Mengamankan Blok Mahakam
Aussie B Gautama ; Pengamat Migas; Mantan Deputi SKK Migas
|
KORAN
SINDO, 19 Januari 2016
Sebagai perusahaan
energi nasional, PT Pertamina (Persero) menjelang akhir Desember 2015
mencatatkan sebuah milestone.
Melalui afiliasinya, PT Pertamina Hulu Mahakam, telah ditandatangani kontrak
kerja sama (KKS) pengelolaan wilayah kerja (WK) Blok Mahakam.
Ini bukan hanya
menjadi pencapaian Pertamina, tapi juga prestasi seluruh bangsa Indonesia.
Mengapa dikatakan sebagai sebuah milestone?
Karena dengan penandatanganan ini berarti kepastian alih kelola Blok Mahakam
telah selangkah lebih maju dalam suatu proses diskusi yang telah berjalan
sejak awal tahun 2000an.
Dengan
ditandatanganinya KKS ini, Pertamina sudah ink on paper mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola
wilayah kerja migas di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dan
dapat segera memulai segala kegiatan persiapan untuk menjadi operator selama
20 tahun, yaitu dari 1 Januari 2018 sampai 31 Desember 2038.
Mendapatkan Blok
Mahakam adalah melewati perjuangan yang panjang. Namun, akhirnya Pertamina
berhasil meyakinkan penentu kebijakan sebagaimana keputusan pemerintah
melalui Menteri ESDM pada 14 April 2015 di mana Pertamina ditunjuk untuk mengelola
Blok Mahakam. Pemerintah mempercayakan 100% participating interest (PI) kepada Pertamina.
Selanjutnya, Pertamina
dapat bermitra dengan kontraktor saat ini, yaitu Total E&P Indonesie dan
Inpex Corporation dengan total pengalihan PI maksimal 30% berdasarkan prinsip
kelaziman bisnis (business-to-business).
Masuknya Blok Mahakam dalam portofio Pertamina adalah sesuatu yang cukup
penting karena pada 2018 blok ini diharapkan akan masih berproduksi sekitar
800 juta kaki kubik (MMSCFD) atau 0,8 BCFD hingga 1 BCFD yang merupakan suatu
jumlah yang signifikan.
Terlebih lagi,
berdasarkan analisa data yang diperoleh, Pertamina mengidentifikasi sejumlah
potensi untuk meningkatkan produksi di Blok Mahakam, baik melalui pekerjaan
pengembangan lapangan yang ada dengan menerapkan teknologi konvensional,
maupun dengan pendekatan yang berbeda dan juga dengan mengeksplorasi sejumlah
prospek yang diidentifikasi.
Duduk Bersama
Sebelum
penandatanganan pengelolaan Blok Mahakam, Pertamina, Total, dan Inpex pada 16
Desember 2015 menandatangani Heads of
Agreement (HoA). Ini adalah kesepakatan bahwa ketiga pihak akan duduk
bersama untuk mendiskusikan alih kelola Blok Mahakam, sedemikian rupa
sehingga sesedikit mungkin mempengaruhi penurunan produksinya.
Secara garis besar,
terdapat dua kesepakatan penting yang akan dihasilkan dari pembicaraan ketiga
pihak ini, yaitu transfer agreement dan commercial agreement. Keberadaan transfer agreement adalah untuk
menjamin terjadinya peralihan operatorship
yang baik dan memungkinkan upaya mempertahankan kelanjutan operasi selama
masa transisi dari kontraktor existing
kepada Pertamina.
Dalam kesepakatan ini
termasuk proses pengalihan pekerja Total menjadi pekerja Pertamina dan
penyiapan anggaran, rencana kerja, serta perizinan yang dibutuhkan untuk
operasi Blok Mahakam. Pertamina harus bergegas karena ada banyak sekali
detail yang harus ditangani bahkan dari sekarang. Banyak peralatan yang
memerlukan perpanjangan izin sertifikasi membutuhkan inspeksi dan validasi.
Proses ini bisa
memakan waktu beberapa bulan. Mungkin dari hasil inspeksi ada rekomendasi
harus diperbaiki sebelum digunakan, berarti dibutuhkan waktu lebih lama
hingga setahun. Hal-hal seperti itulah yang membuat persiapan pengelolaan
Blok Mahakam arus dilaksanakan sedini mungkin. Kondisi pipa-pipa yang
menghubungkan lapanganlapangan dengan fasilitas produksi, adalah contoh lain.
Berdasarkan inspeksi
yang dilakukan Total sebagai operator, dapat mengidentifikasi adanya
pipa-pipa yang sudah menipis dan misalnya, masa amanpakainya tinggal satu
tahun. Saat harus dilakukan pergantian pipa di akhir 2017, saat mana
merupakan masa pindah pengelolaan ke Pertamina, siapa yang harus mengerjakan
penggantian pipa tersebut?
Seandainya dari awal
sudah disebutkan harus dikerjakan Pertamina pada awal 2018, artinya Pertamina
harus mengetahui jenis pekerjaannya, mana saja pipa yang diganti, siapa
kontraktor yang mengerjakannya, apakah perbaikan tersebut bisa dilakukan saat
gas mengalir dan sebagainya. Supaya produksinya berkelanjutan, Pertamina
harus sesegera mungkin melanjutkan pekerjaan yang dilakukan Total.
Pertamina mampu
melakukannya karena sudah memiliki pengalaman yang baik saat pengambilalihan
WK Offshore North West Java (ONWJ)
dan Blok West Madura Offshore (WMO)
bahkan mampu meningkatkan produksinya. Produksi Blok WMO sempat turun menjadi
7.500 BOPD ketika masih dikelola Kodeco, menjelang terminasi masa Kontrak
Kerja Sama (KKS) pada 2010-2011.
Namun, pasca terminasi
Mei 2011, saat blok tersebut ditangani Pertamina produksinya naik hingga
20.000 BOPD, bahkan pernah meraih produksi harian sebesar 24.000 BOPD pada
akhir Juli 2013. Sementara produksi ONWJ hingga akhir 2015 diproyeksikan
mampu mencapai tingkat produksi minyak 40 ribu barel per hari (bph) dan
produksi gas sebesar 178 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Di saat yang sama,
akan didiskusikan kemungkinan sharedown
Blok Mahakam maksimal 30% pada Total dan Inpex sesuai surat Menteri ESDM.
Pada prinsipnya, dalam commercial agreement ini kontrak yang baru nanti harus
memberikan keuntungan bagi negara sekaligus memberikan ruang bagi Pertamina
untuk dapat tumbuh berkembang lebih cepat di bisnis hulu.
Akankah Total dan
Inpex masih akan ikut berpartisipasi sebagai partner di Blok Mahakam setelah
2017? Keputusannya akan bergantung pada pertimbangan dan perhitungan
keekonomian dan bisnis berdasarkan terms dalam PSC Mahakam yang baru.
Seandainya akhirnya mereka memutuskan untuk tetap ikut berpartisipasi dalam
Blok Mahakam sebagai partner, maka proses peralihan pengelolaan Blok Mahakam
dapat diharapkan lebih seamless,
lebih smooth.
Ada pihak yang
berpendapat bahwa porsi 30% untuk Total dan Inpex secara keekonomian adalah
kecil dan tidak justified. Ini adalah masalah persepsi dari sudut pandang
yang berbeda. Apabila dibandingkan dengan kondisi saat ini, di mana
masing-masing Total dan Inpex mendapatkan bagian 50%, tentu saja perolehan
masing-masing 15% menjadi relatif lebih kecil.
Namun, secara kontrak,
per Januari 2018, seharusnya kepemilikan Total dan Inpex akan menjadi nol
persen. Mendapatkan masing-masing 15% dari nol persen, tentu sudah merupakan
ukuran yang cukup besar, terlebih mengingat bahwa adanya produksi yang masih
berjalan setelah 2017.
Sebaliknya, seandainya
berdasarkan pertimbangan bisnis, pada akhirnya Total dan Inpex memutuskan
untuk tidak melanjutkan partisipasi di Blok Mahakam setelah kontraknya
berakhir di 2017, maka tantangan untuk semua pihak adalah bagaimana menjaga
agar dampak dari alih kelola ini seminim mungkin pada penurunan produksi,
dengan tetap menghormati kontrak PSC existing, dan dengan tetap melaksanakan
tanggung jawab sebagai operator yang prudent
dan bertanggung jawab.
Meyakinkan Publik
Tugas Pertamina
kemudian adalah meyakinkan kepada publik bahwa Pertamina telah dan akan terus
bekerja sebaikbaiknya dalam proses perpindahan tangan Blok Mahakam ini.
Pertamina yakin akan dapat melaksanakan tanggung jawab berat ini, antara lain
karena sumber daya manusia yang mengerjakan Blok Mahakam nanti adalah
orang-orang yang saat ini sudah bekerja di sana.
Dalam kondisi ini,
Pertamina sudah siap untuk berinvestasi, tapi sebelum 2018 secara legal hal
ini tidak dapat dilakukan. Sebagai institusi yang menaati hukum, Pertamina
tidak dapat dan tidak akan melanggar kontrak yang berlaku saat ini. Kalau
sampai Total dan Inpex tidak melanjutkan partisipasi mereka di Blok Mahakam,
dan itu tidak mustahil dengan harga minyak dan gas yang jatuh seperti saat
ini, penurunan produksi merupakan konsekuensi logis yang akan terjadi.
Adalah tugas Pertamina
sebagai operator yang melanjutkan pengoperasian Blok Mahakam yang harus
bekerja keras mengembalikan sesegera mungkin tingkat produksi Blok Mahakam.
Mungkin muncul pertanyaan, berapa investasi yang dibutuhkan mengamankan
produksi di Blok Mahakam? Sebagai perbandingan, Total setiap tahun
menginvestasikan sekitar US$2 miliar untuk Blok Mahakam.
Perkiraan investasi
yang dilakukan Pertamina berada dalam kisaran angka itu. Bagi Pertamina yang
sudah meningkatkan investasi hulu sampai US$5 miliar pada 2016 dalam
mengembangkan asset-asetnya, tambahan investasi untuk Mahakam ini bukanlah
hal yang luar biasa.
Dengan produksi existing di Blok Mahakam dan potensi
peningkatannya, mengoperasikan blok ini merupakan tantangan yang menarik
untuk Pertamina dalam menggapai cita-citanya untuk menjadi world class energy company. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar