Kegagalan
Merpati
Aunur
Rofiq ; Ketua DPP PPP Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan,
Pebisnis
sektor Pertambangan dan Perkebunan
|
REPUBLIKA,
27 Februari 2014
Sungguh menyedihkan ketika
mendengar PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) menghentikan operasional
penerbangan sejak Sabtu, 1 Februari 2014 lalu. Pasalnya, Merpati gagal
mengelola manajemen operasionalnya sehingga me rembet pada kegagalan
mengelola likuiditas.
Tak terbangnya maskapai
milik pemerintah itu tidak hanya menimbulkan keprihatinan masyarakat, tetapi
juga dunia penerbangan. Persoalan operasional dan likuiditas yang menimpa
Merpati ini bukanlah persoalan baru. Bahkan, maskapai yang berlatar belakang
sejarah kuat bagi perkembangan transportasi di Indonesia ini sudah pernah
disuntik modal oleh pemerintah dan pergantian manajemen secara berulang.
Namun, PT Merpati Nusantara Airlines kembali lagi berada di ambang kebang
krutan.
Jika Merpati ingin kembali
terbang tinggi dan bersaing dengan maskapai lain, pemerintah harus
sungguh-sungguh menyelamatkan maskapai penerbangan BUMN ini. Setidaknya,
secara internal ada beberapa persoalan yang harus diatasi, di antaranya
mengurai kegagalan Merpati mengelola risiko operasional, likuiditas, dan
manajerial.
Pertama, dilihat dari sisi
operasional, ada satu pertanyaan penting yang bisa di ajukan. Mengapa Merpati
membiarkan secara berlarut ketidakmampuan menghasilkan pendapatan yang (minimal)
bisa menutup biaya operasional. Bahkan, Merpati sekian lama membiarkan biaya
operasional membengkak tanpa bisa ditutupi pendapatannya.
Setiap bulan
keuangan Merpati minus Rp 40 miliar. Pemasukan yang rata-rata Rp 140 miliar
tidak cukup untuk menutup biaya operasional yang mencapai Rp 180 miliar. Cara
yang dilakukan untuk menekan biaya operasional ternyata tidak memadai. Dengan
kondisi seperti ini, memakai hitungan apa pun Merpati sudah harus dinyatakan
bang krut.
Kedua, dilihat dari aspek
likuiditas, Merpati harus disehatkan secara neraca keuangan dan cashflow. Termasuk soal utang agar
lebih sehat. Besar utang Merpati akhir tahun 2013 sebesar Rp 6,7 triliun dan
hingga hingga Februari 2014 naik menjadi Rp 7,3 triliun. Sementara itu, aset
yang dimiliki perseroan saat ini hanya berkisar pada angka Rp 3 triliun.
Utang tersebut berasal dari
pemerintah dan BUMN dengan perincian utang ke BUMN Rp 2,7 triliun, utang
pajak Rp 873 miliar, utang ke swasta Rp 1,01 triliun, utang ke karyawan dan
dana pensiun Rp 282 miliar, serta utang ke pemerintah daerah sebesar Rp 62
miliar.
Sementara itu, selama ini
Merpati berkali-kali sudah diselamatkan. Pada tahun 2004 dan 2005, pemerintah
memberikan bantuan berupa penyertaan mo dal negara (PMN) kepada Merpati sebesar
Rp 75 miliar. Pada 2006, pemerintah kembali memberikan sebesar Rp 450 miliar
dan PMN. Pada 2008, pemerintah menyetujui suntikan modal Rp 300 miliar untuk
restrukturisasi sumber daya manusia, revitalisasi armada, relokasi operasi,
dan perbaikan aliran kas. Pada 2010, Merpati mendapat pesawat baru MA560
senilai Rp 2,3 triliun dari pemerintah. Kemudian pada 2011, pemerintah
menyuntikkan Rp 560 miliar dana PMN.
Ketiga, secara manajerial
Merpati ha rus keluar dari beberapa persoalan yang selama ini membelitnya,
seperti manajemen yang tidak kompak ataupun pembenahan kisruh di internal
perusahaan. Masalah ini harus diurai sebagai modal agar Merpati terbang
tinggi. Merpati harus kompak sebagai langkah penyelamatan.
Selama ini, pejabat baru
yang masuk ke Merpati selalu membawa ide-ide baru yang diyakini sebagai ide
paling tokcer. Padahal, Merpati sendiri sudah memiliki road map. Alhasil,
setiap ada pejabat baru, Merpati selalu memulai dari nol.
Apa bila strategi-strategi
yang tidak optimal digunakan, akan menyebabkan tingkat kinerja rendah. Sebuah
organisasi dengan koalisi manajerial yang kompleks dan tanpa tujuan-tujuan
yang jelas yang didefinisikan beroperasi tanpa orientasi produk-pasar yang
konsisten dan tunduk pada tekanan lingkungan akan semakin mengurangi tingkat
kinerja.
Untuk dapat bertahan,
Merpati harus tetap menjadi pasar yang stabil dan menawarkan serta mencoba
untuk melindungi lini produk yang terbatas untuk segmen yang sempit dari
pasar yang potensial. Strategi yang mengeksploitasi dan menemukan produk/jasa
dan peluang pasar baru diikuti pula dengan membuka akses dengan perusahaan
sejenis atau lain untuk bermitra dalam kerangka menciptakan produk/jasa yang
baru. Hal ini untuk mencoba meminimalkan risiko dan memaksimalkan peluang
untuk memperoleh laba.
Pemerintah dan Merpati juga
harus konsisten dalam kebijakan penyelamatan. Kebijakan penyehatan Merpati
harus konsisten, tidak bisa coba-coba. Selama ini tidak ada kebijakan
konsisten penyehatan Merpati. Ini sudah berlangsung sejak 2006. Padahal,
Merpati sudah ada perencanaannya.
PT Merpati Nusantara
Airlines harus fokus dalam penerapan rencana bisnis yang telah dibahas
bersama pemerintah. Begitu pula, maskapai penerbangan nasional itu harus
segera fokus menyelesaikan masalah utangnya.
Langkah bisnis
Merpati bisa fokus, misalnya
menjadikan maskapai penerbangan tersebut menjadi feeder maskapai penerbangan
Garuda Indonesia Air line khusus untuk rute ke kawasan timur Indonesia,
mengingat maskapai tersebut telah kalah bersaing di sektor penerbangan komersial.
Merpati berpotensi bangkit dengan menata manajemen dan fokus ke penerbangan
perintis ketimbang bersaing dengan maskapai kelas besar dalam penerbangan
rute internasional.
Ada beberapa opsi yang bisa
dilakukan untuk menyelamatkan Merpati, di antaranya adalah: membentuk anak
usaha baru, mencari mitra kerja sama operasi, memisahkan aset yang masih
bagus seperti Merpati Maintenance
Facility dan Merpati Training
Center, serta mengonversi utang menjadi saham. Dengan konversi utang
menjadi saham, posisi utang menjadi nol dan Merpati bisa menyusun rencana
bisnis yang lebih masuk akal. Selain itu, bisa menggandeng swasta untuk
menyuntikkan modal dan memperbaiki manajemen.
Langkah ini memang tidak
menarik bagi swasta karena kondisi utang Merpati yang menggunung. Namun,
langkah ini bisa menarik manakala dibentuk anak usaha baru yang menjadi mitra
swasta sehingga pihak swasta tidak terbebani utang Merpati. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar