Senin, 26 Februari 2018

Anjing Tanah

Anjing Tanah
Putu Setia  ;   Pengarang; Wartawan Senior Tempo
                                                   TEMPO.CO, 22 Februari 2018



                                                           
Menurut penghitungan kalender Cina, KITA memasuki tahun Anjing Tanah. Seperti biasa, ada berbagai ramalan yang disukai orang, baik yang percaya maupun yang sekadar ingin tahu. Saya tertarik pada satu ramalan saja, yakni "makin sulit mencari orang yang bisa dipercaya".

Semakin sulit? Padahal, sebelum Imlek, sudah sulit mencari orang yang bisa dipercaya. Sulit mencari bupati dan gubernur. Baru tingkat dicalonkan saja sudah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uniknya, ada peraturan calon yang ditangkap dan bahkan ditahan tetap saja menjadi calon. Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak bisa membatalkan pencalonan itu. Partai pengusung pun tak bisa menariknya karena calon sudah ditetapkan dalam suatu sidang pleno KPU setempat.

Bupati Ngada, Marianus Sae, calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi tersangka kasus suap oleh KPK. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan Marianus tetap sah menjadi calon, sepanjang kasusnya belum inkracht, artinya menunggu keputusan tetap dari pengadilan. Dasarnya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017. Inkracht, dalam pengertian hukum yang normal, artinya sudah melewati keputusan pengadilan negeri dan keputusan banding pengadilan tinggi dan sampai pada kasasi di Mahkamah Agung. Itu masih terbuka peninjauan kembali. Bagaimana kalau, misalnya, Marianus terpilih sebagai Gubernur NTT? Bisa-bisa selama menjabat gubernur dia tetap berstatus terhukum; belum terpidana karena belum inkracht.

Masih syukur Marianus tidak atau belum ditahan. Bupati Subang Imas Aryumningsih dan Bupati Jombang Nyono Suharli-keduanya inkumben-sudah ditahan KPK, tapi tetap sah sebagai calon bupati di daerah masing-masing untuk periode kedua. Bahkan dengan percaya diri Nyono Suharli diwakili istrinya, Tjaturina Wihandoko, mengambil nomor urut calon peserta pilkada itu.

Bayangkanlah kemudian Imas dan Nyono berkampanye dari rumah tahanan. Lalu rakyat memberikan suaranya saat pilkada berlangsung, entah alasan masih percaya kepada pemimpinnya atau karena ada uang yang dibagikan. Mohon dimaklumi, "politik uang" yang diharamkan saat ini menjadi halal jika disebut bansos (bantuan sosial), yang kini kerap diberikan oleh para calon dari unsur inkumben. Mengumbar bansos ini umum di berbagai daerah dan KPU ataupun Bawaslu tutup mata. Jika hal itu terjadi, apakah Imas dan Nyono akan menjadi bupati dengan berkantor di rumah tahanan sampai menunggu inkracht?

Kita bisa bersikap sok bijak dengan memuji KPU yang taat menjalankan aturan yang dibuatnya berdasarkan undang-undang yang ada. Mari salahkan yang membuat undang-undang, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, karena di situ sumber masalah. Nah, kalau urusan sampai di sini, ramalan tahun Anjing Tanah (makin sulit mencari orang yang dipercaya) semakin nyata. Bagaimana kita mempercayai DPR kalau undang-undang yang dibuatnya sudah tak keruan? Lihat saja UU MD3 yang kini menuai kecaman. Undang-undang itu dibuat untuk kenikmatannya sendiri, bukan untuk "kenikmatan rakyat" yang diwakilinya.

Lalu Fadli Zon, wakil ketua para wakil rakyat, dengan entengnya menyebutkan, kalau ada yang tak suka UU MD3, silakan uji ke Mahkamah Konstitusi. Masalahnya, apakah kita percaya lagi kepada MK setelah sang ketuanya bermesraan dengan DPR? Kepercayaan kita mulai luntur pada lembaga yang berurusan dengan hukum dan perundangan. Tapi saya sarankan agar mengurungkan niat mengkritik DPR; Anda bisa diproses hukum berdasarkan UU MD3. Tapi, jangan pula mentang-mentang ini tahun Anjing Tanah, Anda memakinya dengan kasar: asuuu...!!!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar