Penyimpangan
Puncak Musim Hujan
Paulus Agus Winarso ; Praktisi Cuaca dan Iklim; Dosen STMKG
|
KOMPAS,
06 Februari
2018
Keragaman cuaca dan iklim
masih berlanjut di puncak musim hujan, khususnya di kawasan dengan dua musim:
musim hujan dan musim kemarau, seperti Indonesia.
Kondisi yang sudah
berlangsung sepanjang 2017 ini masih berlanjut dalam dua bulan pertama tahun
2018. Cuaca yang panas terik terkadang menjadi sejuk saat angin barat bertiup
sedang dan kadang kencang di beberapa kawasan Sumatera bagian selatan hingga
Nusa Tenggara Timur. Kondisi cuaca panas terik juga terasa pada awal Januari
2018 di Jakarta dan sekitarnya.
Mengapa terjadi kondisi
panas yang cukup terik? Ke mana hujan dengan tiupan angin yang biasanya
menyejukkan sepanjang November-Desember 2017?
Bisa dikatakan telah
terjadi penyimpangan mengingat bulan Januari-Februari seharusnya menjadi
periode puncak hujan dengan curah hujan tinggi di sebagian kawasan Indonesia.
Penyimpangan kondisi
kurang hujan/kering pada saat memasuki periode puncak musim hujan 2017/2018
tidak terlepas dari dinamika atmosfer yang berkembang seiring perubahan alam
dan lingkungan. Penyimpangan kurang hujan/kering di era puncak musim hujan merupakan
situasi yang berkembang akhir-akhir ini, mulai tahun 2010.
Pada setiap awal tahun,
bersamaan dengan periode puncak hujan, ada selingan kondisi cuaca kering dan
bahkan dengan suhu udara maksimum di atas 35 derajat celsius. Hal ini terjadi
awal tahun 2016 dan tahun 2017 suhu mendekati 35 derajat celsius.
Setelah lewat sebulan pada
tahun 2018, kini kawasan selatan Pulau Jawa belum muncul badai tropis.
Kemunculannya justru di barat dan timur Jawa, yang berdampak pada divergensi
atau beraian udara yang memicu hujan lebat hingga badai.
Osilasi
Madden Julian
Pada bagian lain Osilasi
Madden Julian (0MJ) memicu terjadinya gelombang di kawasan atmosfer tropis
yang pada 2017 sangat giat dan melahirkan dua badai tropis yang giat dekat
Jawa, yaitu badai tropis Cempaka dan Dahlia. Namun, di pertengahan Januari
2018 hanya berdampak angin kencang.
OMJ telah menciptakan awan
dan hujan selama Oktober-medio Desember 2017 dan pertengahan-akhir Januari
2018. Memasuki Februari OMJ berpindah ke kawasan Amerika Tengah seperti awal
Desember 2017. Awal tahun baru 2018 OMJ kembali masuk Samudra Hindia bagian
barat dan sepertinya akan mengulang kejadian awan dan hujan periode akhir
2017.
OMJ menciptakan kondisi
awan dan hujan seperti di akhir tahun 2017 yang lalu mendapat dukungan suhu
muka laut yang hangat dan terpusat di kawasan belahan selatan. Namun, Januari
2018 suhu muka laut turun seiring awan dan hujan yang giat di bulan November
hingga tengah Desember 2017. Hal ini mengurangi pasokan uap air untuk periode
puncak musim hujan 2017/ 2018.
Pada bagian lain kawasan
tekanan rendah terpusat di belahan selatan, tetapi akhir 2017 dan awal 2018
kondisi tekanan rendah kawasan tropis melebar dan meluas ke belahan utara,
seperti Teluk Benggala di India dan kawasan Filipina. Dua perkembangan
kondisi alam ini yang mungkin berdampak pada terhambatnya pembentukan awan
dan hujan serta suhu udara maksimum yang naik mendekati 35 derajat celsius.
Pemanasan air laut sedikit
turun akibat tertutup awan untuk kurun waktu cukup panjang— sekitar dua
bulan—dan meluasnya kondisi tekanan rendah yang seharusnya di belahan selatan
kini meluas ke belahan utara. Kondisi ini menciptakan pemecahan pembentukan
awan dan hujan.
Situasi dan kondisi
regional ini sepertinya akan sirna jika suhu muka laut kawasan Benua Maritim
Indonesia naik. Namun, situasi sepertinya kurang mendukung seiring kegiatan
matahari yang menuju minimum sehingga kecil dukungannya pada suhu muka laut.
Naiknya suhu muka laut
akan mendukung OMJ giat sehingga memacu pertumbuhan awan dan hujan tinggi
seperti November 2017. OMJ pada awal 2018 yang sudah memasuki kawasan Samudra
Pasifik, sepertinya akan kembali ke wilayah Indonesia tengah Februari-awal
Maret 2018. Kehadiran OMJ menghasilkan hujan lebat yang meluas dan
berkepanjangan.
OMJ akan memasuki kawasan
Benua Maritim Indonesia dari barat dalam setengah hingga sebulan kemudian.
Dari kajian terbatas, tampaklah situasi bulan November 2017 dengan badai
tropis Cempaka dan Dahlia, serupa dengan situasi di awal Januari 2018 dengan
pertumbuhan badai tropis di barat daya Pulau Jawa dan timur Australia utara.
Kondisi suhu muka laut
menunjukkan, untuk kawasan wilayah Indonesia, ada peluang suhu muka laut naik
pertengahan Februari hingga awal Maret 2018. Namun, kondisi suhu muka laut
yang lebih dingin terjadi di perairan selatan dan sebelah barat Benua Maritim
Indonesia.
Kondisi suhu muka laut
yang turun membuat penguapan dan pembentukan hujan perlu pemanasan surya yang
giat dan makan waktu.
Walau mulai akhir 2017
hingga awal 2018 matahari sempat tidak terliput awan, indikasi rendahnya
kegiatan bintik matahari (sunspot) yang kurang dari 25 buah/bulan membuat
penguapan kurang intensif. Artinya, kegiatan matahari menuju kegiatan
minimum.
Pada bagian lain, setiap
awal tahun umumnya ditandai dengan konsentrasi tekanan rendah di belahan bumi
selatan. Akhir 2017 hingga awal 2018 menunjukkan kondisi tekanan rendah yang
meluas ke kawasan tropis belahan bumi utara seperti Teluk Benggala dan kawasan Filipina atau Samudra
Pasifik Barat (utara wilayah Indonesia tengah dan timur).
Puncak
musim hujan
Kondisi tekanan rendah
udara yang meluas berdampak pada pola angin yang umumnya bertemu/konvergen di
belahan selatan menjadi terberai ke arah kawasan tropis belahan bumi utara
dan selatan. Konsekuensi pada situasi dan kondisi ini adalah dukungan bagi
pertumbuhan awan dan hujan di kawasan Benua Maritim Indonesia saat memasuki
puncak hujan musim hujan 2017/2018.
Untuk kawasan Sumatera
bagian selatan, Jawa hingga Nusa Tenggara—termasuk Kalimantan dan Sulawesi
bagian selatan— umumnya puncak hujan musim hujan pada Januari–Februari. Meski
ada kondisi kurang hujan selama puncak musim hujan, peluang peningkatan curah
hujan sepertinya kecil terjadi meski Osilasi Madden Julian atau berpeluang
giat medio Februari-awal Maret 2018.
Ini semua merupakan bagian
dari keragaman kondisi cuaca dan iklim yang tak akan ada hentinya. Oleh
karena itu, perlu langkah antisipasi dan mitigasi dengan mencermati
perkembangan kondisi alam. khususnya dinamika atmosfer. Hal ini untuk meminimalkan
kerugian baik moril maupun materiil. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar