Artis
Pengguna Narkotika dan HAM
Anang Iskandar ; Dosen Trisakti; Kepala BNN 2012-2015;
Kabareskrim 2015-2016
|
MEDIA
INDONESIA, 24 Februari 2018
BANYAK artis terkenal yang
bermasalah dengan narkotika, sebut saja Whitney Houston dan Michael Jackson.
Mereka ialah penyalah guna narkotika yang momentum berita kematiannya
menghebohkan dunia.
Banyak pula artis penyalah
guna saat ini dalam perawatan rehabilitasi. Mereka sedang berjuang untuk
sembuh melawan penyakit adiksi narkotika serta dampak buruk akibat
penyalahgunaannya. Secara fisik mereka masih dapat melakukan aktivitas keartisan,
tetapi secara mental mereka sakit jiwanya.
Ada juga artis yang ditangkap
penegak hukum dan dipaksa direhabilitasi, seperti John Lenon, Bob Marley, dan
Donovan, karena kepemilikan narkotika. Sebaliknya, artis Williams justru
dijebloskan ke penjara karena bertindak selaku pengedar. Sebagai figur
publik, nilai beritanya sangat tinggi, apalagi artis bermasalah dengan
narkotika meski pun perannya sebatas penyalah guna. Beritanya pun akan
dijadikan referensi oleh masyarakat.
Demikian pula artis
terlibat narkotika yang banyak tertangkap di Indonesia beberapa waktu lalu,
umumnya sebagai penyalah guna (bedakan penyalah guna dengan pengedar). Mereka
adalah artis sakit dengan kondisi fisik yang relatif bugar dapat beraktivitas
secara wajar. Namun, di balik itu jiwanya sakit adiksi narkotika, yakni sakit
ketergantungan narkotika. Fisik dan psikisnya menagih narkotika setiap saat
dan terapinya masuk pada wilayah kesehatan jiwa. Artis sakit ini tidak
memiliki kamus efek jera karena jiwanya agak terganggu.
Artis sakit ini, menurut
UU yang berlaku, dikategorikan sebagai artis yang menggunakan narkotika tanpa
hak dan melawan hukum. Oleh UU disebut penyalah guna. Mereka diancam hukuman
penjara kurang dari lima tahun sehingga tidak memenuhi syarat untuk ditahan.
Mereka dijamin UU Narkotika untuk direhabilitasi. Kalau penyalah guna ini
dimintakan visum/di-assessment penyidik, penyalah guna berubah status hukum
menjadi pecandu. Artis pecandu ini, yang merupakan metamorfosis dari penyalah
guna, menurut UU wajib direhabilitasi dan menjadi tanggung jawab negara. Itu
sebabnya dibentuk BNN dan ada nomenklatur deputi rehabilitasi.
Upaya rehabilitasi dapat
dilakukan melalui rehabilitasi secara mandiri atas biaya keluarganya.
Rehabilitasi dipaksa UU melalui institusi penerima wajib lapor (IPWL) yang
dilaksanakan Kemenkes, Kemensos, dan BNN denga dibiayai APBN. Rehabilitasi dipaksa
penegak hukum melalui penempatan di lembaga rehabilitasi sejak penyidikan,
penuntutan, sampai putusan hakim dibiayai APBN.
Salah kaprah penanganan
dan pemberitaan artis atau pesohor yang menggunakan narkotika tanpa hak dan
melanggar hukum, dengan diberikan penahanan dan hukuman penjara yang
seharusnya direhabilitasi seperti selama ini, lumrah terjadi. Hal itu
menyebabkan runyamnya penyelesaian narkotika di Indonesia karena
penanganan dan pemberitaannya seakan-akan benar menurut hukum dan bisa menyelesaikan
masalah narkotika di Indonesia.
Tren
perkembangan
Secara khusus penelitian
terhadap penyalahgunaan narkotika di kalangan artis atau pesohor belum
pernah dilakukan. Namun, secara umum telah dilakukan penelitian oleh BNN dan
Puslitkes UI yang dilakukan setiap dua tahun sekali. Hasilnya menunjukkan
jumlah penyalah guna narkotika dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang
signifikan. Di awal dilakukan penelitian BNN jumlahnya 1,5 juta, dan sekarang
ini sudah mencapai 5,8 juta. Apa arti semua ini bagi kita?
Selaras dengan hasil
penelitian narkotika tersebut di atas, artis/pesohor yang bermasalah dengan
penyalahgunaan narkotika di Indonesia jumlahnya cukup banyak. Perkembangannya
mengikuti deret hitung, zaman now perkembangannya sudah memasuki deret ukur
banyak artis yang ditangkap dan dibawa ke pengadilan.
Pada titik ini saya
memberikan apresiasi kepada penyidik karena prestasinya. Akan tetapi, kalau
penanganan selanutnya dilakukan secara konvensional, ditahan penyidik dan
jaksa serta dipenjara oleh hakim, maka bisa membawa Indonesia masuk ke
‘bencana’ narkotika yang saat ini laju perkembangannya sudah memasuki tahap
‘darurat’ narkotika.
Penyalah guna (drug user),
berdasarkan konvensi internasional dan UU Narkotika kita, wajib dijebloskan
ke tempat rehabilitasi tanpa babibu sesuai kewenangan yang diberikan UU
kepada penegak hukum.
Penyidik dan penuntut umum
diberikan kewenangan menjebloskan penyalah guna ke tempat rehabilitasi. Hakim
juga diberi kewenangan memvonis hukuman rehabilitasi baik terbukti salah
maupun tidak terbukti salah dalam sidang pengadilan secara terbuka. Masih
berdasarkan UU Narkotika, rehabilitasi itu hukuman dan hukuman rehabilitasi
itu secara yuridis sama dengan hukuman penjara.
Menurut penelitian singkat
saya, bagi penyalah guna narkotika hukuman rehabilitasi jauh lebih berat
rasanya ketimbang hukuman penjara. Pada poin ini banyak masyarakat yang tidak
memahami. Menurut literatur dan hasil penelitian para ahli, hukuman
rehabilitasi jauh lebih baik daripada hukuman penjara karena, pertama,
hukuman rehabilitasi terasa lebih berat dan bersifat menyembuhkan. Di penjara
hanya dapat nestapa dan melangengkan sakit ketergantunganya karena lembaga
pemasyarakatan tidak memiliki tupoksi rehabilitasi.
Kedua, menghukum penyalah
guna dengan hukuman penjara menyebabkan jumlah penyalah guna makin lama makin
bertambah banyak karena penyalah guna lama tidak dipulihkan, sementara timbul
penyalah guna baru.
Ketiga, bandar narkoba
dunia melirik Indonesia karena pangsa pasarnya sangat besar. Keempat, tidak
ada gunanya menghukum penjara orang kecanduan, bahkan dapat dikatakan
menghambur-hamburkan sumber daya penegakan hukum.
Melanggar
HAM
Artis menggunakan
narkotika secara tidak sah dan melanggar hukum, apabila ditangkap selanjutnya
tidak dijebloskan ke tempat rehab dan dihukum rehabilitasi adalah bentuk
tindakan penegakan hukum yang bertentangan dengan maksud UU Narkotika, juga
tidak menghormati HAM dalam upaya mendapatkan derajat kesehatan yang
diperjuangkan pemerintah.
Di sisi lain, di luar
artis ada jutaan keluarga Indonesia pengguna narkotika secara ilegal/tidak
sah dan melanggar hukum, yang dihantui rasa ketakutan. Ketakutan ditangkap
penegak hukum dan dijebloskan ke tahanan atau penjara mengalahkan upaya
rasional mereka guna mendapatkan hak rehabilitasi untuk sehat sebagai elemen
penting dalam HAM.
Akibat salah kaprah dalam
penanganan narkotika, mereka menjadi kesulitan mendapatkan akses untuk pulih.
Dampaknya, mereka sepanjang hidup menjadi teman peredaraan narkotika. Seorang
penyalah guna dalam perjalanan hidupnya akan bermetamorfosis menjadi pecandu.
Pecandu yang tidak mendapatkan pertolongan dalam bentuk rehabilitasi
berpotensi berdampak buruk dan rentan kejangkitan penyakit ikutan seperti
gangguan fungsi metabolisme, gangguan penyakit liver, hepatitis, ginjal,
maupun terjangkit HIV AIDS.
Fenomena
artis narkotika
Narkotika adalah ‘obat’
bermanfat untuk menghilangkan rasa sakit sekaligus dapat menimbulkan penyakit
adiksi/ketergantungan apabila pemakaiannya tidak atas petunjuk dokter. Efek
ganda narkotika ini yang menyebabkan penyalahgunaan narkotika dilarang,
bahkan diancam pidana, dengan tujuan agar masyarakat termasuk artis atau
pesohor takut dan tidak menyalahgunakan narkotika.
Menurut UU No 35/2009
tentang Narkotika, penanganan penyalah guna narkotika menggunakan kontruksi
ancaman pidana melalui sistem peradilan pidana. Namun, ketika penyalah guna
bermasalah dengan hukum, penegak hukum wajib menerapkan sistem peradilan
rehabilitasi sejak disidik, dituntut, sampai diadili. Mengapa demikian?
Karena UU Narkotika
menganut double track system
pemidanaan, dengan penyalahgunanya diproses melalui sistem peradilan pidana
rehabilitasi dan berakhir di lembaga rehabilitasi. Sebaliknya, pengedarnya
diproses dengan sistem peradilan pidana dan berakhir pada hukuman penjara.
Pada poin ini masyarakat
hukum kita tidak mempelajari maksud dan tujuan UU secara detail dan mengangap
UU-nya yang salah. Ada fenomena manfaat dan mudaratnya narkotika yang tidak
dipahami para artis/pesohor secara tidak lengkap. Mereka tahunya hanya
manfaat dari narkotika ialah menghilangkan rasa sakit dan dapat menstimulan
aktifivas keartisannya. Akan tetapi, tidak memahami mudaratnya yaitu sakit
adiksi berkepanjangan dan tidak bisa berhenti atas inisiatif sendiri. Ini sangat
merugikan masa depan kesehatan artis itu, keluarga, bangsa, dan negara.
Artis/pesohor yang
membeli, membawa, dan memiliki narkotika dalam jumlah tertentu (sedikit)
untuk dikonsumsi sendiri dan teman-teman dalam pesta narkotika bukan penjahat
murni. Menurut victimology adalah korban kejahatan para pengedar narkotika,
yang oleh UU dikriminalkan sebagai penyalah guna untuk diri sendiri.
Namun, perlu dibedakan
proses pertanggungjawaban pidananya maupun penjatuhan sanksinya karena mereka
tidak memiliki niat jahat. Mereka membeli, memiliki narkotika hanya karena
tuntutan penyakit kecanduannya. Tidak untuk dijual guna mendapatkan
keuntungan, justru yang dirugikan artis itu sendiri. Mereka hanya menzalimi
diri sendiri, tetapi secara yuridis mereka pelanggar hukum.
Artis sakit adiksi
narkotika itu umumnya disebabkan salah pergaulan. Mereka diajak teman dekat
untuk menjadi penyalah guna narkotika. Mereka untuk pertama kali menggunakan
narkotika karena dibujuk, diperdaya, dirayu, dan ditipu dengan segala iming-iming
dengan segala ‘kenikmatan’ narkotika oleh temen dekatnya. Bahkan ada yang
dipaksa.
Sesungguhnya mereka adalah
korban penyalahgunaan narkotika yang secara teknis yuridis harus digali
penegak hukum karena korban penyalah guna narkotika itu wajib direhabilitasi.
Itu sebabnya kalau penyidik dan penuntut umum yang menahan penyalah guna,
serta hakim yang menghukum penjara dalam proses pertanggungjawaban hukum,
masuk dikategori melanggar HAM karena menahan tersangka penyalah guna tidak
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Berbeda terhadap artis
atau pesohor yang membeli narkotika dalam jumlah tertentu (banyak) untuk
dijual agar mendapatkan keuntungan. Yang demikian itu digolongkan sebagai
pengedar. Mereka harus dihukum berat. Mereka mempunyai niat jahat mencari
keuntungan atau memperkaya diri dan menjerumuskan penyalahgunanya ke dalam
masalah adiksi. Artis pengedar ini yang harus dihukum berat.
Pada akhirnya kita
berharap Indonesia dapat menyelesaikan masalah narkotika dengan baik sesuai
UU No 35/2009. UU Narkotika ini sangat up to date (meskipun ada
kekurangannya) karena mengakomodasi tiga pilar utama cara penyelesaian
masalah narkotika yang harus dilakukan secara seimbang. Pertama, terhadap
penyalah guna narkotika harus didorong, dipaksa, dan ditangkapi untuk
dijebloskan ke tempat rehabilitasi agar tidak jadi pecandu/demand.
Kedua, terhadap
pengedarnya tidak hanya diberikan hukuman berat seperti hukuman penjara
seumur hidup atau pidana mati, tapi juga harus dikenai tindak pidana
pencucian uang serta diputus jaringan komunikasi bisnisnya selama menjalani
hukuman di LP agar tidak jadi pengedar lagi (jera).
Ketiga, terhadap
masyarakat khususnya remaja yang belum terlibat narkotika dibentengi langkah
pencegahan agar tidak jadi embrionya penyalah guna yang punya sifat
kecanduan. Pada titik ini masyarakat hukum dan penegak hukumnya harus memilah
dan mengawasi mana pelaku yang dikategorikan sebagai pengedar yang harus
penjara, mana pelaku yang dikategorikan penyalah guna yang harus ditempatkan
di lembaga rehabilitasi sebagai bentuk hukuman sejak proses penyidikan,
penuntutan, peradilan, hingga penjatuhan hukuman. Kalau tidak, jangan
mengharapkan penyalahgunaan dan peredaran narkotika menurun, apalagi berharap
Indonesia bebas dari penyalahgunaan narkotika. ●
|
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
Apakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang jitu? bila belum baca Prediksi jitu mbah jambrong Sgp
BalasHapus