Mati Syahid atau Mati Terkutuk?
Media Zainul Bahri ; Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta; Alumni Alexander von Humboldt Stiftung pada Universitas
zu Köln, Jerman
|
KORAN
SINDO, 19 Januari 2016
Kaum teroris atau
beberapa kalangan menyebutnya sebagai “para pembunuh” meyakini bahwa mereka
adalah para syuhada jika mati dalam “perang suci” melawan musuh-musuh mereka.
Mati syahid adalah
kondisi kematian yang sangat mulia, setidaknya dalam tradisi agamaagama
Semitik karena kaum syuhada akan ditempatkan dalam derajat surga yang tinggi.
Dalam keyakinan kaum pembunuh, ketika mereka mati dalam aksi, akan disambut
seekor merpati cantik berwarna hijau; para pembunuh itu ditempatkan di
tembolok sang merpati, lalu terbang menuju surga yang tinggi.
Tapi, benarkah mereka
mati dalam keadaan syahid? Atau malah sebaliknya: mati secara terkutuk di
mata Tuhan? Kata syahid dalam bahasa Arab yang berarti “saksi” menurut David
Cook (2008) sesungguhnya berasal dari bahasa Suriah Kuno sahido yang bermakna
“saksi”. Menurut Quraish Shihab (1998), kata syahid yang terdiri dari huruf
syin, ha dan dal memiliki makna dasar “kehadiran”, “pengetahuan, informasi
dan kesaksian”.
Dalam Alquran, kata
Shihab, syahid menunjuk kepada sifat Allah, sifat para nabi, malaikat dan
umat Nabi Muhammad yang gugur di jalan Allah, yang menyaksikan kebenaran atas
makhluk Allah. Yang gugur dalam perang di jalan Allah dinamai syahid karena
para malaikat menyaksikan (menghadiri) kematiannya atau karena ia gugur di
bumi sedang bumi juga dinamai “syahidah“ sehingga yang gugur dinamai
“syahid“.
Menurut Shihab lebih
lanjut, berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 143 dan 283 serta Surah Al-Thalaq
ayat 2, Nabi Muhammad adalah syahid dan umatnya adalah syuhada, namun
pengertian syahid dalam ketiga ayat itu adalah “teladan” dalam arti kaum
muslim pengikut Muhammad harus menjadi syuhada atau teladan-teladan kebajikan
bagi umat lain dan Nabi Muhammad adalah “teladan tertinggi” bagi umatnya.
Jika Allah memiliki
nama Al- Syahid, apakah Allah juga memiliki nama sang pembunuh (Al- Qatil)?
Tentu saja tidak! Apakah Allah melalui kitab-kitab suci yang diturunkan mau
mengembangkan kehidupan dan kesejahteraan atau malah memiliki semangat untuk
kehancuran dan kebinasaan makhluk-makhluk- Nya? Ada banyak ayat dalam Quran
yang menghardik manusia untuk tidak merusak kehidupan dan membunuh jiwa-jiwa
karena hidup adalah mulia.
Bahkan, ketika
malaikat protes, “Apakah Engkau akan menciptakan spesies makhluk yang gemar
membunuh,” Tuhan langsung merespons, “Hei! Aku lebih tahu dari kamu! (spesies
yang baru ini tidak begitu semuanya)!” Nabi Muhammad juga disebut syahid
meskipun tidak mati syahid dalam perang. Selama masa kenabiannya, Nabi
Muhammad tidak pernah melakukan tindakan “kriminal kenabian” seperti
memancung kepala, memotong tangan, atau membunuh secara keji.
Tidak semata melarang
pembunuhan terhadap kaum sipil, tokoh agama, musuh yang sudah menyerah atau lari
dalam keadaan tidak melawan, bahkan nabi melarang memetik buah yang masih
mentah dan bunga yang sedang mekar. Nabi sangat humanis, karena itu ia
disebut alsyahid : sang teladan. Lalu, para teroris-pembunuh itu mau
meneladani siapa?
Soal peperangan Nabi,
saya masihpercaya dengan pandangan Husain Haykal dalam karya klasiknya,
Hayatu Muhammad (1932). Bagi Haykal, Nabi dan kaum muslim perdana berperang
bukan untuk menaklukkan atau menjajah, melainkan untuk mempertahankan
keyakinan (akidah) ketika mereka diancam, diintimidasi, disiksa, dan dibunuh
oleh kaum Arab.
Selain bersifat
defensif (bukan ofensif apalagi agresif) dalam tiap peperangan, Nabi tidak
pernah memaksa musuh-musuhnya untuk memeluk Islam karena memang tidak ada
paksaan dalam agama (la ikraha fid-din). Karena itu, Haykal mengkritik
Washington Irving, seorang sejarawan Amerika kenamaan yang pernah menulis
biografi Nabi.
Tulisan Irving itu di
satu sisi bagus dan objektif, tetapi di sisi lain menurut Haykal tampak
bernada sinis, intoleran, dan penuh prasangka terhadap Islam. Atas nama
Kristen, Irving “menuduh” Islam. Irving mengutip sebuah ayat dalam Perjanjian
Baru “siapa menggunakan pedang akan binasa oleh pedang” ketika menulis bahwa
salah satu watak Islam adalah perang!
Menurut Haykal, jika
menelaah sejarah Nabi secara benar, pernyataan Iriving itu adalah keliru dan
salah alamat. Justru Eropa yang Kristen yang suka menjajah (negeri-negeri
Timur) dan melakukan Kristenisasi dengan pedang dan peluru. Bagi Haykal,
Islam tidak pernah menggunakan pedang dan karena itu tak akan binasa oleh
pedang.
Menjadi jelas, perang
ala nabi berdasar titik pijak “mempertahankan akidah” ketika keyakinan suci
itu mau dilarang dan dibungkam. Jika diusir dan diperangi karena akidahnya
dan seorang muslim harus meninggal karena melawan, insya Allah itulah mati
syahid. Pertanyaannya: apakah pemerintah negeri-negeri Barat yang memerangi
Al-Qaeda, Taliban dan ISIS di negeri-negeri kaum muslim untuk mengintimidasi
keyakinan(akidah) kaummuslim atau semata mau mencari bala tentara
organisasi-organisasi radikal Islam tersebut?
Jika katanya mau
membalas atasmasyarakat sipilmuslimyang mati karena peluru tentara Barat,
maka alamatkanlah dendam itu kepada para tentara pasukan Barat. Begitucara
perang ala Nabi, face to face. Bukan dengan membabi- buta membunuh masyarakat
sipil yang tak berdosa. Sekali lagi, cara perang ala Nabi adalah dengan
mengharamkan membunuh masyarakat sipil dan merusak tempat ibadah.
Apalagi, satu
kenyataan yang tak bisa dibantah adalah kaum muslim di Eropa terus meng-alami
perkembangan dan musala-musala serta masjid besar terus bertambah. Eropa,
terutama Jerman, Belanda, dan Inggris, memberi kebebasan penuh kaum muslim
untuk berkeyakinan dan beribadah (di tempat-tempat ibadah yang telah
dibangun).
Kata syahid juga
disematkan kepada orang-orang suci dalam tradisi Islam seperti kaum sufi dan
para wali. Mereka menjadi “teladan” dan “saksi” bagi semua perbuatan umat
manusia dan kaum muslim khususnya. Terkait dengan terminologi syahid, KH
Mujib, seorang kiai dan orator ulung dari Surabaya, membuat pengakuan yang
mengejutkan mengenai kewalian Kiai Asad Syamsul Arifin, seorang tokoh besar
Nahdlatul Ulama.
Menurut Mujib dalam
acara haul Kiai Asad, hampir 20 tahun ia menjadi murid Kiai Asad, tetapi
sosok sang kiai tetap misterius; laksana samudra tak bertepi, semakin
didekati semakin tak kelihatan. Akhirnya pada suatu musim haji, Kiai Mujib
mendapat “informasi” dari seorang ulama di Kota Madinah.
Ketika berjumpa di
Jawa Timur sepulang haji, di depan Kiai Asad, Kiai Mujib membacakan ayat “Fa
kayfa idza jina min kulli ummatin bi syahidin wa jina bika ala haulai syahida
(Maka bagaimanakah [keadaan orang kafir] jika Kami mendatangkan seorang saksi
dari tiap umat dan Kami mendatangkan engkau [Muhammad] sebagai saksi atas
mereka).”
Mendengar ayat ini,
sontak Kiai Asad menangis sejadi- jadinya karenajatidirinya
sebagaiwaliyullahdiketahui orang. Sebagai syahid, bagaimana akhlak para wali?
Apakah suka membuat teror, menyakiti manusia atau suka mengobarkan semangat
kebencian, permusuhan dan pembunuhan terhadap manusia? Aduhai, jangankan
terhadap manusia, akan binatang saja para wali-sufi itu memiliki akhlak yang
mulia. Jikapun berdakwah pastilah dakwah mereka dengan cara yang lembut dan
santun.
Pemahaman syahid di
atas sulit dipraktikkan, mungkin juga sulit dicerna, oleh kaum teroris yang
hidup di negaranegara yang penuh konflik. Menurut Komaruddin Hidayat
(28/11/2015), tidak sedikit kaum jihadis itu mulanya adalah preman jalanan
musuh polisi. Kini mereka berbalik menjadi pasukan perang suci di medan juang
global.
Perang di jalan Tuhan,
selain sebagai penebusan dosa masa lalu, juga jika mati masuk surga,
dibandingkan mengharap insentif jabatan dunia yang tidak mungkin diraih
karena kondisi negaranya yang kacau. Namun tetap saja, pertempuran itu bukan
perang suci! Apalagi yang dibunuh adalah sesama muslim.
Karena itu, tindakan
teror, bunuh diri dan membunuh atas nama syahid (martir)—apalagi dalam
situasi normal dan aman seperti di tanah air—tidak memiliki (kesahihan)
landasan teologis sedikit pun seperti telah dijelaskan di atas. Para tokoh
agama—yang mendalam pengetahuan keagamaannya selalu mengingatkan: alih-alih
mati syahid, jangan-jangan kaum teroris-pembunuh itu mati secara terkutuk! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar