Senin, 26 Februari 2018

Artis Pengguna Narkotika dan HAM

Artis Pengguna Narkotika dan HAM
Anang Iskandar  ;   Dosen Trisakti; Kepala BNN 2012-2015;
Kabareskrim 2015-2016
                                           MEDIA INDONESIA, 24 Februari 2018



                                                           
BANYAK artis terkenal yang bermasalah dengan narkotika, sebut saja Whitney Houston dan Michael Jackson. Mereka ialah penyalah guna narkotika yang momentum berita kematiannya menghebohkan dunia.

Banyak pula artis penyalah guna saat ini dalam perawatan rehabilitasi. Mereka sedang berjuang untuk sembuh melawan penyakit adiksi narkotika serta dampak buruk akibat penyalahgunaannya. Secara fisik mereka masih dapat melakukan aktivitas keartisan, tetapi secara mental mereka sakit jiwanya.

Ada juga artis yang ditangkap penegak hukum dan dipaksa direhabilitasi, seperti John Lenon, Bob Marley, dan Donovan, karena kepemilikan narkotika. Sebaliknya, artis Williams justru dijebloskan ke penjara karena bertindak selaku pengedar. Sebagai figur publik, nilai beritanya sangat tinggi, apalagi artis bermasalah dengan narkotika meski pun perannya sebatas penyalah guna. Beritanya pun akan dijadikan referensi oleh masyarakat.

Demikian pula artis terlibat narkotika yang banyak tertangkap di Indonesia beberapa waktu lalu, umumnya sebagai penyalah guna (bedakan penyalah guna dengan pengedar). Mereka adalah artis sakit dengan kondisi fisik yang relatif bugar dapat beraktivitas secara wajar. Namun, di balik itu jiwanya sakit adiksi narkotika, yakni sakit ketergantung­an narkotika. Fisik dan psikis­nya menagih narkotika setiap saat dan terapinya masuk pada wilayah kesehatan jiwa. Artis sakit ini tidak memiliki kamus efek jera karena jiwanya agak terganggu.

Artis sakit ini, menurut UU yang berlaku, dikategorikan sebagai artis yang menggunakan narkotika tanpa hak dan melawan hukum. Oleh UU disebut penyalah guna. Mereka diancam hukuman penjara ku­rang dari lima tahun sehingga tidak memenuhi syarat untuk ditahan. Mereka dijamin UU Narkoti­ka untuk direhabilitasi. Kalau penyalah guna ini dimintakan visum/di-assessment penyidik, penyalah guna berubah status hukum menjadi pecandu. Artis pecandu ini, yang merupakan metamorfosis dari penyalah guna, menurut UU wajib direhabilitasi dan menjadi tanggung jawab negara. Itu sebabnya dibentuk BNN dan ada nomenklatur deputi rehabilitasi.

Upaya rehabilitasi dapat dilakukan melalui rehabilitasi secara mandiri atas biaya keluarganya. Rehabilitasi dipaksa UU melalui institusi penerima wajib lapor (IPWL) yang dilaksanakan Kemenkes, Kemensos, dan BNN denga dibiayai APBN. Rehabilitasi dipaksa penegak hukum melalui penempatan di lembaga rehabilitasi sejak penyidikan, penuntutan, sampai putusan hakim dibiayai APBN.

Salah kaprah penanganan dan pemberitaan artis atau pesohor yang menggunakan narkotika tanpa hak dan melanggar hukum, dengan diberikan penahanan dan hukuman penjara yang seharusnya direhabilitasi seperti selama ini, lumrah terjadi. Hal itu me­nye­babkan runyamnya penye­lesaian narkotika di Indonesia karena penanganan dan pemberitaannya seakan-akan benar menurut hukum dan bi­sa menyelesaikan masalah narkotika di Indonesia.

Tren perkembangan

Secara khusus penelitian terhadap penyalahgunaan nar­kotika di kalangan artis atau pesohor belum pernah di­lakukan. Namun, secara umum telah dilakukan penelitian oleh BNN dan Puslitkes UI yang dilakukan setiap dua tahun sekali. Hasilnya menunjukkan jumlah penyalah guna narkotika dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang signifikan. Di awal dilakukan penelitian BNN jumlahnya 1,5 juta, dan sekarang ini sudah mencapai 5,8 juta. Apa arti semua ini bagi kita?

Selaras dengan hasil penelitian narkotika tersebut di atas, artis/pesohor yang bermasalah dengan penyalahgunaan narkotika di Indonesia jumlahnya cukup banyak. Perkembangannya mengikuti deret hitung, zaman now perkembangannya sudah memasuki deret ukur banyak artis yang ditangkap dan dibawa ke pengadilan.

Pada titik ini saya memberikan apresiasi kepada penyidik karena prestasinya. Akan tetapi, kalau penanganan selan­utnya dilakukan secara konvensional, ditahan penyidik dan jaksa serta dipenjara oleh hakim, maka bisa mem­ba­wa Indonesia masuk ke ‘bencana’ narkotika yang saat ini laju perkembangannya sudah memasuki tahap ‘darurat’ narkotika.

Penyalah guna (drug user), berdasarkan konvensi internasional dan UU Narkotika kita, wajib dijebloskan ke tempat rehabilitasi tanpa babibu sesuai kewenangan yang diberikan UU kepada penegak hukum.

Penyidik dan penuntut umum diberikan kewenangan menjebloskan penyalah guna ke tempat rehabilitasi. Hakim juga diberi kewenang­an memvonis hukuman rehabilitasi baik terbukti salah maupun tidak terbukti salah dalam sidang pengadilan secara terbuka. Masih berdasarkan UU Narkotika, rehabilitasi itu hukuman dan hukuman rehabilitasi itu secara yuridis sama dengan hukuman penjara.

Menurut penelitian singkat saya, bagi penyalah guna narkotika hukuman rehabilitasi jauh lebih berat rasanya ketimbang hukuman penjara. Pada poin ini banyak masyarakat yang tidak memahami. Menurut literatur dan hasil penelitian para ahli, hukuman rehabilitasi jauh lebih baik daripada hukuman penjara karena, pertama, hukuman rehabilitasi terasa lebih berat dan bersifat menyembuhkan. Di penjara hanya dapat nestapa dan melangengkan sakit ketergantunganya karena lembaga pemasyarakatan tidak memiliki tupoksi rehabilitasi.

Kedua, menghukum penyalah guna dengan hukuman penjara menyebabkan jumlah penyalah guna makin lama makin bertambah banyak karena penyalah guna lama tidak dipulihkan, sementara timbul penyalah guna baru.

Ketiga, bandar narkoba dunia melirik Indonesia karena pangsa pasarnya sangat besar. Keempat, tidak ada gunanya menghukum penjara orang kecanduan, bahkan dapat dikatakan menghambur-hamburkan sumber daya penegakan hukum.

Melanggar HAM

Artis menggunakan narkotika secara tidak sah dan melanggar hukum, apabila ditangkap selanjutnya tidak dijebloskan ke tempat rehab dan dihukum rehabilitasi adalah bentuk tin­dakan penegakan hukum yang bertentangan dengan maksud UU Narkotika, juga tidak menghormati HAM dalam upaya mendapatkan derajat kesehatan yang diperjuangkan pemerintah.

Di sisi lain, di luar artis ada jutaan keluarga Indonesia pengguna narkotika secara ilegal/tidak sah dan melanggar hukum, yang dihantui rasa ketakutan. Ketakutan ditangkap penegak hukum dan dijebloskan ke tahanan atau penjara mengalahkan upaya rasional mereka guna mendapatkan hak rehabilitasi untuk sehat sebagai elemen penting dalam HAM.

Akibat salah kaprah dalam penanganan narkotika, mereka menjadi kesulitan mendapatkan akses untuk pulih. Dampaknya, mereka sepanjang hidup menjadi teman peredaraan narkotika. Seorang penyalah guna dalam perjalanan hidupnya akan bermetamorfosis menjadi pecandu. Pecandu yang tidak mendapatkan pertolongan dalam bentuk rehabilitasi berpotensi berdampak buruk dan rentan kejangkitan penyakit ikutan seperti gangguan fungsi metabolisme, gangguan penyakit liver, hepatitis, ginjal, maupun terjangkit HIV AIDS.

Fenomena artis narkotika

Narkotika adalah ‘obat’ bermanfat untuk menghilangkan rasa sakit sekaligus dapat menimbulkan penyakit adiksi/ketergantungan apabila pemakaiannya tidak atas petunjuk dokter. Efek ganda narkotika ini yang menyebabkan penyalahgunaan narkotika dilarang, bahkan diancam pidana, dengan tujuan agar masyarakat termasuk artis atau pesohor takut dan tidak menyalahgunakan narkotika.

Menurut UU No 35/2009 tentang Narkotika, penanganan penyalah guna narkotika meng­gunakan kontruksi ancaman pidana melalui sistem peradilan pidana. Namun, ke­ti­ka penyalah guna bermasalah dengan hukum, penegak hukum wajib menerapkan sistem peradilan rehabilitasi sejak disidik, dituntut, sampai diadili. Mengapa demikian?

Karena UU Narkotika menganut double track system pemidanaan, dengan penyalahgunanya diproses melalui sistem peradilan pidana rehabilitasi dan berakhir di lembaga rehabilitasi. Sebaliknya, pengedarnya diproses dengan sistem peradilan pidana dan berakhir pada hukuman penjara.

Pada poin ini masyarakat hukum kita tidak mempelajari maksud dan tujuan UU secara detail dan mengangap UU-nya yang salah. Ada fenomena manfaat dan mudaratnya narkotika yang tidak dipahami para artis/pesohor secara tidak lengkap. Me­reka tahunya hanya manfaat dari narkotika ialah menghilangkan rasa sakit dan dapat menstimulan aktifivas keartisannya. Akan tetapi, tidak memahami mudaratnya yaitu sakit adiksi berkepanjangan dan tidak bisa berhenti atas inisiatif sendiri. Ini sangat merugikan masa depan kesehatan artis itu, keluarga, bangsa, dan negara.

Artis/pesohor yang membeli, membawa, dan memiliki narkotika dalam jumlah tertentu (sedikit) untuk dikonsumsi sendiri dan teman-teman dalam pesta narkotika bukan penjahat murni. Menurut victimology adalah korban kejahatan para pengedar narkotika, yang oleh UU dikriminalkan sebagai penyalah guna untuk diri sendiri.

Namun, perlu dibedakan proses pertanggungjawaban pidananya maupun penjatuhan sanksinya karena mereka tidak memiliki niat jahat. Mereka membeli, memiliki narkotika hanya karena tuntutan penyakit kecanduannya. Tidak untuk dijual guna mendapatkan keuntungan, justru yang dirugikan artis itu sendiri. Me­reka hanya menzalimi diri sendiri, tetapi secara yuridis mereka pelanggar hukum.

Artis sakit adiksi narkotika itu umumnya disebabkan salah pergaulan. Mereka diajak teman dekat untuk menjadi penyalah guna narkotika. Mereka untuk pertama kali menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, dirayu, dan ditipu dengan segala iming-iming dengan segala ‘kenikmatan’ narkotika oleh temen dekatnya. Bahkan ada yang dipaksa.

Sesungguhnya mereka adalah korban penyalahgunaan narkotika yang secara teknis yuridis harus digali penegak hukum karena korban penyalah guna narkotika itu wajib direhabilitasi. Itu sebabnya kalau penyidik dan penuntut umum yang menahan penyalah guna, serta hakim yang menghukum penjara dalam proses pertanggungjawaban hukum, masuk dikategori melanggar HAM karena menahan tersangka penyalah guna tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Berbeda terhadap artis atau pesohor yang membeli narkotika dalam jumlah tertentu (ba­nyak) untuk dijual agar mendapatkan keuntungan. Yang demikian itu digolongkan sebagai pengedar. Mereka harus dihukum berat. Mereka mempunyai niat jahat mencari keuntungan atau memperkaya diri dan menjerumuskan pe­nyalahgunanya ke dalam masalah adiksi. Artis pengedar ini yang harus dihukum berat.

Pada akhirnya kita berharap Indonesia dapat menyelesaikan masalah narkotika dengan baik sesuai UU No 35/2009. UU Narkotika ini sangat up to date (meskipun ada kekurangannya) karena mengakomodasi tiga pilar utama cara penyele­saian masalah narkotika yang harus dilakukan secara seimbang. Pertama, terhadap penyalah guna narkotika harus didorong, dipaksa, dan ditangkapi untuk dijebloskan ke tempat rehabilitasi agar tidak jadi pecandu/demand.

Kedua, terhadap pengedarnya tidak hanya diberikan hukuman berat seperti hukuman penjara seumur hidup atau pidana mati, tapi juga harus dikenai tindak pidana pencucian uang serta diputus jaringan komunikasi bisnisnya selama menjalani hukuman di LP agar tidak jadi pengedar lagi (jera).

Ketiga, terhadap masyarakat khususnya remaja yang belum terlibat narkotika dibentengi langkah pencegahan agar tidak jadi embrionya penyalah guna yang punya sifat kecanduan. Pada titik ini masyarakat hukum dan penegak hukumnya harus memilah dan mengawasi mana pelaku yang dikategorikan sebagai pengedar yang harus penjara, mana pelaku yang dikategorikan penyalah guna yang harus ditempatkan di lembaga rehabilitasi sebagai bentuk hukuman sejak proses penyidikan, penuntutan, peradilan, hingga penjatuhan hukuman. Kalau tidak, jangan mengharapkan penyalahgunaan dan peredaran narkotika menurun, apalagi berharap Indonesia bebas dari penyalahgunaan narkotika. ●

2 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Sgp

    BalasHapus