Mengapa Rickover dan Pertamina Disegani
Rhenald Kasali ; Pendiri Rumah Perubahan
|
JAWA
POS, 19 Januari 2016
Di kalangan Angkatan
Laut Amerika Serikat (US Navy), nama Hyman G. Rickover adalah legenda. Dia
dihormati berkat upayanya menjadikan pasukan kapal selam Amerika Serikat (AS)
begitu ditakuti.
Mengapa?
Di tangan Rickover,
kapal-kapal selam AS itu dilengkapi senjata nuklir yang sangat menghancurkan.
Film Crimson Tide (1995) memberikan ilustrasi soal ini dalam kutipan pembuka,
”Ada tiga pihak yang
paling berkuasa di dunia: presiden AS, presiden Rusia, dan kapten kapal selam
nuklir AS.” Itu sebabnya, Rickover dijuluki ”Bapak Nuklir Angkatan Laut AS”.
Dengan 200 kapal selam
nuklir dan 23 kapal induk bertenaga nuklir, pasukan US Navy dituntut memiliki
disiplin yang tinggi. Dan Rickover berhasil menerapkan disiplin di US Navy,
tecermin dari tidak pernah terjadinya kecelakaan di kapal selam serta kapal
induk.
Capaian itulah yang
mengantarkan Rickover menjadi laksamana dan perwira terlama dalam sejarah US
Navy.
Dia bertugas aktif
selama 63 tahun. Kunci sukses Rickover tecermin dari ungkapannya yang sangat
terkenal, ”The devil is in the details,
so is salvation.”
Jadi, kalau Anda mau
selamat, uruslah setiap pekerjaan sampai detail.
Efisiensi = Disiplin
Ungkapan di atas bisa
pula diterapkan di perusahaan. Bicara soal ini, kita mungkin bisa belajar
dari BUMN dan eksekutifnya. Maka, saya suka pening kalau ada yang meremehkan
BUMN kita. Ada apa sih?
Apakah kita lebih
percaya pada manajer asing? Apa mereka tidak mengerti bahwa sejak awal
Kementerian BUMN sudah dipimpin CEO dan wirausahawan terbaik Indonesia.
Mereka yang memilih, tapi lagi-lagi mereka juga yang membenci. Bikin pening,
bukan?
Baca lagi: di sana ada
Tanri Abeng, Laksamana Sukardi, Sofyan Djalil, Dahlan Iskan, dan Rini
Soemarno.
Mereka punya track
record membesarkan perusahaan-perusahaan terkemuka RI. Lalu, mereka juga
merekrut CEO terbaik yang sudah teruji.
Kalau mereka tidak
kita percayai, rasa percaya diri kita patut dipertanyakan. Atau ada
kekecewaan lain yang hanya mereka (orang-orang yang tidak percaya itu) yang
tahu.
Kita patut heran kalau
dalam usia 17 tahun, Kementerian BUMN punya jumlah menteri paling banyak:
delapan. Maksud saya, paling banyak ”digoyang”.
Padahal, BUMN-BUMN
kita sudah dan sedang menjadi perusahaan Indonesia yang disegani.
Dipimpin orang-orang
hebat, dengan culture of discipline
yang tinggi, tidak mudah diperas, dan mampu memberikan kesejahteraan bagi
bangsa dalam bentuk dividen serta pembayaran pajak. Juga membuka lapangan
kerja dan berperan sebagai agen pembangunan.
Kini saya ajak Anda
meneropong Pertamina, yang paling banyak diuji dalam sejarah. Ketika harga
migas dunia turun seperti saat ini (dan hampir semua perusahaan migas dunia
merugi), Pertamina masih bisa memberikan kontribusi positif.
Pertamina memiliki
lima pilar strategi prioritas. Memakai jurus Rickover, saya ajak Anda fokus
pada pilar kedua: efisiensi. Saya tegaskan, efisiensi tak mungkin dilakukan
tanpa disiplin.
Bicara soal ini, ada
dua hal yang dilakukan Pertamina. Pertama, mengganti Petral dengan Integrated Supply Chain (ISC) dalam
urusan impor minyak mentah dan produk kilang. Seiring dengan itu, semua
proses pengadaan dipindahkan dari Singapura ke Jakarta.
Perubahan lainnya, ISC
menerapkan lelang terbuka dengan strategi floating
demand. Perubahan tersebut menjadikan peserta tender lebih agresif dalam
melakukan penawaran. Harga pun bisa ditekan lagi.
Cara itu juga membuat
ISC bisa mengubah skema impor dari cost
and freight (CFR) menjadi free on
board (FOB).
Jadi, kini minyak
hanya diantar sampai ke kapal, lalu Pertamina bisa mengangkut dengan
kapal-kapal tankernya atau dengan kapal tanker nasional. Kemudian, skema
pembayaran juga diubah dari stand by
letter of credit menjadi open
account.
Semua perubahan tadi
menjadikan biaya pengadaan lebih murah. Itulah serangkaian perubahan yang
dilakukan Pertamina setelah likuidasi Petral.
Anda tahu berapa nilai
penghematannya? Sejak Januari sampai November 2015, nilainya mencapai USD 174
juta atau lebih dari Rp 2,26 triliun.
Nilai itu semestinya
membuat negeri kita tersenyum. Sayangnya, ini tidak menyenangkan para calo.
Mereka pasti cari akal untuk menekan kembali dari luar.
Menekan Kebocoran
Pembenahan kedua
adalah perbaikan tata kelola arus minyak yang dilakukan tim Pembenahan Tata
Kelola Arus Minyak (PTKAM).
Mungkin Anda perlu
tahu bahwa urusan serah terima minyak di Pertamina melibatkan empat pihak,
yakni sender (produsen dan kilang), penerima (kilang-kilang atau tangki
timbun), transporter atau para pengangkut minyak, dan surveyor.
Pada setiap tahap
serah terima minyak, seperti saat loading, selama perjalanan, atau ketika
pembongkaran, menurut temuan Pertamina, selalu ada losses. Bentuknya macam-macam. Ada minyak yang menguap, bocor,
tumpah, atau aksi kriminal.
Ada juga losses yang disebabkan peralatan.
Misalnya, alatnya tidak dikalibrasi dulu, temperatur kurang akurat, ataupun
ada material lain seperti lumpur. Jadi betul-betul teknis. Masalah-masalah
itulah yang ditelusuri tim PTKAM dan dibenahi.
Hasilnya? Berbagai
kebocoran tadi bisa ditekan. Pada Desember 2015 Pertamina berhasil menghemat
hingga USD 215,4 juta USD atau setara dengan Rp 3 triliun.
Menangani urusan
sampai detail memang melelahkan, tapi hasilnya sepadan. Bandingkan dua
capaian tadi dengan laba bersih Pertamina yang sampai semester III 2015
tercatat USD 340 juta.
Saya kira, ketika
pertumbuhan ekonomi sedang seperti saat ini, upaya-upaya efisiensi bisa
membuat kita jadi hebat. Sehebat kapal selam nuklir US Navy. Dan
bisnis-bisnis kita bisa meniru. Mari kita ambil hikmahnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar