Kegaduhan Blok Masela
Fahmy Radhi ; Dosen UGM; Mantan Anggota Tim Anti-Mafia
Migas
|
KORAN
SINDO, 21 Januari 2016
Kegaduhan akibat
pertentangan antara Menteri Energi dan Sumber Mineral (ESDM) Sudirman Said
versus Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli terjadi
lagi.
Kegaduhan kali ini
terjadi akibat pertentangan dalam pemilihan skema pengembangan Blok Masela,
ladang Gas Abadi yang terletak di Laut Arafuru Maluku. Awalnya Sudirman Said
sudah akan menetapkan pengembangan Blok Masela, dengan skema terapung di laut
(offshore), yang kemudian ditentang
keras oleh Rizal Ramli, dengan menawarkan skema pengembangan di darat (onshore) Kegaduhan Blok Masela semakin
menyeruak pada saat Pertamina mengajukan kepada Pemerintah untuk ikut
menggenggam 25% saham Blok Masela.
Adanya kegaduhan
tersebut menyebabkan hingga kini pengembangan Blok Masela belum juga diputuskan
oleh pemerintah. Ujung-ujungnya, keputusan pengembangan Blok Masela akhirnya
diserahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi.
Offshore versus Onshore
Pertentangan antara
Sudirman Said dan Rizal Ramli dalam pemilihan skema offshore atau onshore sebenarnya
menggunakan dasar pendekatan yang berbeda. Sudirman Said menggunakan
pendekatan perhitungan biaya investasi dan biaya operasi (investment and operational cost),
sedangkan Rizal Ramli menggunakan pendekatan multiplier effect sebagai acuannya.
Wajar kalau perbedaan
pendapat antara keduanya sulit untuk dikompromikan. Berdasarkan hasil kajian
yang dilakukan oleh Inpex, selaku operator Blok Masela, menyimpulkan bahwa
biaya pengembangan offshore lebih
murah ketimbang onshore. Biaya
investasi untuk offshore
diperkirakan sebesar USD14.8 miliar, sedangkan untuk onshore diperkirakan sebesar USD19.3 miliar.
Sedangkan untuk biaya
operasional offshore sebesar USD304
juta per tahun lebih kecil dibanding biaya operasional onshore yang mencapai USD356 juta per tahun. Kalau hanya
mendasarkan pada pendekatan biaya, pemilihan skema offshore memang lebih
murah biayanya dibanding skema onshore.
Hasil kajian konsorsium Perguruan Tinggi Indonesia dan Poten and Partner,
konsultan independen dari Amerika Serikat juga mendukung hasil kajian Inpex
bahwa skema offshore dinilai lebih
layak daripada skema onshore.
Bahkan Rizal Ramli
sendiri juga mengakui bahwa offshore lebih menarik lantaran invesment rate of return (IRR) bisa mencapai
15%, dengan potensi pendapatan negara sebesar USD43.8 miliar, dan penggunaan
teknologi yang lebih canggih. Meskipun demikian, Rizal Ramli tetap saja
bersikukuh bahwa pengembangan Blok Masela harus menggunakan skema onshore lantaran akan memberikan
multiplier effect dalam peningkatan kesejahteraan bagi rakyat Maluku.
Tanpa kajian mendalam,
Rizal Ramli berargumentasi bahwa pengembangan onshore dengan pembangunan kilang di darat akan memberikan
kontribusi multiplier effect dalam
pengembangan kota-kota di sekitar Blok Masela. Selain itu, pembangunan Kilang
di darat yang menggunakan pipa sepanjang 600 kilometer akan mendorong
penggunaan industri baja dalam negeri.
Sementara Sudirman
Said berkilah bahwa pengembangan offshore
akan mendorong industri perkapalan di Indonesia timur semakin berkembang,
sehingga mendukung penerapan visi Presiden Jokowi dalam pengembangan negara
maritim. Sementara pembangunan sektor hilir, pabrik pupuk dan petrokimia,
serta instalasi listrik, tetap dapat dilakukan, baik pada skema offshore, maupun onshore.
Untuk mengakhiri
perbedaan pendapat yang berkelanjutan di hadapan publik, Rizal Ramli dan
Sudirman Said harus duduk bersama untuk membicarakan dengan kepala dingin
terhadap pilihan antara skema offshore
atau onshore. Selain menyamakan
pendekatan yang digunakan, pertimbangan kepentingan rakyat sesuai dengan
konstitusi harus menjadi acuan utama dalam memutuskan pengembangan Blok
Masela.
Keterlibatan BUMD dan BUMN
Sebenarnya sangat
disayangkan bahwa pertentangan antara Sudirman Said dan Rizal Ramli terjebak
hanya pada pemilihan skema antara offshore
atau onshore dalam pengembangan
Blok Masela. Padahal ada substansi lain yang jauh lebih penting dan mendasar
untuk diputuskan, yakni keterlibatan BUMD dan BUMN sebagai manifestasi amanah
konstitusi dalam pengelolaan kekayaan alam di Indonesia.
Dalam rapat kabinet
terbatas Jokowi mengatakan bahwa pengembangan Blok Masela harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia, sesuai dengan konstitusi
Undang-Undang Dasar 1945. Menurut pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi: ”bumi,
air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Kalau mendasarkan pada
amanah konstitusi tersebut, pengelolaan Blok Masela seharusnya dikelola oleh
BUMN, yang 100% sahamnya dikuasai oleh Negara. Namun, faktanya saham Blok
Masela sepenuhnya dikuasai oleh Perusahaan Asing, Inpex Jepang menggenggam
saham mayoritas sebesar 65%, sisanya 35% dikuasai oleh Shell Amerika Serikat.
Sudirman Said maupun
Rizal Ramli tidak pernah menggunakan pendekatan konstitusi dalam perdebatan
mereka di depan publik. Tidak mengherankan kalau kedua menteri itu tidak
pernah sama sekali mempermasalahkan penguasaan perusahaan asing terhadap
kepemilikan sahan Blok Masela.
Bahkan kewajiban untuk
memberikan kepada daerah sebesar 10% sebagai kewajiban participating interest (PI) tidak dihiraukan. Demikian juga
dengan permintaan Pertamina untuk memiliki saham25% hampir tidak pernah
direspons oleh kedua menteri tersebut. Menteri ESDM hanya menyarankan kepada
Pertamina untuk masuk ke Blok Masela melalui kerja sama dengan BUMD dengan
memanfaatkan PI sebesar 10%.
Sesuai dengan arahan
Presiden Jokowi, seharusnya kedua menteri itu memperjuangkan 10% PI untuk
BUMD dan penguasaan saham 25% untuk Pertamina. Secara bertahap kepemilikan
saham oleh Pertamina harus ditingkatkan hingga mencapai saham mayoritas
minimal sebesar 51% melalui divestasi saham Blok Masela, yang dikuasai Inpex
dan Shell.
Keterlibatan Pertamina
dan BUMD, selain memenuhi arahan Presiden Jokowi, juga sesuai dengan amanah
konstitusi UUD 1945. Oleh karena itu, keputusan pengembangan Blok Masela
harus lebih mengedepankan keterlibatan BUMD dan Pertamina ketimbang keputusan
pemilihan skema antara offshore
atau onshore. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar