Calon
Wakapolri
Wawan
H Purwanto ; Penulis adalah pengajar di Lemhanas
|
REPUBLIKA,
25 Februari 2014
Pada tahun politik 2014,
suasana makin ingar-bingar, panas, dan bergejolak. Pada saat itu pula, Komjen
Pol Oegroseno mengakhiri masa jabatannya sebagai wakapolri. Sebuah jabatan
strategis di Tanah Air, yang membutuhkan kejelian untuk mencari pengganti
yang tepat guna tetap tegaknya stabilitas nasional.
Sosok wakapolri harus beintegritas
dan netral, tidak condong ke parpol tertentu, tetapi berdiri di atas semua
golongan. Ini tentu tidak mudah mengingat kepentingan parpol juga tidak kecil
guna mengamankan posisinya.
Ada sejumlah nama bintang
tiga Polri yang saat ini menjabat dan berpeluang menjadi wakapolri. Mereka,
antara lain, Komjen Pol Badrodin Haiti angkatan 82 peraih Adhi Makayasa, Anton
Badrul Alam 80 (jelang pensiun), Anang Iskan dar 82, Budi Gunawan 83, Suparni
Parto 80 (jelang pensiun), dan Suhardi Aliyus 85 (baru sebulan menjabat
bintang 3).
Masing-masing calon tentu
ada plus dan minusnya. Sisi senioritas juga menjadi pertimbangan, berapa lama
masa usia pensiun. Karakter calon wakapolri harus bisa saling mengisi dengan
kapolri. Sebaiknya antara kapolri dan wakapolri bisa bekerja sama secara
kompak sehingga tidak berseberangan. Matahari hanya satu, tak boleh ada
matahari kembar.
Sebagai anggota Polri yang
telah sampai pada job bintang tiga tentu sudah melalui seleksi ketat dan
tidak mudah mencapai jabatan tersebut. Hal ini menjadi modal sosial guna
meraih kepercayaan publik, tinggal track
record perjalanan tugasnya yang harus ditelisik ulang. Memang terkadang
dalam perjalanan tugasnya ada bumbu tak sedap yang berhembus, tapi sering tak
terbukti di ranah hukum sehingga hanya menjadi rumor. Padahal, bicara hukum
adalah bicara bukti.
Tour of duty dan tour of
area menjadi salah satu petimbangan pula. Mengingat luasnya wilayah
Indonesia, maka kematangan bertugas mengatasi persoalan dan konflik menjadi
nilai plus dalam menjalankan roda komando. Politik dagang sapi sudah harus
ditanggalkan.
Kini, semua dituntut
transparan dan akuntabel. Masyarakat sudah pintar, zaman sudah terbuka, dan
tak bisa dimungkiri bahwa publik bisa langsung mengakses kepada latar
belakang calon wakapolri melalui melalui media sosial.
Berbahaya jika sosok
wakapolri tidak netral. Wakapolri harus berdiri di semua pihak. Hal yang
paling utama adalah jauh kan posisi wakapolri dari kepentingan partai. Sekali
seorang wakapolri condong ke partai, maka akan mengarahkan pada pengamanan
partai tersebut. Ini menyalahi posisi aparat keamanan yang harus netral.
Keberpihakan Polri adalah kepada negara, loyalitas juga ke pada negara. Sikap
partisan akan mempersempit daya nalar dan cederung berpihak, lalu akhirnya
tidak objektif lagi dalam menangani kasus.
Pengalaman mengatasi
berbagai persoalan berat akan mematangkan profesionalisme kinerja seorang
wakapolri. Ini bukan perkara mudah sebab posisi wakapolri rentan terhadap
intrik-intrik politik dari luar yang ingin kepentingannya diamankan. Sungguh
berbahaya jika ada tekanan internal dan eksternal yang membuat pilihan jatuh
berdasarkan pada subjektivitas dan kepentingan sesaat, apalagi unsur
kedekatan semata.
Dukung-mendukung sebelum
pencalonan biasa terjadi. Setiap kandidat tentu juga mencari cara agar
dirinya yang terpilih, tetapi jabatan itu bukan hak.
Jabatan adalah amanah.
Jika kita memang selama ini memegang amanah tersebut dalam posisi-posisi
sebelumnya, sebuah keniscayaan bahwa akan berpeluang besar untuk tampil
sebagai pemenang. Namun, jabatan ini bukan segala-galanya, masih banyak medan
pengabdian kepada bangsa ini sehingga tak perlu kecewa jika tak terpilih.
Semua calon memiliki kans
untuk tepilih, tapi tentu ada penilaian dan pertimbangan tertentu sesuai
dengan dinamika perubahan masyarakat yang membutuhkan sosok yang pas di era
demokrasi dalam mengatasi persoalan yang berat mulai awal 2014 hingga terpilihnya
presiden mendatang.
Polisi dikatakan ideal jika
mampu berdiri di atas semua golongan. Memang ini tidak mudah. Sekarang
sorotan masyarakat makin tajam, masyarakat sudah makin pintar dan tak mudah
dibodoh-bodohi. Transparansi dan akuntabilitas kinerja wakapolri tentu akan
terus dipantau oleh masyarakat. Indonesia adalah negara besar, masyarakatnya
begitu majemuk dan sangat mendambakan sosok pimpinan yang profesional,
amanah, jujur, baik, tangguh, dan berwibawa.
Jujur dan baik saja tidak
cukup, wakapolri harus mumpuni dan sarat pengalaman mengatasi problem
keamanan dalam negeri. Tak ada pilot yang tangguh jika langit cerah terus.
Wakapolri ke depan harus
memiliki keberanian, wawasan, dan personal approach yang baik, jaringan yang
luas, tidak kompromistis, tegas dan lugas dalam menjalankan perintah,
bertindak cepat, tepat, dan terukur. Pengamanan Pe milu 2014 merupakan ujian
awal pelaksanaan tugasnya.
Tingkat kepangkatan dan
senioritas tetap menjadi salah satu pertimbangan. Hal ini tentu saja
dilakukan guna menghindari adanya kecemburuan. Akan tetapi, senior jika
memang tidak pas tentu tidak akan terpilih, jadi tentu saja pemilihan
berdasarkan pertimbangan yang komprehensif. Memang disadari bahwa tidak ada manusia
yang sempurna, setiap calon makin dikorek-korek tentu saja akan terkuak
kekurangannya. Namun, di antara sekian banyak calon wa kapolri, tentu akan
dipilih yang kekurangannya lebih minimal dibandingkan yang lain.
Wakapolri harus memahami
karakteristik seluruh wilayah Indonesia. Indonesia memiliki karakteristik
yang majemuk dan masing-masing wilayah mempunyai keunikan tersendiri. Maka,
pemahaman tentang teritorial harus melekat pada diri calon wakapolri
tersebut. Bukan saatnya lagi kita lakukan trial
and error. Saatnya kita pilih yang terbaik sesuai dengan dinamika dan
tantangan yang harus dihadapi bangsa Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar