Anjing
Tanah
Putu Setia ; Pengarang; Wartawan Senior Tempo
|
TEMPO.CO,
22 Februari
2018
Menurut
penghitungan kalender Cina, KITA memasuki tahun Anjing Tanah. Seperti biasa,
ada berbagai ramalan yang disukai orang, baik yang percaya maupun yang
sekadar ingin tahu. Saya tertarik pada satu ramalan saja, yakni "makin
sulit mencari orang yang bisa dipercaya".
Semakin
sulit? Padahal, sebelum Imlek, sudah sulit mencari orang yang bisa dipercaya.
Sulit mencari bupati dan gubernur. Baru tingkat dicalonkan saja sudah
ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Uniknya, ada peraturan calon
yang ditangkap dan bahkan ditahan tetap saja menjadi calon. Komisi Pemilihan
Umum (KPU) tak bisa membatalkan pencalonan itu. Partai pengusung pun tak bisa
menariknya karena calon sudah ditetapkan dalam suatu sidang pleno KPU
setempat.
Bupati
Ngada, Marianus Sae, calon Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi
tersangka kasus suap oleh KPK. Ketua KPU Arief Budiman mengatakan Marianus
tetap sah menjadi calon, sepanjang kasusnya belum inkracht, artinya menunggu
keputusan tetap dari pengadilan. Dasarnya Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2017.
Inkracht, dalam pengertian hukum yang normal, artinya sudah melewati keputusan
pengadilan negeri dan keputusan banding pengadilan tinggi dan sampai pada
kasasi di Mahkamah Agung. Itu masih terbuka peninjauan kembali. Bagaimana
kalau, misalnya, Marianus terpilih sebagai Gubernur NTT? Bisa-bisa selama
menjabat gubernur dia tetap berstatus terhukum; belum terpidana karena belum
inkracht.
Masih
syukur Marianus tidak atau belum ditahan. Bupati Subang Imas Aryumningsih dan
Bupati Jombang Nyono Suharli-keduanya inkumben-sudah ditahan KPK, tapi tetap
sah sebagai calon bupati di daerah masing-masing untuk periode kedua. Bahkan
dengan percaya diri Nyono Suharli diwakili istrinya, Tjaturina Wihandoko,
mengambil nomor urut calon peserta pilkada itu.
Bayangkanlah
kemudian Imas dan Nyono berkampanye dari rumah tahanan. Lalu rakyat memberikan
suaranya saat pilkada berlangsung, entah alasan masih percaya kepada
pemimpinnya atau karena ada uang yang dibagikan. Mohon dimaklumi,
"politik uang" yang diharamkan saat ini menjadi halal jika disebut
bansos (bantuan sosial), yang kini kerap diberikan oleh para calon dari unsur
inkumben. Mengumbar bansos ini umum di berbagai daerah dan KPU ataupun
Bawaslu tutup mata. Jika hal itu terjadi, apakah Imas dan Nyono akan menjadi
bupati dengan berkantor di rumah tahanan sampai menunggu inkracht?
Kita
bisa bersikap sok bijak dengan memuji KPU yang taat menjalankan aturan yang
dibuatnya berdasarkan undang-undang yang ada. Mari salahkan yang membuat
undang-undang, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, karena di situ sumber masalah.
Nah, kalau urusan sampai di sini, ramalan tahun Anjing Tanah (makin sulit
mencari orang yang dipercaya) semakin nyata. Bagaimana kita mempercayai DPR
kalau undang-undang yang dibuatnya sudah tak keruan? Lihat saja UU MD3 yang
kini menuai kecaman. Undang-undang itu dibuat untuk kenikmatannya sendiri,
bukan untuk "kenikmatan rakyat" yang diwakilinya.
Lalu
Fadli Zon, wakil ketua para wakil rakyat, dengan entengnya menyebutkan, kalau
ada yang tak suka UU MD3, silakan uji ke Mahkamah Konstitusi. Masalahnya,
apakah kita percaya lagi kepada MK setelah sang ketuanya bermesraan dengan
DPR? Kepercayaan kita mulai luntur pada lembaga yang berurusan dengan hukum
dan perundangan. Tapi saya sarankan agar mengurungkan niat mengkritik DPR;
Anda bisa diproses hukum berdasarkan UU MD3. Tapi, jangan pula mentang-mentang
ini tahun Anjing Tanah, Anda memakinya dengan kasar: asuuu...!!!
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar