Konflik
Arab Saudi-Iran dan Peran Indonesia
Alfi Hafidh ; Mahasiswa Ilmu Sejarah Pascasarjana
Universitas Diponegoro, Semarang; Peneliti
Politik Islam kontemporer
|
JAW
POS, 08 Januari 2016
ESKALASI
konflik politik di Timur Tengah kembali meninggi. Berakhirnya hubungan
diplomatik antara Iran dan Arab Saudi seolah menjadi ledakan perseteruan
antardua negara Islam tersebut.
Eksekusi mati
yang dilakukan pemerintah Saudi terhadap Ulama Syiah Sheikh Nimr al Nimr
beserta 46 pengikutnya berdampak luas. Gelombang demonstrasi dan protes dari
berbagai pihak, terutama pengikut Syiah di Iran, bermunculan.
Mereka
mengutuk keras keputusan Saudi atas eksekusi mati terhadap ulama yang sangat
mereka hormati dan junjung tinggi tersebut. Bahkan, dalam demonstrasi yang
berlangsung di Teheran, Kedutaan Arab Saudi dijebol dan dirusak para
demonstran yang meluapkan kemarahan. Tak pelak, aksi tersebut memantik
kemarahan Saudi yang seketika itu mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik
dengan Iran.
Sikap dan
tindakan Iran-Saudi dalam peristiwa tersebut tidak bisa dilihat secara
hitam-putih. Perlu tinjauan dari berbagai aspek, terutama aspek sosiologis
dan latar belakang sejarah terbentuknya karakter pemerintah serta masyarakat
kedua negara.
Saudi memvonis
mati Sheikh Nimr al Nimr karena aksinya dalam protes di Saudi atas perilaku
pemerintah Kerajaan Saudi yang dianggap tidak adil kepada kaum minoritas
Syiah. Aksi tersebut diduga termotivasi gerakan Arab Spring yang kala itu
menjangkiti negara-negara kawasan Arab yang bertujuan menggulingkan kekuasaan
kerajaan.
Namun,
ternyata aksi tersebut tidak menuai dukungan yang berarti dan berakhir dengan
penangkapan Nimr pada 2012 dengan tuduhan terorisme dan dijatuhi hukuman mati
oleh otoritas setempat. Meski, saat itu Nimr menentang keras tuduhan tersebut
dengan alasan tidak ada kekerasan maupun korban atas aksi yang dia pimpin.
Melihat watak
dan karakter negara yang menganut sistem monarki, yang dilakukan Saudi
dianggap sebagai upaya untuk menjaga stabilitas negara dan untuk menimbulkan
efek jera. Demikian pula dengan Iran. Mereka merasa pantas marah karena
eksekusi mati terhadap Nimr merupakan bentuk penghinaan.
Pemerintah
Iran mengutuk keras eksekusi tersebut karena ulama Syiah di Iran adalah
otoritas yang paling dihormati rakyat. Baik dalam konteks kehidupan politik,
sosial, maupun agama. Hal itu dipengaruhi sejarah Revolusi Iran dalam
penggulingan dinasti Pahlevi yang dipimpin dan digerakkan seorang ulama
(Ayatollah Khomeini), bukan seorang jenderal militer atau tokoh politik.
Bahkan,
ulamalah yang menyusun konsep negara Iran dari sistem monarki menjadi sistem
teokrasi yang didasarkan pada ’’Guardianship
of the Islamic Jurist’’ atau ’’
velayat-e faqih’’ yang kemudian melahirkan Republik Islam Iran melalui
Referendum Nasional pada 1 April 1979.
Sengketa Pengaruh
Tak lama
berselang dari pengumuman pemutusan hubungan diplomatik tersebut, beberapa
negara sekutu Arab Saudi mengikuti langkah serupa. Bahrain menjadi negara
sekutu Saudi pertama yang melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan
Iran. Kemudian disusul Sudan dan Uni Emirat Arab. Namun, Uni Emirat Arab
tidak melakukan pemutusan total, hanya menurunkan status hubungan menjadi
kuasa usaha.
Apabila ditarik
ke belakang, naik turunnya hubungan Iran dan Saudi tidak bisa dilepaskan dari
konstelasi geopolitik kawasan yang diwarnai konflik sektarian antara Sunni
dan Syiah. Dari beberapa rentetan konflik di berbagai negara Arab, terlihat
jelas bagaimana kedua negara memosisikan diri.
Di Syria,
Saudi ditengarai turut membantu para pemberontak setempat untuk menggulingkan
Rezim Bashar al-Assad yang didukung penuh oleh Iran. Begitu pula dalam
konflik Yaman, pemerintahan Iran terindikasi terlibat dalam aksi pemberontak
Houthi yang berhaluan Syiah dan berhasil menggulingkan pemerintahan Ali
Abdullah Saleh.
Melihat
sekutunya terguling, Saudi pun tidak tinggal diam. Tanpa resolusi dan
mengatasnamakan demokrasi, pemerintah Saudi pun melakukan kampanye militer
kepada Yaman. Mereka juga berusaha menggalang negara-negara Islam untuk
berkoalisi dengan argumentasi melindungi sesama umat Sunni atas tindakan
pemberontak Houthi yang beraliran Syiah.
Perseteruan
Iran dan Saudi pun merembet ke berbagai sektor. Persoalan musibah yang
menimpa para jamaah haji atau yang dikenal dengan tragedi Mina pada tahun
lalu pun tidak luput menjadi komoditas konflik.
Saudi diduga
menebar opini bahwa musibah tersebut terjadi karena perilaku jamaah Iran yang
melawan arus ketika menyusuri terowongan. Iran pun tidak tinggal diam. Iran
menuding Saudi tidak becus mengelola haji dan mendesak untuk menyerahkan
pengelolaan haji kepada otoritas di luar Saudi, yakni OKI (Organisasi
Konferensi Islam).
Pergulatan
opini atas tragedi Mina bahkan ramai menjadi perdebatan berbagai media di
seluruh penjuru dunia. Media-media di Indonesia pun sempat terpengaruh
propagandapropaganda Iran dan Saudi.
Sektor lain
yang menjadi musabab permusuhan kedua negara adalah sektor ekonomi. Iran
menuding Saudi tidak mengendalikan produksi minyak dan membiarkan dunia
dipasok minyak secara berlebih.
Hal itu tentu
membuat harga minyak dunia anjlok. Sebagai salah satu negara penghasil minyak
terbesar di dunia, Saudi berperan signifikan untuk mengendalikan harga minyak
dunia. Dengan begitu, Iran tidak akan meraup ke untungan be sar dari hasil
penjualan minyak dan diyakini mampu mempengaruhi kondisi keuangan mereka.
Sikap Indonesia
Sebagai negara
berpenduduk muslim Sunni terbesar di dunia, Indonesia secara teologis dekat
dengan Saudi. Namun, dalam sejarah politik luar negeri kita, Indonesia
dikenal dengan konsistensinya dalam menjaga marwah politik bebas aktif atau
netral.
Indonesia
selama ini terlihat dekat dengan Saudi, tapi tetap dihormati pemerintah Iran.
Karena itu, Indonesia diharapkan menunjukkan kelasnya sebagai juru damai.
Bukan sebaliknya, terseret dalam konflik mereka.
Indonesia perlu mengambil peran
strategis dalam pusaran konflik kedua negara. Sebab, OKI sebagai wadah
negara-negara Islam terlihat tidak berdaya menyaksikan anggota-anggotanya
berseteru. Liga Arab pun ditengarai tidak akan mampu berbuat banyak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar