Sabtu, 24 Februari 2018

Pertempuran-Pertempuran yang Tak Harus Diperjuangkan

Pertempuran-Pertempuran
yang Tak Harus Diperjuangkan
Sumantri Suwarno ;  Pekerja Swasta;  Ketua Bidang Ekonomi PP GP Ansor
                                                  DETIKNEWS, 23 Februari 2018



                                                           
Ada dua topik berita yang menyita perhatian saya dalam satu bulan terakhir. Yang pertama adalah tentang film Dilan, dan yang kedua tentang seri penangkapan KPK terhadap beberapa kepala daerah. Film Dilan menjadi pemberitaan karena ditonton hampir 6 juta orang dan banyak diperbincangkan di media sosial. Yang kedua, seperti tak pernah ada efek jera --KPK menangkap Bupati Jombang, Subang, dan Lampung Tengah dalam serangkaian operasi tangkap tangan dan pengembangannya.

Apa yang kemudian membuat kedua fenomena ini menjadi menarik? Baik Dilan maupun para kepala daerah yang ditangkap ini sama-sama panglima tempur. Dilan dikisahkan sebagai panglima tempur geng motor, sementara ketiga bupati itu adalah panglima tempur politik untuk partainya masing-masing di wilayahnya. Ketiga bupati itu juga tercatat sebagai calon kepala daerah yang telah ditetapkan oleh KPU dalam Pilkada 2018.

Dalam film yang berjudul Dilan 1990, Dilan dikisahkan meninggalkan satu-dua rencana pertempuran yang disusun oleh teman-teman geng motornya karena mengikuti saran dan desakan pacarnya yang bernama Milea. Dia memilih menghindari risiko kehilangan pacarnya yang membuat harinya berbunga-bunga, walaupun pada saat bersamaan mengecewakan anggota gengnya.

Tak Ada Pilihan Mudah

Terlihat Dilan melakukan sebuah pilihan yang mudah. Tetapi sesungguhnya dalam kehidupan nyata, setiap pilihan mengandung kompleksitas. Baik sebab maupun akibat sebuah pilihan dijatuhkan bisa memiliki faktor yang multidimensi.

Dalam praktik korporasi dan organisasi besar, para pemimpin setiap hari dihadapkan pada banyak masalah yang harus diselesaikan. Tetapi pemecahan masalah secara umum selalu dibatasi oleh dua hal, yaitu waktu dan sumber daya. Tidak pernah ada situasi yang mewah (apalagi dalam situasi krisis) di mana pemecahan masalah memiliki waktu dan sumber daya yang tidak terbatas.

Warren Buffet, seorang investor kawakan yang sangat dihormati suatu ketika berkata, "Basically I can buy everything, but I can't buy more time."

Karena keterbatasan waktu dan sumber daya inilah, seorang pemimpin dituntut bukan hanya sekadar memiliki kemampuan memecahkan masalah tetapi juga kemampuan memilih masalah yang harus diselesaikan. Memilih masalah untuk diselesaikan menuntut pemahaman atas banyak hal terutama terkait visi personal, visi organisasi, pemetaan sumber daya, dan kalkulasi risiko.

Tak Semua Tantangan Harus Dijawab

Dari tiga penangkapan KPK terbaru, ketiga figur utama bukan saja calon kepala daerah tetapi juga pejabat petahana, dan sekaligus pimpinan partai di daerah masing-masing. Pertanyaannya: apa yang menjadi tujuan hidup orang-orang ini? Kenapa mereka mereka merasa penting untuk menjadi kepala daerah dan pemimpin partai, dan karenanya menempuh segala cara termasuk korupsi yang sangat berisiko untuk membiayai ambisinya?

Pertanyaan itu bisa menuntun kita untuk menemukan jawaban --jika misalnya tujuan hidup adalah memberi kebaikan kepada masyarakat, tentu tidak harus lewat jabatan politik. Jika pun politik adalah jalan tercepat, maka tentu perlu dihindari politik biaya tinggi yang berujung kepada tindakan korupsi.

Tidak semua tantangan dan panggilan bertempur harus dihadapi, tidak semua pertanyaan harus dijawab, dan tidak semua risiko harus diserap. Orang-orang yang cerdas akan berhitung atas risiko dari setiap pilihan, dan terutama memilih hanya menghadapi tantangan-tantangan yang berharga bagi waktu dan upayanya yang terbatas.

Banyak orang yang terjebak dalam pertempuran yang sangat serius untuk kekonyolan-kekonyolan yang sepele, sehingga kehabisan waktu dan sumber daya untuk hal-hal yang lebih fundamental. Pejabat yang sibuk bertengkar dan mempidanakan orang-orang awam yang mengkritik di media sosial, akan kehilangan banyak konsentrasi untuk tugas-tugas utamanya.

Memilih Pertempuran

Untuk memilih pertempuran mana yang harus diikuti, pertama kali yang harus diidentifikasi adalah kesesuaian dengan tujuan pribadi dan/atau organisasi. Dilan memilih melepaskan soliditas geng motornya, demi hubungan dengan pacarnya. Yang kedua adalah melihat level otoritas atas masalah. Otoritas bukan berarti posisi atau jabatan, tetapi lebih kepada jangkauan atas masalah dan solusinya.

Stephen Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People membagi masalah dalam dua kategori, yaitu "circle of concern" --masalah-masalah yang mempengaruhi kita tetapi jangkauan kita terbatas; dan, "circle of influence" --masalah-masalah yang kita punya kontrol untuk mengubahnya. Demi efektivitas, memilih masalah dalam jangkauan kontrol sangat penting untuk memastikan sebuah undangan pantas dihadiri, dan pertempuran wajib dilakukan.

Setelah memilih masalah yang terjangkau, tahap berikutnya adalah menganalisis sumber daya. Sumberdaya menjadi faktor penting memenangkan pertempuran. Jangan sampai memaksakan bertempur dengan sumber daya seadanya. Atau, jangan sampai sumber daya didapatkan dari proses yang berisiko. Apa yang dilakukan para bupati yang ditangkap KPK adalah proses pencarian sumber daya yang salah dan berisiko.

Orang-orang cerdas selalu memiliki cara untuk meraih tujuan hidupnya dengan jalan paling efektif, hasil paling optimal, dan risiko yang bisa dikelola. Dilan sangat mengerti pahitnya sebuah putus cinta; dia memilih meminggirkan tawaran kemasyhuran di antara teman-teman geng motornya. Para bupati itu karenanya tak cukup cerdas dan percaya diri, untuk mendapat aktualisasi, dan memberi kontribusi kepada publik tanpa melalui jabatan politik. Karenanya mereka memilih bertempur di medan politik pilkada dengan segala risikonya, termasuk melakukan korupsi. Sebuah pertempuran yang tak layak diperjuangkan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar