spring, dunia internasional membutuhkan referensi beragama dan berdemokrasi.
Islam ala Indonesia menjadi rujukan utama dengan role model karakter warga
nahdliyin yang mengusung ahlussunnah wal-jama'ah. Islam yang dipraktikkan
kiai-kiai NU dan nilai-nilai aswaja mampu menyandingkan pemahaman beragama
dan bernegara secara harmonis. Islam ala NU itulah yang bisa menjadi
referensi untuk terus menjaga sikap beragama dan bernegara secara seimbang.
Nilai-nilai
Islam dan keindonesiaan yang menjadi karakter warga nahdliyin dapat menjadi
cermin untuk mengatasi krisis di negeri-negeri muslim yang sedang dilanda
konflik. Menempatkan nilai-nilai keislaman dan kenegaraan secara harmonis
menjadi fondasi politik kebangsaan NU. Itulah yang menjadi poin penting
hubungan Jordania dan NU untuk mengajarkan Islam dengan nilai-nilai cinta
yang menyingkirkan perang dan ambisi.
Antusiasme
ulama dan kiai dalam naungan NU dalam agenda multaqa sufi untuk menyambut
Raja Abdullah bin Hussein merupakan bagian dari penanda persahabatan dua
komunitas muslim. Tujuannya, bersama-sama mengupayakan suasana keberagaman
yang toleran dan saling menghormati. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar