Rabu, 07 Februari 2018

Menakar Gross Split dalam Investasi Hulu Migas

Menakar Gross Split dalam Investasi Hulu Migas
Fahmy Radhi  ;   Pengamat Ekonomi Energi UGM; 
Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas
                                           MEDIA INDONESIA, 07 Februari 2018



                                                           
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan hasil lelang Tahap I Tahun 2017 Wilayah Kerja (WK), merupakan lelang pertama yang menggunakan skema gross split. Jumlah WK yang ditawarkan ialah 10 WK, terdiri dari 7 WK penawaran langsung dan 3 WK lelang reguler. Dari 7 WK, ada 5 pemenang lelang penawaran langsung,terdiri dari Andaman I, Andaman II, Merak-Lampung, Pekawai, dan West Yamdena.

Adanya investasi di 5 WK itu mengindikasikan bahwa penggunaan gross split sesungguhnya lebih diminati investor ketimbang penggunaan product sharing contract (PSC). Selama 5 tahun terakhir penggunaan PSC, WK yang diminati investor pada 2013 sampai dengan 2017 rata-rata sebanyak 3 WK. Sedangkan penggunaan gross split pada lelang Tahap I/2017 saja sudah ada 5 WK yang diminati investor.

Dengan demikian, berita yang beredar di publik bahwa gross split tidak diminati investor ternyata tidak benar. Barangkali, berita keliru itu sengaja dihembuskan pihak tertentu, yang terancam tidak bisa lagi berburu rente pada pengajuan cost recovery akibat pemberlakukan gross split. Mereka melakukan berbagai upaya sistemik untuk mencegah pemberlakukan gross split, termasuk menghembuskan berita bohong dan provokasi bahwa gross split merugikan investor.

Namun, investor tentunya sangat rasional dalam memutuskan setiap investasi hulu migas yang menggunakan gross split. Investor tentu membuat proyeksi cost and benefit yang terukur. Keputusan investor untuk berinvestasi di 5 WK dengan gross split pasti sudah memproyeksikan kelayakan proyek, berdasarkan net present value (NPV), maupun tingkat internal rate of return (IRR).

Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil, Menteri ESDM memberlakukan gross split pada Januari 2017. Keputusan Menteri Jonan mengubah skema kontrak dari PSC menjadi gross split merupakan keputusan cukup berani, yang belum pernah diputuskan Menteri ESDM sebelumnya. Pasalnya, selama puluhan tahun investor sudah merasa nyaman berinvestasi di hulu migas yang menggunakan PSC dengan cost recovery.

Dengan penghapusan cost recovery, pemerintah bisa menghemat pengeluaran cost recovery dalam jumlah yang besar, mencapai US$10,4 miliar pada APBN 2017. Ironisnya, pada 2016 penerimaan pemerintah dari migas sebesar Rp9,9 triliun lebih rendah daripada cost recovery sebesar Rp11,5 triliun. Menteri Jonan pada 2017 berhasil menaikkan kembali penerimaan negara menjadi Rp13,1 triliun lebih besar daripada cost recovery sebesar Rp11,3 triliun. Namun, tidak ada jaminan bahwa penerimaan negara dapat selalu lebih besar ketimbang cost recovery, selama masih menggunakan cost recovery. Selain itu, pengajuan cost recovery kepada pemerintah sering kali digunakan sebagai modus penyelewengan yang merugikan negara.

Penggunaan gross split sesungguhnya memberikan mutual benefit, selain menguntungkan bagi pemerintah, juga menguntungkan bagi investor. Split bagian investor dinaikkan dari 15% menjadi 43% untuk minyak dan 48% untuk gas. Bahkan, split bagian investor itu masih bisa bertambah besar dengan adanya insentif. Adanya insentif itu, tidak menutup kemungkinan total split bagian investor bisa lebih besar daripada split pemerintah.

Pemerintah juga memberikan insentif fiskal melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 53 Tahun 2017 yang menetapkan tidak ada pengenaan pajak pada tahapan eksplorasi hingga produksi perdana. Pengenaan pajak tidak langsung (indirect tax) pada masa produksi akan diperhitungkan di dalam keekonomian lapangan, yang akan dikompensasi melalui split adjustment. Adapun, lost tax carry forward dapat diperpanjang hingga 10 tahun.

Penggunaan skema gross split juga dapat mendorong investor untuk melakukan penghematan biaya. Pasalnya, semua biaya yang dikeluarkan ditanggung sepenuhnya oleh investor, sehingga investor harus menghemat biaya. Selain itu, procurement yang dilakukan investor menjadi lebih sederhana dan cepat, tanpa melalui birokrasi yang panjang dan berbelit. Tidak dibutuhkan lagi verifikasi dan persetujuan oleh SKK Migas, sehingga proses procurement semakin cepat. Selama ini, investor mengeluhkan lambat dan berbelit birokrasi, yang berdampak terhadap ketidakefisienan kegiatan explorasi hulu migas.

Dengan penggunaan gross split, jumlah investor hulu migas diperkirakan semakin meningkat dan akan meningkatkan lifting migas yang selama ini cenderung turun. Peningkatan lifting diharapkan dapat mengangkat pendapatan negara dari sektor migas dan menurunkan cost recovery. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar