Bersahabat
dengan Abu Vulkan
Bambang
Setiadi ; Pemilik Paten Nomor ID P0027212 tentang
Penyuburan Lahan Gambut dengan Abu Vulkan, Bekerja di BPPT
|
KOMPAS,
25 Februari 2014
ABU vulkan—seharusnya demikian
ditulis, bukan ”abu vulkanis”— yang disemburkan Gunung Kelud pada Kamis
malam, 13 Februari 2014, menebarkan cerita pilu tentang derita masyarakat
yang terimbas jutaan kubik meter abu ke hampir seluruh Pulau Jawa. Beberapa penduduk
meninggal karena abu vulkan itu mengganggu pernapasan, bahkan pencernaan.
Letusan Gunung Kelud melengkapi
rangkaian letusan yang sudah terjadi belakangan ini. Sebelumnya, Gunung
Sinabung di Sumatera meletus pada 30 Desember 2013 malam. Apabila ditarik
sedikit ke belakang, sebelum letusan kedua gunung itu, ada letusan Merapi
yang terjadi pada 26 Oktober 2010.
Kita adalah negara yang
”bertakhta” di atas jalur gunung api lingkar Pasifik dan lintas Asia. Di
dunia ini, hanya Indonesia yang memiliki 129 gunung api, jumlah terbesar atau
16 persen dari seluruh gunung api di planet ini.
Letusan gunung api, semburan
lava panas, gelontoran lava dingin, dan taburan abu vulkan adalah bagian
napas kehidupan Indonesia. Maka, kita harus bersahabat dengan gunung api, termasuk
produk utamanya ketika meletus, abu vulkan.
Membawa hikmah
Sikap bersahabat dengan abu
vulkan itu dimulai dengan kesadaran penuh bahwa di tengah musibah, betapa pun
besarnya, akibat tumpahan abu vulkan itu,
selalu ada hikmahnya.
Ahli-ahli kesuburan abu vulkan
di dunia, selama dua dekade terakhir memfokuskan riset terhadap kandungan
unsur hara pada abu vulkan. Kandungan sulfat tertinggi pada abu vulkan,
terendah pada sedimen (Park et al, 1988).
Muntahan Gunung Gamalama
berlebih unsur Al, Fe, K, Mg, Ca, Na, tetapi kekurangan N (Davis, 1989);
sebagai bahan amelioran, abu vulkan mempunyai kapasitas tukar kation
tertinggi (Blum dan Herbinger, 1989); penambahan N pada tanah abu vulkan
memberi hasil nyata (Krarup, 1991); penambahan kompos pada tanah abu vulkan
di Papua memberikan hasil terbaik (Preston, 1990).
Serapan boron (B) pada abu
vulkan jauh lebih tinggi daripada basalat dan aluminium (Hue, 1988); sebagian
besar abu vulkan adalah subur (Colmet, 1985); pada abu vulkan yang baru
dibentuk di Gunung Anak Krakatau, ditemukan Ca/Mg-humat yang tinggi (Higashe
et al, 1987); pencampuran pupuk buatan dan pupuk kandang pada abu vulkan
memengaruhi kehidupan mikrobia, biomasa, aktivitas enzim (Kanazawa, 1988).
Almarhum Prof Goeswono Soepardi
melakukan riset ketika Gunung Kelud meletus tahun 1990 dan menyimpulkan bahwa
unsur hara yang dihasilkan dari letusan Gunung Kelud tergolong baik.
Unsur mikro yang diperoleh
berjumlah banyak, yaitu Fe (74 ppm), Mn ( 23 ppm); Cu (12) dan Zn (74 ppm)
(Soepardi, 1990).
Bahan penyubur
Tahun 1996, ada pendekatan ”addition of the missing”, yaitu
menambahkan mineral yang kaya hara untuk lahan yang miskin mineral dan miskin
hara seperti lahan gambut.
Salah satunya dengan abu
vulkan, yang terbukti berhasil meningkatkan produksi tanaman pangan, tanaman
perkebunan, dan sayuran di lahan gambut (Setiadi, 1996).
Bahan penyubur dengan bahan
dasar abu vulkan itu disebut pugas. Uji pugas dilakukan di Rasau Jaya,
Kalimantan Barat; di Jangkang, Terentang, Kalbar; di Tebas, Sambas, Kalbar;
di Pekantua, Indragiri Hilir dan Muko Muko, Bengkulu; pada area gambut tebal
hemik dan fibrik.
Penelitian itu memberikan hasil
baik untuk tanaman pangan (jagung dan kedelai), tanaman perkebunan (kelapa
sawit dan hibrida), dan tanaman sayuran (tomat, cabai, dan pokcai).
Suatu kajian singkat (quick assessment) dilakukan Badan
Litbang Pertanian di daerah pasca-letusan Merapi 2010.
Hasilnya, pH abu vulkan
mendekati netral, mengandung Ca dan P tinggi serta logam berat rendah, sangat
bermanfaat untuk tanaman. Dipastikan abu vulkan dapat digunakan untuk
penyubur tanah.
Lahan yang terkena abu vulkan
Gunung Merapi menjadi lebih subur setelah terjadi pelapukan yang dipercepat
dengan pengadukan tanah dan diberi bahan organik.
Cara terbaik untuk memanfaatkan
tanah yang tertimbun abu vulkan adalah mengaduk abu vulkan dengan tanah yang
tertimbun.
Sahabat kita
Letusan gunung berapi berbeda
dampak dengan bencana lain, seperti gempa bumi ataupun banjir dan kekeringan.
Ada hikmah besar dari letusan, yaitu sebaran ”pupuk alami” yang diproduksi
gratis oleh alam.
Abu vulkan yang menutupi
permukaan Bumi itu akan disiram hujan, dibawa ikut aliran air, dan
disebarkan; atau langsung ke sungai dan dialirkan ke lahan-lahan yang
meningkatkan kesuburan lahan selama puluhan tahun.
Kita memang pilu dan waswas
melihat bencana letusan suatu gunung. Namun, itu adalah suatu risiko, seperti
orang Jepang berisiko dengan gempa dan orang Afrika berisiko dengan
kekeringan.
Kita berisiko menghadapi
kerusakan yang ditimbulkan oleh abu vulkan, tetapi hikmah kesuburan yang
dibawanya sering lupa kita syukuri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar