Pendidikan
Dasar-Menengah
Menyongsong
Era Otomatisasi
Anita Lie ; Guru Besar FKIP Universitas Widya Mandala, Surabaya
|
KOMPAS,
27 Februari
2018
Dalam pertemuan tahunan
World Economic Forum pada Januari lalu, Jack Ma mengingatkan bahwa pendidikan
adalah tantangan besar abad ini. Jika
kita tidak mengubah cara mengajar anak-anak kita, 30 tahun mendatang kita
akan mengalami kesulitan besar. Yang kita ajarkan saat ini adalah peninggalan
200 tahun lalu, sarat dengan muatan pengetahuan. Yang dikhawatirkan adalah
para lulusan pendidikan semacam ini tidak bisa berkompetisi dengan mesin.
Perlu
kesiapan
Sudah banyak ulasan soal
peluang dan ancaman otomatisasi pada berbagai pekerjaan dan bidang profesi.
Salah satunya ulasan berbagai variabel pekerjaan dan kemungkinan kerentanan
tergantikan oleh komputerisasi (Frey & Osborne, 2013). Tiga kategori
variabel adalah persepsi dan manipulasi, kecerdasan kreatif, dan kecerdasan
sosial.
Yang termasuk kategori
persepsi dan manipulasi adalah ketangkasan motorik kasar dan halus serta
kemampuan bekerja dalam ruang fisik yang sulit dan terbatas. Kecerdasan
kreatif mencakup orisinalitas dan karya seni. Kecerdasan sosial meliputi
persepsi sosial, negosiasi, persuasi, dan kepedulian terhadap sesama.
Variabel paling tidak rentan tergantikan oleh komputerisasi adalah
orisinalitas dan persepsi sosial, kemudian adalah kepedulian sosial dan
persuasi.
Sebaliknya,
pekerjaan-pekerjaan yang paling rentan ter-otomatisasi mencakup fungsi-fungsi
yang rutin, pengulangan, dan dapat diprediksi pada bidang-bidang layanan
kepada pelanggan, penjualan, administrasi perkantoran, produksi (pertanian,
perikanan, perkebunan, dan kehutanan) dan konstruksi. Pekerja telemarketing,
kasir, paralegal, sopir, tukang masak cepat saji, dan administrasi perlu
bersiap diri dan mengasah keterampilan tambahan agar tidak terpinggirkan
dalam era otomatisasi.
Satryo Brodjonegoro
menulis tentang ”Kecakapan Era 4.0” dan implikasinya bagi pendidikan tinggi
di Indonesia (Kompas, 14 Februari 2018). Sebelum pendidikan tinggi, proses
pengembangan kecakapan era 4.0 perlu dan bisa dilakukan sejak titik hulu pada
pendidikan usia dini dan sepanjang masa pendidikan dasar dan menengah.
Apakah pendidikan dasar
dan menengah sudah siap dengan tuntutan perubahan ini? Bagaimana sistem
pendidikan dasar dan menengah bisa mengantar anak-anak muda Indonesia untuk
menjadi lebih cerdas daripada mesin dan makin bijak untuk bisa menggunakan
mesin demi kemaslahatan manusia?
Ketersediaan, peningkatan
profesionalisme, dan perlindungan serta penghargaan guru adalah satu dari
lima isu strategis bidang pendidikan sesuai hasil Rembuk Nasional Pendidikan
dan Kebudayaan 2018. Pemerintah pusat dan daerah perlu berkoordinasi dan harmonisasi
dalam membuat regulasi tentang pembagian kewenangan dan pembiayaan dalam
rangka peningkatan kualitas dan profesionalisme guru berdasarkan pemetaan dan
analisis kebutuhan pelatihan guru.
Terkait dengan urgensi
perubahan menyongsong era otomatisasi, guru sebagai fasilitator proses
pendidikan dasar dan menengah diharapkan bisa menyiapkan para siswa untuk
menavigasi masa depan mereka dan menjadikan diri mereka sebagai tuan yang
akan mampu mengendalikan mesin atas dasar penghargaan terhadap martabat
manusia. Mengembangkan kecerdasan kreatif dan kecerdasan sosial seharusnya
menjadi bagian penting kurikulum dan proses pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
Sayangnya, ketika guru
disibukkan oleh beban penyampaian muatan pengetahuan plus berbagai tugas
administratif, guru akan merasa beban kurikulum terlalu padat dan tidak
mempunyai waktu untuk memberikan siswa kesempatan menjelajahi daya-daya
kreatif mereka dan menghasilkan karya-karya orisinal. Selanjutnya, interaksi
sosial para siswa juga jadi terbatasi.
Akhirnya, proses belajar-mengajar di sekolah merupakan
rutinitas pengulangan dan penyampaian muatan pengetahuan yang tidak mengasah
siswa untuk mengembangkan daya cipta dan kepedulian sosial mereka. Apa yang dikuatirkan Jack Ma terhadap
kegagalan pendidikan sebagai katalis perubahan masyarakat akan terjadi.
Mengubah fenomena ini membutuhkan koherensi keseluruhan proses, mulai dari
model kurikulum, pengembangan kapasitas guru, proses pembelajaran di kelas,
dukungan sarana-prasarana, hingga penilaian hasil pembelajaran.
Asah
keterampilan guru
Hasil Uji Kompetensi Guru
(UKG) yang rendah masih merupakan tantangan besar. Rata-rata hasil UKG pada
2016 adalah 54,33 (SD), 58,25 (SMP), 61,74 (SMA) dan 58,30 (SMK). Pengamatan
dan penelitian di lapangan tidak berbeda jauh dengan hasil UKG. Survei dan
wawancara terhadap 193 sampel guru di Provinsi Sumatera Utara, Riau, dan
Jambi menunjukkan bahwa sebagian besar guru menggunakan media pembelajaran
hanya untuk latihan yang menggunakan kemampuan berpikir tingkat rendah
(Harjanto, Lie, Wihardini, Pryor & Wilson, Journal of Education for
Teaching).
Program pengembangan
kapasitas guru berupa pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun lembaga-lembaga filantropis, seperti Tanoto Foundation,
patut dihargai dan sudah menunjukkan berbagai kemajuan berupa peningkatan
kompetensi pedagogis guru peserta pelatihan.
Setelah berpartisipasi
dalam program pelatihan, para guru tampak lebih terampil dalam pengelolaan
pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM).
Upaya peningkatan mutu guru masih harus dilanjutkan dan ditingkatkan,
terutama karena data lini dasar kompetensi guru masih kurang memadai dan
lompatan kompetensi yang harus
dilakukan para guru mesti besar agar bisa mengantar siswa mengembangkan
kecerdasan kreatif dan kecerdasan sosial mereka.
Secara spesifik, banyak
guru masih harus mengasah keterampilan bertanya yang bisa mengarahkan siswa
untuk berpikir tingkat tinggi dan membangun budaya bertanya di kalangan para
siswa yang sudah terperangkap dalam budaya diam dan duduk manis.
Selain itu, para guru juga
perlu melihat dunia di luar sekolah dan membangun jembatan antara materi
pembelajaran dan kehidupan sehari-hari. Hasil pemetaan dan analisis kebutuhan
pelatihan guru diharapkan bisa ditindaklanjuti dengan rencana pelatihan guru
berkelanjutan berdasarkan model-model pengembangan profesionalisme yang
sesuai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar