Sabtu, 23 Januari 2016

Mengapa Rickover dan Pertamina Disegani

Mengapa Rickover dan Pertamina Disegani

Rhenald Kasali  ;   Pendiri Rumah Perubahan
                                                      JAWA POS, 19 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Di kalangan Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy), nama Hyman G. Rickover adalah legenda. Dia dihormati berkat upayanya menjadikan pasukan kapal selam Amerika Serikat (AS) begitu ditakuti.

Mengapa?

Di tangan Rickover, kapal-kapal selam AS itu dilengkapi senjata nuklir yang sangat menghancurkan. Film Crimson Tide (1995) memberikan ilustrasi soal ini dalam kutipan pembuka,

”Ada tiga pihak yang paling berkuasa di dunia: presiden AS, presiden Rusia, dan kapten kapal selam nuklir AS.” Itu sebabnya, Rickover dijuluki ”Bapak Nuklir Angkatan Laut AS”.

Dengan 200 kapal selam nuklir dan 23 kapal induk bertenaga nuklir, pasukan US Navy dituntut memiliki disiplin yang tinggi. Dan Rickover berhasil menerapkan disiplin di US Navy, tecermin dari tidak pernah terjadinya kecelakaan di kapal selam serta kapal induk.

Capaian itulah yang mengantarkan Rickover menjadi laksamana dan perwira terlama dalam sejarah US Navy.

Dia bertugas aktif selama 63 tahun. Kunci sukses Rickover tecermin dari ungkapannya yang sangat terkenal, ”The devil is in the details, so is salvation.”

Jadi, kalau Anda mau selamat, uruslah setiap pekerjaan sampai detail.

Efisiensi = Disiplin

Ungkapan di atas bisa pula diterapkan di perusahaan. Bicara soal ini, kita mungkin bisa belajar dari BUMN dan eksekutifnya. Maka, saya suka pening kalau ada yang meremehkan BUMN kita. Ada apa sih?

Apakah kita lebih percaya pada manajer asing? Apa mereka tidak mengerti bahwa sejak awal Kementerian BUMN sudah dipimpin CEO dan wirausahawan terbaik Indonesia. Mereka yang memilih, tapi lagi-lagi mereka juga yang membenci. Bikin pening, bukan?

Baca lagi: di sana ada Tanri Abeng, Laksamana Sukardi, Sofyan Djalil, Dahlan Iskan, dan Rini Soemarno.

Mereka punya track record membesarkan perusahaan-perusahaan terkemuka RI. Lalu, mereka juga merekrut CEO terbaik yang sudah teruji.

Kalau mereka tidak kita percayai, rasa percaya diri kita patut dipertanyakan. Atau ada kekecewaan lain yang hanya mereka (orang-orang yang tidak percaya itu) yang tahu.

Kita patut heran kalau dalam usia 17 tahun, Kementerian BUMN punya jumlah menteri paling banyak: delapan. Maksud saya, paling banyak ”digoyang”.

Padahal, BUMN-BUMN kita sudah dan sedang menjadi perusahaan Indonesia yang disegani.

Dipimpin orang-orang hebat, dengan culture of discipline yang tinggi, tidak mudah diperas, dan mampu memberikan kesejahteraan bagi bangsa dalam bentuk dividen serta pembayaran pajak. Juga membuka lapangan kerja dan berperan sebagai agen pembangunan.

Kini saya ajak Anda meneropong Pertamina, yang paling banyak diuji dalam sejarah. Ketika harga migas dunia turun seperti saat ini (dan hampir semua perusahaan migas dunia merugi), Pertamina masih bisa memberikan kontribusi positif.

Pertamina memiliki lima pilar strategi prioritas. Memakai jurus Rickover, saya ajak Anda fokus pada pilar kedua: efisiensi. Saya tegaskan, efisiensi tak mungkin dilakukan tanpa disiplin.

Bicara soal ini, ada dua hal yang dilakukan Pertamina. Pertama, mengganti Petral dengan Integrated Supply Chain (ISC) dalam urusan impor minyak mentah dan produk kilang. Seiring dengan itu, semua proses pengadaan dipindahkan dari Singapura ke Jakarta.

Perubahan lainnya, ISC menerapkan lelang terbuka dengan strategi floating demand. Perubahan tersebut menjadikan peserta tender lebih agresif dalam melakukan penawaran. Harga pun bisa ditekan lagi.

Cara itu juga membuat ISC bisa mengubah skema impor dari cost and freight (CFR) menjadi free on board (FOB).

Jadi, kini minyak hanya diantar sampai ke kapal, lalu Pertamina bisa mengangkut dengan kapal-kapal tankernya atau dengan kapal tanker nasional. Kemudian, skema pembayaran juga diubah dari stand by letter of credit menjadi open account.

Semua perubahan tadi menjadikan biaya pengadaan lebih murah. Itulah serangkaian perubahan yang dilakukan Pertamina setelah likuidasi Petral.

Anda tahu berapa nilai penghematannya? Sejak Januari sampai November 2015, nilainya mencapai USD 174 juta atau lebih dari Rp 2,26 triliun.

Nilai itu semestinya membuat negeri kita tersenyum. Sayangnya, ini tidak menyenangkan para calo. Mereka pasti cari akal untuk menekan kembali dari luar.

Menekan Kebocoran

Pembenahan kedua adalah perbaikan tata kelola arus minyak yang dilakukan tim Pembenahan Tata Kelola Arus Minyak (PTKAM).

Mungkin Anda perlu tahu bahwa urusan serah terima minyak di Pertamina melibatkan empat pihak, yakni sender (produsen dan kilang), penerima (kilang-kilang atau tangki timbun), transporter atau para pengangkut minyak, dan surveyor.

Pada setiap tahap serah terima minyak, seperti saat loading, selama perjalanan, atau ketika pembongkaran, menurut temuan Pertamina, selalu ada losses. Bentuknya macam-macam. Ada minyak yang menguap, bocor, tumpah, atau aksi kriminal.

Ada juga losses yang disebabkan peralatan. Misalnya, alatnya tidak dikalibrasi dulu, temperatur kurang akurat, ataupun ada material lain seperti lumpur. Jadi betul-betul teknis. Masalah-masalah itulah yang ditelusuri tim PTKAM dan dibenahi.

Hasilnya? Berbagai kebocoran tadi bisa ditekan. Pada Desember 2015 Pertamina berhasil menghemat hingga USD 215,4 juta USD atau setara dengan Rp 3 triliun.

Menangani urusan sampai detail memang melelahkan, tapi hasilnya sepadan. Bandingkan dua capaian tadi dengan laba bersih Pertamina yang sampai semester III 2015 tercatat USD 340 juta.

Saya kira, ketika pertumbuhan ekonomi sedang seperti saat ini, upaya-upaya efisiensi bisa membuat kita jadi hebat. Sehebat kapal selam nuklir US Navy. Dan bisnis-bisnis kita bisa meniru. Mari kita ambil hikmahnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar