Kota,
Angkutan Umum, Kendaraan Pribadi, dan Dilema Transportasi
Yusa Cahya Purnama ; Perencana Transportasi
|
KOMPAS.COM,
07 Februari 2018
Kota,
angkutan umum dan kendaraan pribadi memiliki sebuah hubungan yang unik dan
rumit. Kota, seperti diungkapkan Geoffrey West (2010) dalam penelitiannya,
bagaikan sebuah organisme yang hidup.
Karena
itu, kota memiliki kebutuhan akan mekanisme transportasi dalam “diri”-nya
untuk dapat berfungsi. Kota juga berarti memerlukan adanya aktivitas sosial
ekonomi sebagai penyokong geliat kehidupannya bagaikan tubuh yang memerlukan
aktivitas organ dan bagian lainnya untuk dapat berfungsi.
Di
sisi lain, sebuah kawasan perkotaan harus memiliki rencana serta realisasi
penataan ruang dan fungsi yang benar agar pertumbuhannya terkendali. Selain
itu, juga berada dalam “arah” yang benar, bagaikan sebuah organisme yang
hidup dan tumbuh secara sehat.
Pertumbuhan
kawasan perkotaan yang terjadi secara tidak terkendali dapat diandaikan
sebagai sebuah organisme yang terpapar sakit kanker.
Perubahan
“genetik kota” ini menyebabkan sebuah kawasan perkotaan mengalami gangguan
fungsi hidup maupun pertumbuhannya. Misalnya saja miszonasi, antara ruang
publik dan kawasan komersial.
Bagaikan
sumbatan lemak di pembuluh darah, pertumbuhan kawasan komersial di zona non
komersial bisa jadi menghambat laju lalu lintas di jalanan akibat banyaknya
aktivitas ikutan yang mengganggu kelancaran arus transportasi.
Penggambaran
lain adalah ketika terjadi kegagalan penyediaan transportasi umum untuk suatu
kawasan sehingga menurunkan geliat sosial dan aktivitas perekonomian dapat
disebut hilangnya pembuluh darah tubuh sehingga terjadi kematian organ tubuh
di tempat itu.
Kendaraan
pribadi dan angkutan umum memiliki hubungan sangat unik. Kedua moda
transportasi ini dapat berfungsi saling melengkapi. Namun pada saat
bersamaan, dapat juga saling berkompetisi sehingga mematikan satu sama lain
apabila tidak ada pengaturan yang tegas dan jelas.
Kendaraan
pribadi, di satu sisi menawarkan fleksibilitas pergerakan bagi penduduk kota.
Sepeda motor sebagai salah satu moda kendaraan pribadi bahkan memiliki
kelebihan berupa rendahnya biaya operasional.
Kendaraan
pribadi juga menawarkan kemudahan pergerakan penduduk serta pertumbuhan
ekonomi terutama untuk kawasan baru perkotaan yang tidak terjangkau rute
angkutan umum eksisting, ketiadaan beban biaya subsidi bagi pemerintah.
Meskipun
demikian, penggunaan kendaraan pribadi bukan tanpa konsekuensi.
Ketergantungan pada kendaraan pribadi pada akhirnya menyebabkan peningkatan
kemacetan, polusi udara, permasalahan kesehatan fisik dan psikologis selain
habisnya ruang perkotaan untuk pembangunan jalan.
Opsi
pergerakan
Untuk
mengurangi ketergantungan ini sebuah perkotaan yang sehat harus mampu
menjadikan masing-masing moda transportasi sebagai opsi pergerakan yang
terbaik bagi penduduknya sesuai kebutuhannya.
Transportasi
umum harus dirancang dengan zona-zona tangkapan yang jelas serta menjangkau
seluruh kawasan kota bagai pembuluh darah tubuh. Pola dan tingkat pelayanan
angkutan umum harus dirancang agar menarik serta dapat melayani sebagian
besar penduduk perkotaan.
Hal
ini untuk meminimalisasi kebutuhan penduduk terhadap kendaraan pribadi dalam
kebutuhan pergerakan mereka. Selain itu perlindungan hak pedestrian sebagai
penyokong angkutan umum harus diatur secara tegas.
Di
sisi lain, opsi pergerakan ini membutuhkan komitmen keuangan, kebijakan dan
politik pemerintah baik di level daerah maupun pusat. Tak lupa pula komitmen
untuk merancang dan merealisasikan berdasar rencana jangka panjang dan
didukung tahapan jangka pendek dan menengah secara disiplin.
Harus
diakui hal di atas menyebabkan hubungan dilematis di bidang transportasi di
berbagai kawasan perkotaan di Indonesia. Bahkan sangat besar kemungkinan
terjadi hingga kawasan pinggiran kota serta pedesaan.
Oleh
karena itu, kejelasan serta ketegasan sikap pemerintah sebagai regulator
adalah harga mati.
Memang
benar kendaraan pribadi tidak akan dapat sepenuhnya digantikan oleh angkutan
umum. Namun perlu diingat, pembiaran ketergantungan terhadap kendaraan
pribadi adalah hal yang harus sangat dihindari.
Pemerintah,
baik di level daerah hingga pusat harus bisa menanggalkan baju politik dan
kepentingan golongan ketika melayani rakyatnya serta berkomitmen dalam
menjalankan perencanaan jangka menengah dan panjang.
Harus
diakui, hal ini mungkin tidak mudah dijalankan di Indonesia di mana belum ada
jaminan jelas agar oknum kepala daerah tidak berkutat lebih mengutamakan
jargon politik, pencitraan pribadi dan kelompok serta golongan tertentu
ketimbang realisasi program jangka panjang serta kebutuhan riil masyarakat.
Masyarakat
adalah pengguna, tidak seharusnya masyarakat dibiarkan menjadi korban dilema
yang bersifat politis. Pelibatan swasta dalam penyediaan dan pengelolaan
angkutan umum harus mulai didorong.
Skema
subsidi angkutan umum yang tepat sasaran harus dibuat berdasar data
kependudukan yang akurat. Penggunaan dan kepemilikan kendaraan pribadi harus
diatur dengan jelas.
Manajemen
lalu lintas serta pengaturan ruang parkir harus diatur dengan konsep
pengutamaan angkutan umum. Pedestrian serta pengurangan ketergantungan
terhadap kendaraan pribadi serta mendorong penggunaan angkutan umum.
Hal
terakhir dan terpenting adalah pemerintah daerah hingga pusat harus dapat
lepas dari kepentingan kelompok serta golongan tertentu. Kebijakan yang
diambil harus jelas, berkelanjutan tidak bersifat “asal beda” atau cenderung
jargon semata agar bangsa ini tidak terjebak dalam dilema transportasi
berkepanjangan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar