Perjuangan
Indonesia Setelah COP 21 Paris
Wimar Witoelar ; Konsultan Komunikasi Ekonomi Hijau
|
KOMPAS,
06 Januari 2016
Lingkungan hidup
mungkin bukan isu yang paling menarik dan dianggap paling penting di
masyarakat, termasuk masyarakat internasional. Media massa pun memiliki
kecenderungan lebih tertarik mengulas isu tentang terorisme, pelanggaran hak
asasi manusia, krisis ekonomi, korupsi, dan isu-isu lain.
Padahal, isu
lingkungan hidup tidak kalah penting. Sebab ia berdampak terhadap seluruh
sektor, bahkan kelangsungan hidup semua makhluk.
Masih segar dalam
ingatan masyarakat Indonesia dan dunia, pada awal Oktober sampai November
2015, masalah kebakaran hutan dan lahan gambut di Indonesia yang terjadi
begitu besarnya sehingga mengakibatkan berbagai kerugian, baik materi maupun
nonmateri. Hal ini membuat kita sadar bahwa salah satu penyebabnya ialah
berbagai kesalahan kebijakan yang dibiarkan selama belasan tahun dan
pemerintah periode ini mengambil langkah besar untuk menghentikannya.
Di tingkat
internasional, ada bencana yang jauh lebih hebat lagi yang mengancam tidak
hanya satu-dua negara, tetapi seluruh dunia, yaitu perubahan iklim. Perubahan
iklim merupakan bencana yang begitu besar hingga dikatakan bisa mengancam
kelangsungan hidup umat manusia.
Meningkatnya suhu Bumi
2 derajat celsius berarti mencairnya sejumlah besar es di Kutub, yang dapat
menenggelamkan banyak pulau dan wilayah-wilayah pantai dunia. Hal ini berarti
hilangnya wilayah-wilayah tempat jutaan manusia tinggal, hilangnya keragaman
hayati, dan berbagai bencana lain.
Komitmen Indonesia
Bangsa Indonesia
sangat berkomitmen menghadapi perubahan iklim, termasuk dalam Konvensi
Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Konferensi Para Pihak (COP)
21 yang diselenggarakan di Paris, akhir tahun lalu. Bahkan, sebelum COP 21,
dalam Pertemuan Kepala Negara G20 di Turki, 15 November 2015, Presiden Joko
Widodo menyatakan dan mendorong setiap negara memberikan komitmen agar COP 21
berjalan sukses. Presiden Joko Widodo juga telah meminta negara-negara maju
memberi contoh dan dukungan, termasuk memobilisasi bantuan pendanaan bagi
negara berkembang, yaitu sejumlah 100 miliar dollar AS pada 2020.
Sebelum COP 21,
Indonesia sudah menegaskan komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca yang
memicu perubahan iklim dalam dokumen resmi Intended Nationally Determined Contribution (INDC). Dalam dokumen
resmi ini, yang telah diajukan ke UNFCCC COP 21, secara jelas tercantum
pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia dari business as usual sebesar 29
persen pada 2030 atau sebesar 41 persen jika dengan bantuan internasional.
Posisi Indonesia
kembali dikuatkan selama COP 21 berlangsung di Paris. Indonesia memahami
adanya berbagai kelompok negara dan kepentingan di COP 21. Perbedaan-perbedaan
yang wajar ada tersebut, jika tidak disikapi dengan bijak, bisa menjadi
ancaman bagi tercapainya kesepakatan. Itu semua karena Indonesia memosisikan
diri menjembatani perbedaan kelompok-kelompok negara dan kepentingan yang ada
tersebut.
Indonesia menjadi
jembatan perbedaan dan menyerukan kelompok-kelompok yang ada agar
berkontribusi nyata mencegah kenaikan suhu Bumi mencapai 2 derajat celsius.
Indonesia terutama menyeru negara-negara maju dalam aksi menghadapi perubahan
iklim dengan memobilisasi pendanaan dan transfer teknologi ramah lingkungan.
Penyelamatan
lingkungan yang diperjuangkan haruslah dalam kerangka yang tidak menghalangi
ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat. Ini juga prinsip yang ditempuh
Indonesia ketika berada di panggung COP 21. Ini bukan hanya impian belaka,
melainkan memang bisa dilakukan dengan skema-skema ekonomi berkelanjutan.
Bukan hanya bisa menempuh jalan ini,
Indonesia yang kaya akan hutan dan laut malahan memiliki potensi tinggi untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi lebih bagi rakyat kita dalam skema-skema
ekonomi berkelanjutan.
Dalam forum COP 21 di
Paris, Indonesia berhasil menjadi salah satu penerima dana penyelamatan hutan
di bawah payung Forest Carbon
Partnership Fund. Indonesia juga telah menjalin sejumlah kerja sama
bilateral yang menguntungkan berbagai sisi ekonomi Indonesia dengan beberapa
negara, antara lain Vietnam, Iran, Filipina, Kolombia, Papua Niugini, Peru,
Cile, Belanda, Serbia, Jepang, dan Norwegia.
Perjuangan bersama
COP 21 adalah
peristiwa besar bersama-sama umat manusia dalam mempertahankan kelangsungan
hidup. Kehadiran COP 21 diharapkan dapat menjadi forum solidaritas
kemanusiaan karena nasib Bumi dalam keadaan krisis.
Negara-negara di dunia
harus bersatu dalam penanganan perubahan iklim, mengingat kehidupan umat
manusia menjadi taruhan. Inilah sikap bangsa Indonesia sebagaimana
dikemukakan dalam COP 21. Kita sadari bersama bahwa perjuangan melawan
perubahan iklim tidaklah berakhir di COP 21.
Pekerjaan rumah bagi
Indonesia ke depan tentu sangat banyak.
Satu yang terpenting adalah bahwa Indonesia mesti menindaklanjuti
kesepakatan tersebut dengan mengomunikasikan dan menyosialisasikan kepada
publik. Hal itu diperlukan agar kebijakan dan program dapat mencapai sasaran
nasional dan global dalam menghadapi perubahan iklim.
Selanjutnya, Indonesia
tetap harus berada di garis terdepan dalam perjuangan melawan perubahan
iklim. Dan, kita berharap bahwa negara-negara lain di dunia terinspirasi dan
bersatu kokoh melawan perubahan iklim secara bersama-sama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar