Peluang Meraih Juara
M Clara Wresti ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS, 30 Januari
2016
Pada pekan lalu, Indonesia menyabet tiga
penghargaan di ASEAN Tourism
Association di Manila, Filipina. Sebelumnya Indonesia juga mendapatkan
penghargaan di forum internasional yang paling bergengsi di pariwisata, United Nation World Tourism Organization,
badan PBB yang mengurus pariwisata. Dalam ajang yang digelar di Madrid,
Spanyol, ini, Indonesia mendapatkan tiga penghargaan.
Peristiwa menggembirakan ini tentu saja
menjadi kompor penyemangat bagi pegiat pariwisata Indonesia. Pasalnya, dalam
kedua ajang internasional ini, Indonesia berhasil mengalahkan Malaysia.
Malaysia menjadi pembanding karena menjadi pesaing utama dalam menarik
wisatawan mancanegara ke kawasan Asia Tenggara.
Bahkan untuk wisata halal yang digelar di Abu
Dhabi, Uni Emirat Arab, Indonesia juga mendapatkan penghargaan untuk wisata
ke Lombok dan Hotel Sofyan. Sementara Malaysia tidak berhasil menyabet
penghargaan wisata halal ini.
Bisa mengalahkan Malaysia memang merupakan
"sesuatu" bagi Indonesia, terutama bagi Menteri Pariwisata Arief
Yahya. Bukan apa-apa, Malaysia, yang penduduk, luas wilayah, dan
keanekaragaman budayanya kalah dari Indonesia, berhasil menggaet wisatawan
mancanegara dengan jumlah yang jauh lebih besar daripada Indonesia.
Pada tahun lalu, jumlah wisatawan asing yang
datang ke Indonesia hanya sekitar 10 juta orang. Sementara wisatawan
mancanegara yang datang ke Malaysia mencapai 27 juta orang.
Keberhasilan Malaysia menggaet wisatawan
mancanegara tersebut antara lain karena Malaysia berhasil memberi mereka (branding)
pariwisatanya dengan Truly Asia. Kebijakan bebas visa yang diberikan kepada
sejumlah negara semakin menjadi daya dorong bagi wisatawan mancanegara datang
ke Malaysia.
Bagi Indonesia, kondisi wisatawan mancanegara
ke Malaysia ini menyesakkan. Ibaratnya kita memiliki mangga harum manis,
tetapi tidak membuat brand atau citra bagus atas mangga itu.
Kita menjual mangga tersebut apa adanya. Sementara tetangga kita yang
memiliki mangga yang rasanya masam, tetapi mengemas mangga itu dengan
tulisan truly mango dan memperkenalkannya ke banyak
konsumen.
Yang dilakukan Malaysia telah membuktikan,
pentingnya merek, pencitraan, dan promosi yang masif. Apa pun kualitas produk
yang ditawarkan, apabila dikemas dan dipromosikan dengan baik dan gencar,
produk itu yang akan dipilih.
Kini, Indonesia telah menyabet banyak
penghargaan internasional. Bahkan dalam Competitiveness
Index di Forum Ekonomi Dunia (WEF), Indonesia naik dari yang semula tak
ada peringkat menjadi peringkat ke-47. Sementara peringkat Malaysia
bertengger di posisi ke-96 dunia. Keberhasilan ini bisa menjadi modal untuk
terus mendorong maju pariwisata Indonesia. Apalagi Presiden Joko Widodo telah
menargetkan untuk bisa mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara pada tahun
2019. Kehadiran 20 juta wisatawan mancanegara ini diharapkan bisa
mendatangkan devisa 20 miliar dollar AS.
Penghargaan yang telah diraih tersebut harus
bisa membuat kita semakin percaya diri. Kita mampu memberikan kualitas
layanan dan atraksi yang tidak kalah dari negara lain. Potensi pariwisata
Indonesia juga sangat bagus dan banyak dari potensi itu yang tidak dimiliki
negara lain.
Penghargaan tersebut juga harus menjadi pecut
bagi pegiat wisata untuk membuktikan, Indonesia bukan hanya Bali. Ada banyak
tujuan wisata yang bisa dieksplorasi di Indonesia. Bahkan kini kita memiliki
10 destinasi unggulan yang akan menjadi 10 "Bali baru", yakni Toba,
Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Pulau Seribu (Jakarta),
Borobudur (Jawa Tengah), Bromo (Jawa Timur), Mandalika (Lombok), Labuan Bajo
(Nusa Tenggara Timur), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku
Utara).
Kerja keras untuk terus mempertajam merek
Pesona Indonesia atau Wonderful Indonesia harus terus dilakukan. Promosi
kepada beragam kalangan di seluruh dunia juga tidak boleh berhenti. Di
samping terus menjaga dan meningkatkan kualitas layanan wisata.
Yang juga tidak kalah penting adalah
kekompakan di seluruh pemangku kepentingan pariwisata, baik dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah, pegiat pariwisata, maupun masyarakat. Jangan ada
lagi ego sektoral yang justru akan membuat pariwisata tertinggal di belakang.
Jika ini semua sudah dilakukan, tidak diragukan lagi tentu Indonesia yang
menjadi juaranya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar