Antara Pengajaran dan
Pembelajaran
Cahyo Yusuf ; Rektor Universitas Tidar Magelang
(UTM)
|
SUARA
MERDEKA, 13 Februari 2014
“Penggunaan kata pembelajaran, dalam konstruksi frasa atau
kalimat sering tidak benar”
KATA pengajaran dan
pembelajaran bisa dibahas lewat ilustrasi berikut. Para pendidik (guru/dosen)
dalam konteks kelas-sekolah melaksanakan kegiatan yang disebut proses
mengajar. Implementasi proses mengajar, guru berceramah kepada siswa,
sedangkan siswa mendengarkan ceramah guru. Dalam perkembangan pendidikan,
proses mengajar ini dikatakan, ìguru aktif, siswa pasifî.
Guru berceramah, kadang
disisipi keaktifan siswa, yaitu siswa bertanya kepada guru, siswa menanggapi
isi ceramah guru, atau siswa menjawab pertanyaan guru. Guru aktif, siswa
kurang aktif. Cara (metode dan teknik) yang dilakukan guru ini dikatakan
mengajar satu arah. Cara mengajar seperti itu tidak tepat.
Perihal proses mengajar
ìberdampakî pada kata pengajaran yang sudah digunakan oleh pendidik. Kata
pengajaran dikatakan pula mengajar satu arah. ìDiyakiniî bahwa kata
pengajaran tersebut salah.
Secara proposional, dalam
kegiatan mengajar tentu terjadi kegiatan belajar. Implementasi kata
pengajaran terdapat kegiatan mengajar dan kegiatan belajar, terjadi proses
(interaksi). Dilihat dari guru, guru berkegiatan
mengajar/mengelola/memfasilitasi siswa, sedangkan dilihat dari siswa, siswa
berkegiatan belajar. Cara mengajar ini terjadi dua arah. Cara ini dikatakan
belajar siswa-aktif.
Dari segi bentuk, kata
pengajaran benar, pembentukannya sesuai dengan sistem Bahasa Indonesia.
Berdasarkan teori Hockett kita bisa menguraikan, pertama; model penataan (item and arrangement), kata pengajaran
dijabarkan (diuraikan) berupa peng—an dan ajar, kata pengajaran
bermakna ”proses ajar”.
Kedua; model proses (item and process), kata pengajaran
dijabarkan berupa peng—an dan mengajar, kata pengajaran bermakna
”proses mengajar”. Kekeliruan implementasi perihal proses mengajar, para
pendidik membentuk dan menggunakan kata pembelajaran (interaction). Kata pengajaran “diganti” dengan kata pembelajaran.
Pembentukan kata pembelajaran
sesuai dengan sistem Bahasa Indonesia.
Penggunaan kata pembelajaran, dalam
konstruksi frasa/kalimat sering tidak benar disebabkan oleh pemaknaan yang
tidak tepat. Ketidaktepatan pemaknaan kata pembelajaran terlihat pada
penggunaan, misal dalam judul Suara Merdeka (1) ”Guru Kunci Perubahan
Budaya”, ”Pembelajaran Satu Arah Ketinggalan Zaman”, dan (2) ”Guru Belum
Paham Konsep Pembelajaran Tematik”, dan (3) ”Pembelajaran matematika”.
Pembaca yang tahu makna kata
pembelajaran terasa terganggu ketika membaca frasa (judul) itu. Kata
pembelajaran bermakna proses membelajarkan’ Kata pembelajaran
mengandung pengertian arah. Kata pembelajaran diikuti nomina persona
secara opsional. Analisis berikut menjawab pernyataan ini.
Kata pembelajaran ditelaah dari
bentuk dan makna berdasarkan teori Hockett, (1) kata pembelajaran terdiri
atas pem—an + bel- + ajar (kata dasar primer), belajar kata dasar
(sekunder), maka kata pembelajaran bermakna ”proses belajar”, atau (2) kata
pembelajaran terdiri atas pem—an dan membelajarkan, kata dasarnya
membelajarkan maka kata pembelajaran bermakna proses membelajarkan atau
proses menjadikan... belajar.
Kata (proses) membelajarkan
bermakna ”melakukan kegiatan yang menjadikan/menyebabkan... belajar”. Dalam
konteks kelas-sekolah, kata (proses) membelajarkan bermakna ”(guru)
melakukan/mengelola serangkaian kegiatan yang menjadikan/menyebabkan
(siswa) belajar”.
Penjelasan Makna
Logika atas pertanyaan berikut
dapat memberikan penjelasan makna membelajarkan. Siapa yang mengajar?
Jawabnya guru. Siapa yang belajar? Jawabnya siswa. Pertanyaan dan jawaban ini
dapat dirangkum bahwa kegiatan guru mengajar dan kegiatan siswa belajar
menggunakan kata membelajarkan. Kata membelajarkan (verba/kata kerja)
dibentuk dengan pengafiksan pem—an menjadi kata turunan pembelajaran
(nomina/kata benda).
Kata pembelajaran digunakan
secara tepat, contoh sebagai judul pada Suara Merdeka (1) ”Guru Kunci
Perubahan Budaya”, ”Pembelajaran Sesuai Zaman”. Penggunaan kata pembelajaran
pada frasa ini tidak diikuti nomina
persona, dan (2) ”Guru Kunci Perubahan Budaya”, ”Pembelajaran Siswa-Aktif
Sesuai Zaman”. Penggunaan kata pembelajaran pada frasa ini diikuti nomina
siswa-aktif. Artinya, nomina persona setelah kata pembelajaran bersifat
pilihan (opsional).
Dalam konstruksi frasa lain,
kata pembelajaran wajib diikuti nomina
persona, misalnya pembelajaran siswa tentang matematika bermakna ”proses
membelajarkan siswa tentang matematika”. Kemiripan bentuk dan karaktesistik
dengan kata pembelajaran adalah kata bentukan pemberdayaan.
Dengan teori Hockett tersebut,
kata pemberdayaan terdiri atas (1) pem—an + berdaya, kata pemberdayaan
bermakna ”proses berdaya”, (2) pem—an dan memberdayakan, kata pemberdayaan
bermakna ”proses memberdayakan” atau ”(orang) melakukan serangkaian kegiatan
yang menjadikan/menyebabkan... berdaya”.
Jika kata wanita dipasangkan
setelah pemberdayakan, frasa pemberdayaan wanita bermakna ”proses
memberdayakan wanita”, ”proses yang dilakukan (orang) agar wanita
berdaya” atau ”(orang) melakukan serangkaian kegiatan yang
menjadikan/menyebabkan wanita berdaya”. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar