Menggerakkan
Solidaritas Sosial
Riyanto
; Relawan Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Alumnus
Universitas Jember
|
SUARA
KARYA, 24 Februari 2014
Setelah Gunung Sinabung meletus
lalu disusul Gunung Kelud, lantas gunung berapi apa lagi yang akan meletus di
Indonesia? Tentu, kita berharap bencana tak akan terjadi lagi di negeri ini.
Sebagai bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa kita juga wajib berdoa agar
terhindar dari bencana alam.
Namun, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), awal Februari 2014 telah menyatakan bahwa
terdapat 19 gunung api yang statusnya kini ditingkatkan menjadi 'Waspada'
atau pada level II sejak Minggu (2/2). Sementara itu ada 3 gunung berapi
dengan status 'Siaga' (level III). Kemungkinan-kemungkinan untuk terjadi
bencana gunung meletus masih sangat terbuka lebar.
Kondisi tersebut hendaknya
bukan hanya menjadi suatu peringatan agar kita selalu waspada menghadapi
bencana tapi juga menjadi pendorong untuk menggalang kesetiakawanan
(solidaritas) sosial. Kepedulian untuk menolong sesama perlu dibangkitkan
kembali. Tanpa ada solidaritas sosial yang kuat niscaya kita akan kesulitan
membantu korban bencana. Apalagi, kita sekarang berada dalam fase kritis
bencana alam. Sewaktu-waktu gunung berapi bisa meletus. Sementara itu bencana
alam lainnya seperti banjir dan tanah longor pun masih bisa terjadi. Bisa
dibayangkan betapa sulitnya kita melepaskan diri dari beban itu tanpa adanya
kepedulian dan cinta kasih yang kuat di antara sesama.
Pemerintah tak akan sanggup
bekerja sendirian tanpa bantuan masyarakat. Penanganan korban bencana letusan
Gunung Kelud yang masih banyak kelemahan menandakan bahwa pemerintah
membutuhkan bantuan semua komponen bangsa. Distribusi bantuan kepada korban
yang lambat dan tak merata adalah indikasi perlunya keterlibatan
kelompok-kelompok masyarakat yang lebih besar, baik secara kualitas maupun
kuantitas.
Potensi kestiakawanan sosial
masyarakat Indonesia sesungguhnya cukup besar. Hal itu dapat dilihat dari
beberapa fakta yang bisa kita pantau melalui laporan media massa. Bantuan
terus mengalir ke korban bencana alam baik melalui rekening yang dikelola
oleh media maupun sejumlah LSM atau yayasan.
Lembaga-lembaga sosial terus
bergerak menggalang bantuan masyarakat untuk korban bencana.
Kelompok-kelompok masyarakat secara spontanitas juga berpartisipasi
menggerakkan orang-orang untuk peduli kepada para korban. Singkatnya, hampir
semua komponen bangsa sudah terpanggil untuk meringankan beban masyarakat
yang tertimpa bencana.
Solidaritas sosial masyarakat
tersebut perlu disyukuri karena kepedulian adalah modal penting untuk
meringankan masyarakat yang sedang ditimpa kesulitan. Kita sudah selayaknya
mempertahankan kondisi tersebut agar jangan sampai luntur apalagi lenyap.
Kita perlu menggerakkan potensi kepedulian untuk menghadapi dampak bencana
alam yang kompleks.
Selanjutnya, secara masif
potensi-potensi itu harus dihimpun dan dikembangkan agar solidaritas sosial
itu bisa berkesinambungan. Semangat masyarakat untuk berbagi perlu terus
dihidupkan agar terus terjaga. Jangan sampai solidaritas sosial itu hanya
untuk sesaat saja. Lebih dari itu, solidaritas sosial bisa menjelma menjadi
modal sosial untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa tak berhenti pada
persoalan bencana alam saja.
Pemimpin formal seperti
gubernur dan bupati harus bergerak bukan dengan imbauan atau ajakan untuk
peduli tetapi dengan sikap yang mengedepankan sense of crisis. Mereka harus mengambil langkah terdepan untuk
menunjukkan kepeduliannya melalui tindakan nyata. Bagaimanapun pemimpin yang
memberi contoh langsung akan diikuti oleh masyarakat dibanding pemimpin yang
hanya pandai berorasi tanpa aksi.
Sebuah teladan dari seorang pemimpin sangat
efektif untuk menggerakkan solidaritas sosial. Masyarakat kini lebih menyukai
sosok pemimpin yang bisa menginspirasi dibanding pemimpin yang hanya bisa
menyuruh. Masyarakat mudah disentuh oleh sebuah keteladanan daripada oleh
sebuah perintah.
Peran sekolah juga sangat
strategis untuk menumbuhkan semangat solidaritas. Karakter peduli dan cinta
kasih bisa ditanamkan di sekolah. Para guru bisa menumbuhkan solidaritas
sosial siswa-siwanya melalui kegiatan belajar mengajar.
Mereka (para guru) dapat
memberi motivasi agar anak didiknya mau berpartisipasi membantu masyarakat
yang ditimpa bencana sekaligus memberi contoh langsung dengan mengumpulkan
sumbangan sukarela di sekolah-sekolah. Praktik langsung bisa dijakan media
siswa untuk belajar berbagi, belajar peduli, belajar mengembangkan empati.
Yang tak kalah pentingnya
adalah peran media. Peran media juga sangat dibutuhkan untuk menggalang
kepedulian masyarakat. Media bisa mengabarkan arti penting solidaritas di
tengah-tengah bencana. Media bisa mengabarkan bahwa para korban sangat
membutuhkan uluran tangan masyarakat. Selain itu, media juga bisa mengangkat
kisah-kisah derita korban bencana alam. Dengan demikian masyarakat akan
tergugah dan terpanggil untuk membantu. Simpati dan empati masyarakat akan
tumbuh dengan menyaksikan berita di media.
Contoh daerah yang berhasil
mengerakkan masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya sudah ada.
Cohtoh daerah yang sukses menggerakkan masyarakat agar kembali mengembangkan
budaya daerah juga telah ada. Kini sudah saatnya masyarakat perlu digerakkan
agar memiliki jiwa sosial. Solidaritas sosial sudah selayaknya menjadi
karakter dasar masyarakat Indonesia. Sebab, Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia telah menuntun kita untuk memperkuat solidaritas bangsa.
Harapan ke depan solidaritas
sosial ini bisa kita galang dari Sabang sampai Merauke. Selain itu, semoga
kesetiakawanan ini bisa menembus batas dan sekat suku, agama, ras, kelompok,
dan etnis. Sehingga, pada akhirnya solidaritas sosial ini ini benar-benar
menjadi aset nyata untuk menghadapi persoalan-persoalan bangsa yang kian hari
kian berat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar