Kamis, 13 Februari 2014

Suksesi

                                       Suksesi

 AB Susanto  ;   Chairman The Jakarta Consulting Group
TEMPO.CO,  13 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
Tahun 2014 kita kembali memasuki masa suksesi kepemimpinan nasional. Dari masa ke masa, kita selalu ingin tahu bagaimana suksesi yang baik itu, yang lancar, tanpa gejolak besar, dan tentunya harapan kita soal kualitas kepemimpinannya yang juga makin meningkat.

Untuk menangani hal yang besar, kadang tidak ada salahnya kita belajar dari persoalan yang besarannya (magnitude) lebih kecil. Saya ingin menawarkan pengalaman mengelola suksesi di dalam perusahaan keluarga. 

Dalam pendekatan The Jakarta Consulting Group, awalnya semua calon pemimpin harus mengikuti assessment agar didapat gambaran yang menyeluruh mengenai kompetensi kepemimpinannya (leadership competency). Untuk metodenya, kami menggunakan cara yang kami kembangkan sendiri, di mana dimensi digali dan psikometrinya diukur dengan menggunakan eksekutif Indonesia, karena kami berpendapat, untuk hal-hal yang berkaitan dengan manusia dan organisasi, aspek nilai dan budaya mempunyai keterkaitan yang erat.

Setelah itu, disesuaikan dengan kriteria para calon pemimpin yang dikembangkan sebelumnya, diberikan kesempatan bagi masing-masing kandidat untuk memperbaiki kompetensinya, yang dalam bahasa mudahnya adalah keterampilan, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang mendukung untuk mencapai kecakapan yang diperlukan.

Adalah suatu prasyarat bahwa para calon pemimpin besar harus pernah memimpin dalam arti kata sebenarnya. Ini agar ia mempunyai feeling bagaimana memimpin manusia sebagai anak buah dengan segala kompleksitasnya dan secara tidak langsung sebagai "penguasa" suatu bidang atau wilayah kerja tertentu yang akan berhubungan dinas dengan pemimpin lain secara horizontal dan vertikal, sehingga akan terbentuk penerimaan atau penolakan di dalam birokrasi organisasi.

Lebih lanjut, setiap calon penerus harus mempunyai mentor yang bukan hanya mengawasi, menegur, dan mengoreksi bila perlu, tapi juga menjadi tempat untuk menimba pengetahuan, terlebih untuk hal-hal "yang tidak ada di buku", hal-hal yang lebih merupakan pelajaran hidup (life lesson). Kami juga berpendapat, untuk setiap calon penerus, pantas dan perlu dikembangkan jalur karier yang bersifat pribadi, sesuai dengan talenta yang dimilikinya.

Sebagai pucuk pelingkup dari sederetan kegiatan sebelumnya guna memoles kepribadian, kepemimpinan, dan kinerjanya, perlu dicarikan pelatih-bukan sekadar pelatih (coach), tapi super-coach yang mempunyai pengalaman yang berisi dan rekam jejak yang nyata, seperti Sir Alex Ferguson. Dalam dunia politik, kita mengenal sosok semacam ini pada diri seorang Lee Kuan Yew, yang menjadi super-coach bagi Goh Chok Tong dan Lee Hsien Liong, bukan?

Dengan ini, kita juga diingatkan bahwasanya salah satu bagian dari kepemimpinan adalah tahu saat untuk menghadirkan sosok pemimpin baru serta mengurangi intensitas kemunculan dan bersuara, agar semua pengikut terarah pada pemimpin yang baru, walau barangkali masih memberi dukungan secara tertutup apabila diperlukan. Hal ini akan menimbulkan penerimaan yang luas di berbagai kalangan pihak-pihak eksternal organisasi.

Lalu terpulang pada kita semua, bukan hanya partai-partai dan institusi-institusi politik yang lain, bagaimana memanfaatkan hal ini dalam pengelolaan suksesi kepemimpinan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar