Ironi
DPRD Papua Barat
Chatib
; Widyaiswara Madya Pusdiklat Kesos
Kementerian Sosial,
Alumnus
Universitas Flinders, Adelaide, Australia
|
KORAN
JAKARTA, 26 Februari 2014
Pengadilan
Negeri Jayapura, Senin 10 Febuari 2014, memutuskan sejumlah anggota DPRD
Papua Barat dihukum 15 bulan penjara dan denda 50 juta rupiah. Mereka
terbukti melakukan korupsi dana APBD Papua Barat tahun 2011 sebesar 22 miliar
rupiah. Di antara yang divonis termasuk Ketua DPRD Papua Barat, Yohan Yosep
Auri.
Menurut
Ketua Majelis Hakim, Khairul Fuad, para terdakwa dinyatakan terbukti bersalah
melakukan tindak pidana korupsi dengan penyalahgunaan wewenang yang
menyebabkan kerugian negara.
Majelis
Hakim mendakwa seluruh wakil rakyat Papua Barat yang berjumlah 42 orang
menikmati korupsi antara 450 juta dan 1, 7 miliar rupiah. Uang tersebut
mereka gunakan mengontrak rumah serta membeli mobil pribadi.
Seluruh
wakil rakyat yang berjumlah 42 orang dikenai Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 yang
telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dana
22 miliar seharusnya digunakan PT Papua Domerai Mandiri untuk menambah modal
agar pendapatan daerah naik. Namun, dana itu dipinjamkan ke DPRD sehingga
tidak bisa digunakan perusahaan.
Perasaan
pesimistis tengah melanda mayoritas rakyat. Tindak pidana korupsi sungguh
masif terjadi. Miris juga, pelaku korupsi ada pada lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif.
Tiga
lembaga Trias Politica di Indonesia berlumpur, kotor oleh tindak pidana
korupsi. Mereka tidak bertanggung jawab, mementingkan diri sendiri,
memperkaya diri bukan dengan bekerja keras melayani rakyat. Mereka "ongkang-ongkang"
kaki, berharap uang jutaan rupiah mengalir masuk kantong pribadi.
Para
pejabat yang berhati kotor tega melakukan berbagai pelanggaran yang merugikan
negara dan rakyat dalam bentuk korupsi harta kekayaan negara.
Para
koruptor lupa, di tengah-tengah rakyat masih puluhan juta rakyat terbelunggu
kemiskinan, kemelaratan, ketelantaran yang menistakan. Ironis, justru oknum
pejabat serta wakil rakyat mengetahui dengan baik kondisi rakyat miskin di
sekitar mereka, tapi tidak sungkan berkorupsi
Pejabat
serta wakil rakyat yang berhati kotor, pura-pura lupa. Di mana jiwa
nasionalisme mereka? Pelaku tindak pidana korupsi jelas berjiwa anasionalisme
sebab kepentingan nasional/rakyat diabaikan.
Dalam
benak serta perilaku koruptor hanyalah kepentingan "aku", pribadi,
keluarga golongan, dan koncoisme. Mereka hipokrit, tidak satu kata dengan
perbuatan. Perilaku pejabat dan wakil rakyat yang bekerja dalam kendali penuh
hawa nafsu demi kepentingan pribadi, jelas merupakan manusia anti-integratif.
Bila
berpidato mereka berapi-api atau berbicara menggunakan kalimat bombastis.
Mereka katakan "semua demi rakyat" atau "saya memperjuangkan
aspirasi rakyat". Yang dipraktikkan, berbalik 180 derajat. Realitas ini
sekarang dipertontonkan wakil rakyat di Papua Barat.
Keinginan
rakyat sebetulnya sederhana agar wakil rakyat berperilaku sesuai nafas
masyarakat. Ada nafas nasionalisme. Ketika berkuasa memperjuangkan kebutuhan
rakyat.
Wakil
rakyat seharusnya mengeliminasi permasalahan yang membelenggu warga. Jika
wakil rakyat memiliki napas nasionalisme, tidak ada yang sulit dicapai.
Rakyat pasti akan selalu mendukung wakilnya di lembaga legislatif, sampai
kapan pun.
Nasionalisme
Perspektif
vista historis mengingatkan memihak rakyat tetap relevan hingga kini. Nilai
kerakyatan mementingkan masyarakat. Nasionalisme merupakan modal sosial yang
memiliki daya ungkit luar biasa untuk membawa suatu bangsa berjaya. Dalam
jargon, nasionalisme menuju "Indonesia Raya" yang gemah ripah loh
jinawi, ayem aman tentrem kertoraharjo.
Bangsa
Jepang dengan bushido yang tertanam dalam benak setiap individu Membuat
Negeri Matahari Terbit itu mencapai peradaban gemilang masa kini. Kini,
Jepang menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia.
Nilai
puritanisme etika Protestan yang berlandaskan pada filosofi hidup "hemat
dan bekerja keras" menjadi anutan bangsa Eropa Barat dan Amerika
Serikat, sehingga maju seperti sekarang.
Seharusnya,
waktu lima tahun dijadikan saluran suara hati rakyat. Kepentingan rakyat
harus diperjuangkan. Jumlah 42 wakil rakyat Papua Barat seharusnya memiliki
tenggang rasa besar. Jangan sedikit pun melupakan sebagian besar rakyat Papua
Barat yang masih terbelenggu kemiskinan. Mereka memerlukan akselerasi
pembangunan.
DPRD
harus melakukan tugas dengan benar dan baik seperti pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan, keputusan
kepala daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah, kebijakan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama
internasional di daerah.
Korupsi
jelas bertentangan dengan tugas dan wewenang sebagai wakil rakyat. Provinsi
Papua, Papua Barat, dan Maluku merupakan wilayah dengan persentase penduduk
miskin terbesar. Khusus Papua dan Papua Barat persentase penduduk miskin
mencapai 30,66 persen dan 27,04 persen.
Tanah
Papua kaya raya dengan sumber daya alam. Banyak pendatang menyerbu untuk
tinggal dan mencari nafkah. Tanah Papua begitu diminati pendatang yang ingin
bekerja, menapaki kehidupan lebih baik. Dampaknya, jumlah penduduk di tanah
Papua terus bertambah. Pendatang berharap kelak meraih kehidupan lebih
sejahtera.
Jumlah
penduduk Provinsi Papua dan Papua Barat sekitar 3,5 juta. Penduduk asli Papua
sebanyak 52 persen. Tahun 2010 khusus Provinsi Papua Barat, jumlah
penduduknya 760.422 jiwa. Yang tinggal di perkotaan 227.763 jiwa (29,95
persen) dan di perkampungan 532.659 jiwa (70,05 persen).
Wakil
rakyat di Papua Barat harus membaca data kependudukan itu dengan teliti, di
mana jumlah pendatang hampir sama dengan penduduk asli yang sebagian besar
tinggal di perdesaan dan miskin. Pendatang kebanyakan berada pada tingkat
kehidupan dan kesejahteraan lebih baik.
Pada
titik ini, wakil rakyat Papua Barat tidak elok korupsi, sementara penduduk
asli miskin. Seharusnya, DPRD justru memberi perhatian lebih besar, bukan
korupsi yang dibesar-besarkan.
Wakil
rakyat seharusnya prihatin melihat penduduk asli yang hanya menjual pinang
tiap hari di atas meja kecil di pasar. DPRD perlu segera membenahi dan
memfasilitasi lebih baik lagi jiwa berwirausaha pedagang sayur-mayur dan
buah-buahan asli tanah Papua karena hingga kini mereka hanya mampu menaruh
barang dagangan pada selembar koran atau tikar kumuh. Mengapa mereka malah
bersatu untuk korupsi ramai-ramai? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar