Magellan
dan Tidore: Titik Temu Timur-Barat
Susanto Zuhdi ; Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Indonesia
|
KOMPAS,
26 Februari
2018
Menyongsong
peringatan ke-500 tahun ekspedisi laut pengeliling pertama dunia, Fernan
Magellan, yang akan diselenggarakan Kerajaan Spanyol pada 2021, di Indonesia
telah diawali oleh Pemerintah Kota Tidore Kepulauan bekerja sama dengan
Komite Seni dan Budaya Nusantara dengan mengadakan seminar nasional pada 12
Februari lalu di Soasio.
Dengan
tema ”Tidore-Ternate, Titik Temu Peradaban Timur-Barat”, seminar bertujuan
menggali nilai dan semangat dari peristiwa spektakuler sejarah itu sebagai
inspirasi dan motivasi untuk merancang dan memajukan pembangunan kawasan
Indonesia timur, khususnya Tidore di
masa depan.
Lintasan
sejarah
Dirjen
Kebudayaan Hilmar Farid dalam pidato kuncinya menyambut baik tema seminar
ini. Pertama, karena perspektif yang menekankan ”titik temu” menjadi penting
sebagai keseimbangan untuk memahami sejarah kepulauan Nusantara yang umumnya
dilihat dari sudut ”Eropa-sentris” atau ”Indonesia-sentris”. Kedua, agar
dijadikan ”semangat zaman baru” sebagai penggerak kegiatan ekonomi kreatif
dan kepariwisataan yang mengacu pada nilai-nilai sejarah, kebudayaan, dan
tradisi masyarakat Kepulauan Maluku.
Demikian
pula Wali Kota Tidore Kepulauan Ali Ibrahim yang mengemukakan agar momen ”500
Tahun Ekspedisi Magellan” nanti bergaung dan bermanfaat bagi kemajuan kawasan
timur Indonesia, khususnya Maluku dan Tidore sendiri. Artikel ini mencoba
merangkum substansi makalah penulis dengan pemikiran dan gagasan yang
berkembang dalam seminar.
Agaknya tidak ada sejarah kawasan di Nusantara yang
sebegitu rumit terkait konflik dan perang antarbangsa Eropa dan
antarkekuasaan lokal seperti terjadi di Kepulauan Maluku dalam abad ke-16
sampai ke-18. Kehadiran empat bangsa besar Eropa saling berkelindan dan
bergantian melakukan persekutuan atau perseteruan dengan Ternate dan Tidore
karena faktor rempah, khususnya cengkeh dan pala.
Setelah
menaklukkan Melaka, Portugis tiba di Ternate pada 1512 dan 10 tahun kemudian
Spanyol di Tidore. Magellan sesungguhnya telah tiba pertama di Ternate
bersama armada Portugis yang dipimpin Antonio de Serrao. Sekembali dari
Ternate, sebagai orang Portugis, Magellan mengusulkan kepada rajanya, Manuel,
untuk mendapat dukungan pelayaran ke Maluku tidak sebagai pelayaran Vasco da
Gama ke arah timur. Namun, Raja Portugis menolak dengan dugaan karena alasan
pelayaran ke barat, melintasi Atlantik dan Pasifik, suatu hal yang mustahil.
Kekecewaan
Magellan justru memperkuat tekadnya untuk membuktikan bahwa rute pelayaran
yang dipilihnya itu lebih singkat sampai di Maluku sekaligus membuktikan
bahwa bumi itu bulat. Sementara itu, Raja Spanyol Charles I, yang cemburu
terhadap Portugis karena lebih dahulu memperoleh keuntungan besar dari
rempah, mensponsori proyek ekspedisi Magellan.
Terdiri
atas lima armada, pelayaran Magellan mulai
bergerak pada September 1519 dari Spanyol melintasi Atlantik,
menyusuri
bagian timur Amerika Selatan sampai di ujung selatan, lalu memasuki Pasifik,
maka tibalah di kepulauan Filipina
sekarang. Di sinilah, dalam usia 41 tahun, Magellan tewas pada 1521. Dua kapal yang masih
bertahan, Trinidad dan Victoria, kemudian menuju Kepulauan Maluku.
Armada Spanyol tiba di Tidore pada November 1521
dan diterima dengan baik oleh Almansyur, Sultan Tidore. Dalam catatan orang Spanyol, Tidore telah
lama berperang melawan Ternate. Tajamnya konflik antarkeduanya merupakan arus
utama sejarah kawasan ini. Oleh karena itu, berdamai dengan sejarah untuk
membangun keseimbangan baru dan kesejahteraan bersama merupakan pelajaran
dari masa lampau yang sangat berharga.
Adalah
kapal Victoria dipimpin Elcano yang akhirnya selamat kembali tiba di Sevilla
pada 1522 dan dielu-elukan raja serta rakyat Spanyol. Meskipun Magellan
tewas, dihitung dari pelayaran pertamanya ke Maluku pada 1512, berarti dialah
orang pertama Eropa yang mengelilingi bumi. Dari pengalaman pelayaran
Magellan itu pula fakta mengatakan bahwa jika berjalan ke timur kita akan
kehilangan sehari, tetapi sebaliknya jika berjalan ke barat.
Episentrum
yang hilang
Lalu,
apa yang dapat dimaknai terkait peringatan ”500 tahun Magellan” bagi
Indonesia? Peristiwa spektakuler sejarah dunia itu diharapkan dapat jadi
momentum untuk ”mengembalikan” Tidore-Ternate sebagai episentrum perdagangan
rempah dunia. Meskipun konteks tantangan zaman kini sudah jauh berubah,
semangat sejarah mestinya dapat
dihidupkan terlebih untuk mendukung perwujudan Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Terkait
hal itu, Wali Kota Tidore Kepulauan sudah mulai menggagas perluasan dermaga
dan pengembangan kapasitas Pelabuhan Trikora di Tidore, yang akan disinggahi 40 kapal dari Spanyol
menapaktilasi ekspedisi Magellan ke Tidore pada 2021. Pelayaran akan melalui
12 negara dan 23 kota. Titik tujuan pelayaran bersejarah tersebut berakhir di
Tidore.
Bukan
tidak mungkin dengan semangat ”jalur
rempah” yang direkonstruksi sebagai tema narasi keindonesiaan, kelak ia akan
mampu menggerakkan jaringan tol laut untuk pembangunan kawasan timur
Indonesia yang masih banyak tertinggal. Tidak hanya itu, bangsa yang mengaku
nenek moyangnya pelaut itu pun diharapkan bukan lagi sebagai penonton,
melainkan aktif menggerakkan roda perekonomian dunia melalui jalur-jalur
lautnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar