Pertempuran-Pertempuran
yang
Tak Harus Diperjuangkan
Sumantri Suwarno ; Pekerja
Swasta; Ketua Bidang Ekonomi PP GP
Ansor
|
DETIKNEWS,
23 Februari
2018
Ada dua topik berita yang
menyita perhatian saya dalam satu bulan terakhir. Yang pertama adalah tentang
film Dilan, dan yang kedua tentang seri penangkapan KPK terhadap beberapa
kepala daerah. Film Dilan menjadi pemberitaan karena ditonton hampir 6 juta orang
dan banyak diperbincangkan di media sosial. Yang kedua, seperti tak pernah
ada efek jera --KPK menangkap Bupati Jombang, Subang, dan Lampung Tengah
dalam serangkaian operasi tangkap tangan dan pengembangannya.
Apa yang kemudian membuat
kedua fenomena ini menjadi menarik? Baik Dilan maupun para kepala daerah yang
ditangkap ini sama-sama panglima tempur. Dilan dikisahkan sebagai panglima
tempur geng motor, sementara ketiga bupati itu adalah panglima tempur politik
untuk partainya masing-masing di wilayahnya. Ketiga bupati itu juga tercatat
sebagai calon kepala daerah yang telah ditetapkan oleh KPU dalam Pilkada
2018.
Dalam film yang berjudul
Dilan 1990, Dilan dikisahkan meninggalkan satu-dua rencana pertempuran yang
disusun oleh teman-teman geng motornya karena mengikuti saran dan desakan
pacarnya yang bernama Milea. Dia memilih menghindari risiko kehilangan
pacarnya yang membuat harinya berbunga-bunga, walaupun pada saat bersamaan
mengecewakan anggota gengnya.
Tak
Ada Pilihan Mudah
Terlihat Dilan melakukan
sebuah pilihan yang mudah. Tetapi sesungguhnya dalam kehidupan nyata, setiap
pilihan mengandung kompleksitas. Baik sebab maupun akibat sebuah pilihan
dijatuhkan bisa memiliki faktor yang multidimensi.
Dalam praktik korporasi
dan organisasi besar, para pemimpin setiap hari dihadapkan pada banyak
masalah yang harus diselesaikan. Tetapi pemecahan masalah secara umum selalu
dibatasi oleh dua hal, yaitu waktu dan sumber daya. Tidak pernah ada situasi
yang mewah (apalagi dalam situasi krisis) di mana pemecahan masalah memiliki
waktu dan sumber daya yang tidak terbatas.
Warren Buffet, seorang
investor kawakan yang sangat dihormati suatu ketika berkata, "Basically
I can buy everything, but I can't buy more time."
Karena keterbatasan waktu
dan sumber daya inilah, seorang pemimpin dituntut bukan hanya sekadar
memiliki kemampuan memecahkan masalah tetapi juga kemampuan memilih masalah
yang harus diselesaikan. Memilih masalah untuk diselesaikan menuntut
pemahaman atas banyak hal terutama terkait visi personal, visi organisasi,
pemetaan sumber daya, dan kalkulasi risiko.
Tak
Semua Tantangan Harus Dijawab
Dari tiga penangkapan KPK
terbaru, ketiga figur utama bukan saja calon kepala daerah tetapi juga
pejabat petahana, dan sekaligus pimpinan partai di daerah masing-masing.
Pertanyaannya: apa yang menjadi tujuan hidup orang-orang ini? Kenapa mereka
mereka merasa penting untuk menjadi kepala daerah dan pemimpin partai, dan
karenanya menempuh segala cara termasuk korupsi yang sangat berisiko untuk
membiayai ambisinya?
Pertanyaan itu bisa
menuntun kita untuk menemukan jawaban --jika misalnya tujuan hidup adalah
memberi kebaikan kepada masyarakat, tentu tidak harus lewat jabatan politik.
Jika pun politik adalah jalan tercepat, maka tentu perlu dihindari politik
biaya tinggi yang berujung kepada tindakan korupsi.
Tidak semua tantangan dan
panggilan bertempur harus dihadapi, tidak semua pertanyaan harus dijawab, dan
tidak semua risiko harus diserap. Orang-orang yang cerdas akan berhitung atas
risiko dari setiap pilihan, dan terutama memilih hanya menghadapi
tantangan-tantangan yang berharga bagi waktu dan upayanya yang terbatas.
Banyak orang yang terjebak
dalam pertempuran yang sangat serius untuk kekonyolan-kekonyolan yang sepele,
sehingga kehabisan waktu dan sumber daya untuk hal-hal yang lebih
fundamental. Pejabat yang sibuk bertengkar dan mempidanakan orang-orang awam
yang mengkritik di media sosial, akan kehilangan banyak konsentrasi untuk
tugas-tugas utamanya.
Memilih
Pertempuran
Untuk memilih pertempuran
mana yang harus diikuti, pertama kali yang harus diidentifikasi adalah
kesesuaian dengan tujuan pribadi dan/atau organisasi. Dilan memilih
melepaskan soliditas geng motornya, demi hubungan dengan pacarnya. Yang kedua
adalah melihat level otoritas atas masalah. Otoritas bukan berarti posisi
atau jabatan, tetapi lebih kepada jangkauan atas masalah dan solusinya.
Stephen Covey dalam
bukunya The 7 Habits of Highly
Effective People membagi masalah dalam dua kategori, yaitu "circle
of concern" --masalah-masalah yang mempengaruhi kita tetapi jangkauan
kita terbatas; dan, "circle of influence" --masalah-masalah yang
kita punya kontrol untuk mengubahnya. Demi efektivitas, memilih masalah dalam
jangkauan kontrol sangat penting untuk memastikan sebuah undangan pantas dihadiri,
dan pertempuran wajib dilakukan.
Setelah memilih masalah
yang terjangkau, tahap berikutnya adalah menganalisis sumber daya. Sumberdaya
menjadi faktor penting memenangkan pertempuran. Jangan sampai memaksakan
bertempur dengan sumber daya seadanya. Atau, jangan sampai sumber daya
didapatkan dari proses yang berisiko. Apa yang dilakukan para bupati yang
ditangkap KPK adalah proses pencarian sumber daya yang salah dan berisiko.
Orang-orang cerdas selalu
memiliki cara untuk meraih tujuan hidupnya dengan jalan paling efektif, hasil
paling optimal, dan risiko yang bisa dikelola. Dilan sangat mengerti pahitnya
sebuah putus cinta; dia memilih meminggirkan tawaran kemasyhuran di antara
teman-teman geng motornya. Para bupati itu karenanya tak cukup cerdas dan
percaya diri, untuk mendapat aktualisasi, dan memberi kontribusi kepada
publik tanpa melalui jabatan politik. Karenanya mereka memilih bertempur di
medan politik pilkada dengan segala risikonya, termasuk melakukan korupsi.
Sebuah pertempuran yang tak layak diperjuangkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar