Kementerian/Lembaga:
Bukan Organisasi Zaman Old
Munawar Kasan ; Analis Senior di Otoritas Jasa Keuangan
|
KORAN
SINDO, 27 Februari 2018
KEMENTERIAN Perdagangan
pada 21 Februari 2018 menghapus kewajiban perpanjangan SIUP (surat izin usaha
perdagangan) dan TDP (tanda daftar perusahaan). Seminggu sebelumnya,
Kementerian ESDM memangkas 22 dari 51 peraturan di sektor ESDM sehingga
totalnya tersisa 29 aturan.
Bisa dibayangkan bagaimana
senangnya stakeholders ketika aktivitas bisnis mereka dipermudah dengan
kebijakan penghapusan sejumlah peraturan atau perizinan. Kita sendiri bisa
merasakan bagaimana senangnya ketika urusan memperpanjang KTP atau SIM
menjadi mudah. Kita bahagia saat mengurus akta kelahiran berlangsung cepat
dan tidak ribet. Ketika kita membutuhkan bantuan pihak lain, kita ingin
dilayani dan dipermudah.
Kementerian-kementerian
tersebut tak berarti ceroboh ketika menghapus berbagai perizinan/peraturan.
Mereka sudah berhitung cost and benefitnya. Sudah ada kalkulasi untung rugi.
Memperlama pelayanan, banyaknya aturan mengikat, atau perizinan yang ribet
sama dengan memunculkan masalah (baru). Menimbulkan mudarat. Mempermudah
berusaha artinya mengharapkan manfaat lebih besar. Tentu saja kontrol harus
disiagakan untuk mitigasi risiko.
Dengan memudahkan
berusaha, artinya memperluas akses dunia bisnis menjadi lebih lincah, lebih
efisien, dan lebih bebas mengeksplorasi potensi. Dunia bisnis juga lebih
mudah dan cepat mengeksekusi rencana bisnis. Lembaga pemerintah di mata
sebagian orang memiliki citra lamban dan tak efisien. Itu dulu. Zaman old !
Dulu ada paradigma, “Kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah?” Kini kita
menyaksikan paradigma itu mulai dibalik. Kalau bisa dipermudah, kenapa
dipersulit?
Dalam agama Islam sangat
dianjurkan mempermudah urusan orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Barang
siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkan
urusannya di dunia dan di akhirat.” (HR Muslim).
Belajar
ke Ujung Timur Jawa
Ajaran Islam itulah yang
dipraktikkan Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi) dengan program “lahir
procot, pulang bawa akta”. Bayi yang baru lahir di rumah sakit ketika pulang
sekaligus bawa akta kelahiran. Dijamin!
Saking inginnya memberikan
layanan terbaik kepada warganya, Pemkab Banyuwangi punya “Mal Pelayanan
Publik”. Isinya semua dinas yang terkait perizinan dan layanan masyarakat. Di
mal tersebut tak hanya menyediakan counter izin berusaha, izin mendirikan
bangunan, atau perpanjangan KTP/SIM. Lebih dari itu, juga melayani urusan
pernikahan dan sekaligus menikahkan pasangan. Izin cepat, mudah, dan murah.
Hal yang mengagumkan,
seluruh jajaran di Pemkab Banyuwangi bangga bisa memberi layanan terbaik
kepada warganya. Tiap hari ada saja pegawai dari pemda lain atau organisasi
yang datang belajar. Banyuwangi telah mengubah dirinya dari citra suram “kota
santet” menjadi kota yang tak hentinya mendapat pujian dan penghargaan.
Menularkan
ke Lembaga Lain
Presiden Joko Widodo
(Jokowi) sangat serius dalam urusan kemudahan perizinan. Tahun lalu,
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan
Berusaha ditandatangani. Di kementerian/lembaga (K/L) dibentuk satuan tugas
(satgas) untuk memuluskan perpres dan bertanggung jawab ke presiden.
Melalui program tersebut,
kita optimis peringkat kemudahan berusaha Indonesia akan terdongkrak. Tahun
2018, ease of doing business Indonesia naik 19 peringkat dari posisi 91
(2017) menjadi posisi ke-72 (2018). Selain di kementerian, juga ada Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki spirit sama. Program mempermudah dan
mempercepat perizinan sudah digarap sejak tiga tahun lalu.
Untuk izin produk
bancassurance misalnya, kini tidak perlu izin ke pengawas perbankan dan
pengawas asuransi secara terpisah. Waktu perizinan dipangkas drastis.
Sebelumnya butuh 119 hari, kini hanya 19 hari. Perbaikan juga ada pada perizinan
akuntan publik/kantor akuntan publik, bank selaku agen penjual efek reksa
dana, dan perizinan lainnya.
Di semua K/L harus terus
berpikir tak hanya mempermudah persyaratan atau mempercepat perizinan. Tetapi
lebih dari itu, berani memangkas peraturan/perizinan. K/L perlu sadar bahwa
waste dalam proses bisnis harus dibuang. Dalam teori lean management, ada
tujuh waste, yakni transportasi, inventori, gerakan, menunggu, produksi
berlebihan, proses berlebihan, dan kerja ulang. Dalam konteks perizinan, umumnya
banyak waste khususnya berupa menunggu dan proses berlebihan.
Paradigma
dan Kepemimpinan
Salah satu yang menjadi
belenggu untuk berubah adalah peraturan. Perlu dikembalikan pada hakikatnya
bahwa peraturan adalah untuk mengatur dan mendorong agar bisnis/industri
sehat, tumbuh, kompetitif, dan melindungi masyarakat/konsumen. Jika ada
peraturan membelenggu, maka peraturan itu yang diubah. Terlebih bila
peraturan tersebut dalam domain K/L sendiri.
Seluruh K/L harus bergerak
bersama dalam irama yang sinergis. Perlu memegang paradigma baru.
Mempermudah, bukan mempersulit. Mempercepat, bukan memperlambat. Membikin
praktis, bukan membikin ribet. Kepemimpinan efektif sangat berpengaruh
dominan. Memastikan bahwa program dieksekusi secara disiplin.
Perizinan cepat dan mudah
hakikatnya tidak berada di posisi yang diametral dengan prudensial
(kehati-hatian). Keduanya bisa berdampingan dan bisa diwujudkan. Ketika K/L
tidak mampu berubah, maka akan tertinggal dalam derap bisnis yang semakin
cepat. K/L tak akan mampu menjawab harapan stakeholder yang berada di area
bisnis yang terus terdisrupsi. K/L akan tertinggal dan Indonesia akan
tertinggal. K/L akan benar-benar menjadi organisasi yang kolot.
Sekali lagi, kita
menemukan momentum untuk berubah. Menjadi K/L yang berjiwa melayani. Banyak
K/L mulai berubah dan harus diikuti oleh lainnya. Tidak mungkin dunia bisnis
yang berubah sangat cepat, tapi K/L lamban merespons. Generasi milenial mulai
banyak mendominasi K/L. Mereka adalah orang-orang muda yang dinamis. Saat
tepat untuk melakukan lompatan perubahan proses bisnis. Saatnya membuktikan
bahwa K/L bukan menjadi organisasi yang kolot, organisasi zaman old. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar