Akuntabilitas Kementerian
Miftah Thoha ; Guru
Besar Ilmu Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada
|
KOMPAS, 29 Januari
2016
Baru-baru ini, dengan alasan melakukan
akuntabilitas publik, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
melakukan evaluasi kinerja kementerian dan lembaga-lembaga negara lainnya. Hasil
evaluasi ini menggegerkan, membuat gaduh publik, karena bertendensi politis,
dan bukan aspirasi publik yang obyektif dan netral. Dalam suasana menjelang
perombakan kabinet, evaluasi yang dilakukan mengandung aspirasi politik
terselubung. Kritik pun bermunculan. Benarkah dengan alasan akuntabilitas
publik Menpan-RB melakukan tindakan yang menyalahi adat kebiasaan selama ini?
Selama ini publik belum pernah tahu bahwa Menpan-RB
memiliki kewenangan mengevaluasi kinerja para menteri seperti kali ini
terjadi. Rakyat hanya tahu bahwa kementerian ini melakukan kewenangan
melampau kewenangan presidennya. Evaluasi kinerja para menteri bertendensi
ada kemungkinan hasilnya bahwa nanti ada kementerian yang kinerjanyatidak
baik dan akan diganti oleh Presiden.
Dulu, ketika kementerian ini didirikan pada
Pemerintahan Orde Lama, awalnya memang kewenangannya untuk melakukan retooling aparatur
negara yang berseberangan dengan kemauan pemerintah. Sekarang, kementerian
ini berwenang bukan untuk itu, melainkan melakukan pendayagunaan aparatur
negara: mengupayakan agar terwujudnya tata kepemerintahan yang baik. Untuk
para aparatur yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah, waktu itu
kementerian ini yang berwenang mencopotnya. Sekarang, menjelang perombakan
kabinet, kementerian ini jangan cari muka melakukan evaluasi kinerja teman
kerjanya sesama kementerian terkait siapa yang patut di-retool.
Tugas dan tanggung jawab Kementerian PAN dan
RB inisekarang tekanannya untuk memberdayakan kinerja aparatur negara dan
melakukan reformasi birokrasi pemerintah. Jadi, kalau sekarang kementerian
inimelakukan evaluasi kinerja akuntabilitas publik lembaga-lembaga negara,
termasuk kementerian negara, bukankah ini upaya mengulangi cara-cara Orde
Lama menggeser institusi dan pejabatnya yang sama sekali tak berdasarkan
kepentingan publik, melainkan kepentingansubyektif politik tertentu. Dengan
alasan pembenaran apa pun, termasuk menggunakan landasan peraturan
perundangan yang ada, yang dilakukan Menpan-RB akan banyak mengundang
kritikan karena di luar kebiasaan dan di luar aspirasi serta kepentingan
publik.
Dewasa ini, banyak tugas kementerian ini yang
ditunggu-tunggu realisasinya oleh publik. Tugas memberdayakan aparatur negara
atau pemerintah bukan main besar, kompleks, dan mulia. Meningkatkan
kompetensi, keahlian, dan profesionalisme kinerja aparatur yang dinilai
kurang atau tak mampu bersaing dengan kemampuan aparatur nonpemerintah tidak
akan ada henti dilakukan. Namun, wujud daritugas dan kewenangan ini justru
kurang mendapat perhatian kementerian ini.
Upaya perbaikan pelayanan publik oleh aparatur
pemerintah masih tergolong kalah bersaing kinerjanya. Tugas melakukan
reformasi birokrasi pemerintah sampai sekarang ditunggu-tunggu apa hasilnya.
Reformasi birokrasi seharusnya berdampak semakin efektif dan efisien tata
laksana manajemen pemerintahan. Organisasi lembaga pemerintahan—terutama
organisasi kementerian—semakin hari kian besar dan tumpang-tindih dan tidak
ramping, menyulitkan koordinasi dan memakandana anggaran yang banyak. Menurut
pengakuan Menpan-RB, APBN kita ini digunakan membiayai kepegawaian sebanyak
60-70 persen. Karena itu, perlu ada upaya rasionalisasi kepegawaian.
Jumlah pegawai yang banyak, yang memakan
banyak anggaran itu, disebabkan tak adanya evaluasi struktur dan jumlah
organisasi lembaga birokrasi kementerian yang besar. Organisasi yang besar
perlu jumlah pegawai tidak sedikit. Rasionalisasi kepegawaian bukan upaya
reformasi birokrasi, melainkan justru akan menimbulkan masalah baru. Tamatan
perguruan tinggi makin banyak, mau dibawa ke mana mereka kalau pemerintah tak
membuka kesempatan kerja, sementara lapangan kerja non-pemerintah belum
memberikan harapan bagi mereka? Dua tugas pokok kementerian ini sepertinya
belum membuahkan hasil yang diharapkan sesuai aspirasi publik. Tiba-tiba kita
dikejutkan oleh upaya kementerian ini melakukan tugas-tugas di luar tugas
pokoknya.
Akuntabilitas kinerja
UU Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
implementasinya memerlukan tindak lanjut membutuhkan kesiapan dan kerja keras
kementerian ini. Bagaimana tindak lanjut dikeluarkannya kebijakan realisasi
UU ini? Peraturan-peraturan pemerintah yang harus dirumuskan dan dibuat
kementerian ini sangat ditunggu supaya UU ASN bisa segera efektif
dilaksanakan.
Salah satu ketentuan UU ASN tentang tindak
lanjut netralitas birokrasi pemerintah terhadap intervensi politiksistem dan
aturan main harus segera diberlakukan. Netralitas birokrasi pemerintah dari
intervensi politik dari zaman dahulu sampai kini yang belum pernah tuntas
mestinya dituntaskan oleh kementerian ini. Bukan hanya dengan pernyataan
Menpan-RB bahwa PNS yang terlibat kampanye pemilu kepala daerah akan mendapat
sanksi tegas.
Dalam UU ASN ditentukan jenis kepegawaian
nanti ada pegawai tetap PNS atau pegawai pemerintah didasarkan atas
perjanjian atau kontrak (PPPK). Ketentuan pelaksana jenis kepegawaian ini
belum ada, tiba-tiba Menpan-RB melakukan evaluasi rasionalisasi PNS dan bakal
tidak menerima calon PNS dari jalur umum.
Selain itu, UU ASN menetapkan bahwa ASN itu
merupakan jenis jabatan profesi. Bagaimana ketentuan hukum jabatan profesi
bagi ASN ini masih ditunggu masyarakat. Banyak tugas yang harus dikerjakan Kementerian
PAN dan RB ini, tetapi sepertinya tugas semacam itu tidak menarik dan
merangsang politik yang diembannya.
Selain itu, mari kita lihat evaluasi kinerja
yang dilakukan kementerian ini. Menurut pernyataan publik Menpan-RB,
akuntabilitas kinerja kementeriannya lebih bagus ketimbang sejumlah
kementerian lain. Di dalam ilmu administrasi negara/publik dikenal istilah
akuntabilitas kinerja selain akuntabilitas publik, yakni suatu upaya
mempertanggungjawabkan pelaksanaankewajiban, wewenang, tugas, dan aktivitas
yang dibebankan atau diterima dari pejabat atasan kepada staf atau
bawahannya. Dalam istilah struktur organisasi birokrasi, akuntabilitas
kinerja merupakan pertanggungan jawab hierarkis dari bawahan ke atasannya.
Hal ini berarti akuntabilitas kinerja secara otomatis dilakukan secara rutin
di dalam tiap organisasi pemerintah, tak perlu dilakukan oleh atau atas
inisiatif lembaga organisasi lain. Istilah akuntabilitas kinerja itu dikenal
pula istilah lain, yang acap kali dipergunakan dalam kosakata administrasi
negara, yakni responsibilitas kinerja.
Dengan demikian, setiap kementerian negara
otomatis mempunyai kewajiban melakukan responsibilitas atau akuntabilitas
kinerja masing-masing dari aparatur di bawah sampai ke pucuk pimpinan tanpa
harus menunggu inisiatif Menpan-RB. Dengan kata lain, kementerian ini bukan
pada tempatnya melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja kementerian lain
selain kementeriannya sendiri. Tugas dan kewenangannya sendiri belum banyak
dikerjakan, tetapi sudah mengerjakan evaluasi kinerja kementerian lain.
Akuntabilitas publik
Di dalam sistem tata kepemerintahan yang
demokratis, landasan keabsahan kebijakan pemerintahan itu harus didasarkan
pada aspirasi kepentingan publik, bukan semata-mata pada kekuasaan pejabat.
Oleh karena itu, ilmu administrasi publik orientasi pelaksanaan kinerjanya
tak bisa dipisahkan dari memperhitungkan kepentingan dan aspirasi publik
Akuntabilitas publik berbeda dengan
akuntabilitas kinerja. Akuntabilitas kinerja, pertanggungjawabannya dilakukan
ke dalam organisasi mengikuti jalur hierarki, sementara akuntabilitas publik
dilakukan keluar ke arah publik (rakyat). Hal ini karena pada hakikatnya
pemerintahan suatu negara dibentuk berdasarkan kemauan dan kepentingan
seluruh rakyat di suatu negara tertentu. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Maka, pejabat-pejabat administrasi pemerintahan yang mendapatkan
kepercayaan rakyat mempunyai tanggung jawab kepada rakyat. Dengan kata lain,
rakyat mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah atas kinerjanya,
apakah sudah sesuai aspirasi rakyat atau justru sebaliknya.
Dengan landasan pemikiran seperti itu, mari
kita coba analisis akuntabilitas publik yang digunakan Menpan-RB mengevaluasi
lembaga-lembaga negara, termasuk kementerian negara di kabinet presidensial
kita. Ada dua hal pokok yang dilupakan Menpan-RB. Pertama, wewenang melakukan
evaluasi kinerja lembaga kementerian dan lainnya dalam kabinet presidensial
bukan kewenangan menteri, tetapi merupakan kewenangan presiden. Walau dengan
alasan evaluasi yang dilakukan itu telah berdasarkan perundangan yang
berlaku, ia tetap harus ditolak karena dalam pemerintahan
presidensial—berdasarkan konstitusi kita—kewenangan itu berada di tangan
Presiden. Dengan demikian, evaluasi kementerian seperti yang dilakukan Menpan-RB
tidak sesuai konstitusi kita.
Hal kedua yang dilupakan Menpan-RB adalah
penggunaan alasan akuntabilitas publik yang meninggalkan kepentingan publik.
Jika akuntabilitas publik yang digunakan, makayang melakukan evaluasi itu
bukan Menpan-RB atau bersumber dari aspirasi (mungkin politik) Menpan-RB,
melainkan dari aspirasi publik. Bisa saja aspirasi publik itu oleh
publikdipercayakan kepada lembaga akademis ilmiah yang netral, misalnya dari
universitas atau lembaga swadaya masyarakat.
Kegaduhan politik akhir-akhir ini, selain
barangkali didorong oleh upaya Presiden melakukan perombakan kabinet sehingga
banyak partai politik ingin bergabung ke pemerintah memperoleh jatah memimpin
kementerian, juga barangkali yang amat menonjol karena profesionalisme dan
kemampuan para menteri yang tidak sesuai jabatan yang diembannya. Oleh karena
itu, situasi seperti ini sangat bergantung pada kepiawaian dan kepemimpinan
Presiden menentukan orang-orang yang tepat pada posisi yang tepat, bukan
didasarkan semata-mata karena dorongan keinginan dari partai politik yang
berminat bergabung dengan pemerintah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar