Rabu, 07 Februari 2018

Fenomena Gunung Es Gizi Buruk

Fenomena Gunung Es Gizi Buruk
Ali Khomsan  ;   Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat, FEMA IPB
                                                KORAN SINDO, 05 Februari 2018



                                                           
Wabah campak di Kabupaten Asmat konon secara berangsur telah dapat ditangani setelah tenaga-tenaga kesehatan, termasuk yang dari TNI, terjun bersama di sana.  Namun pemecahan gizi buruk tidak bisa secepat penanganan campak. Dalam empat bulan terakhir, lebih dari 60 anak balita meninggal akibat gizi buruk dan campak. Gizi buruk dan infeksi memiliki hubungan sinergis. Kurang gizi me nyebabkan daya tahan tubuh lemah dan mudah terserang infeksi, demikian pula sebaliknya. Banyak orang sepakat tentang fenomena gunung es gizi buruk. Persoalan gizi yang muncul di permukaan kelihatan kecil (hanya tampak sebagai pun caknya saja), padahal di lapisan bawah masalahnya telah melebar, kronis (menahun), dan semakin kompleks.

Kejadian gizi buruk untuk daerah-daerah terpencil bisa terjadi karena sulitnya akses pangan, mahalnya transportasi se hingga pangan tak terbeli, ben cana alam yang meng aki - batkan gagal panen, ditambah lagi faktor sosio-budaya berupa rendahnya kesadaran dan pe - ngetahuan masyarakat tentang gizi untuk kesehatan. Di tengah-tengah gaung pem beritaan tentang pem ba - ngunan tol trans-Jawa, trans- Sumatera hingga trans-Papua, kita kembali kecolongan de - ngan meningkatnya kasus gizi bu ruk di Papua. Tampaknya pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) kita selalu tertatih-tatih, tidak secepat pembangunan infrastruktur.

Meski pemerintah menyatakan baru akan menggenjot pem ba - ngunan sumber daya manusia di tahun 2019, tidak berarti upa ya pemeliharaan kesehatan dan penanganan masalah gizi kronis boleh ditangguhkan. Persoalan gizi buruk di Pa - pua menjadi aib bagi jajaran ke - se hatan. Setelah ditelusuri oleh pe tugas-petugas kesehatan sam pai ke pelosok, semakin ter - kuak betapa besar problem gizi yang dihadapi masyarakat Pa - pua. Bukan hanya anak balita pen deritanya, tetapi juga ibuibu hamil ditemukan menderita gizi buruk. Oleh sebab itu pe - nanganan masalah gizi harus dila kukan secara extra - ordi - nary.

Keberhasilan per - tum buhan ekonomi ter nyata tidak ber - ban ding lurus dengan perbaikan gizi ma - syarakat. Persoalan gizi bertambah parah tidak hanya di Pa pua, NTT, atau wilayah-wi - la yah timur Indonesia. Bahkan di level na sio - nal pun potret gizi anak-anak kita mem - buruk (Ris kesdas 2013). Secara makro da pat dikatakan bah wa penyebab da - sar masalah gizi ada - lah ke miskinan. Ja - ngan-jangan data yang menyebutkan jum lah pen duduk mis kin berkurang se - mu belaka.

Saat ini jumlah orang miskin di In do - nesia adalah 26,52 juta orang (10,12%) de ngan garis kemiskinan yang di tetapkan sebesar Rp387.160 per kapita per bulan. Adakah yang tidak pas dengan garis kemiskinan kita? Me - ngapa kita kurang be ra - ni menggunakan garis kemiskinan versi Bank Dunia, yaitu penda pat - an setara USD2 per ka pi - ta per hari atau Rp800.000 per kapita per bulan? Ketika pertumbuhan eko - nomi makro banyak dipuji ber - bagai kalangan, harusnya hal ini berdampak positif pada eko - nomi rumah tangga yang juga semakin membaik. Namun ke - nyataannya, mengapa ma sya - ra kat tetap mengeluh? Daging dan susu jauh dari jangkauan daya beli.

Proses kurang gizi kini tengah berlangsung di tengahte ngah masyarakat dan booming generasi bodoh tinggal menunggu waktu. Mencetak generasi unggul perlu strategi. Salah satu stra - tegi yang kini mendapat per ha - tian para ahli gizi adalah ba gai - mana mengisi 1.000 hari per ta ma kehidupan (1.000 HPK) se orang anak. Seribu hari per ta ma kehidupan merupakan awal yang penting bagi per tum buh an dan per - kembangan manusia selanjutnya. Pemenuhan gizi pada pe - riode tersebut mutlak harus cukup baik dari segi jum lah maupun mutu. Kelalaian pada 1.000 HPK akan berdampak pada mun cul - nya the lost generation.

Per tumbuhan fisik anak akan ter ham - bat, lahir generasi pendek, dan kecerdasan tidak optimal, bah - kan kematian di usia balita bisa terjadi apabila kekurangan gizi bersinergi dengan infeksi. Apa - bila hal ini me - nim pa anak-anak Indonesia, bang sa ini akan se makin ter - tinggal dari bangsa-bangsa lain. Gaung revitalisasi program gizi, terutama posyandu, hanya ramai saat seminar, lokakarya atau sarasehan, tetapi sepi di lapangan. Revitalisasi pos yan - du malah memunculkan per ta - nyaan, apakah posyandu me - mang pernah dianggap vital? Petugas lapangan seperti bidan desa dan kader gizi mungkin tidak lagi hirau tentang revitalisa si posyandu karena dari dulu sam pai sekarang program gizi posyandu tetap berjalan seadanya.

Tidak cukup kita menyikapi masalah gizi kurang dengan hanya menimbang be - rat badan anak setiap bulan. Pemulihan gizi memerlukan inter - vensi pem berian ma - kana n tambahan yang cu kup dan berkualitas. Di pos yandu setiap bu - lan anak men dapatkan makanan tam bahan be rupa secangkir bu - bur ka cang hijau. Tra - gis, mem per baiki gizi dengan secangkir bu - bur kacang hijau senilai Rp2.000/anak/bulan. Kalau pemerintah merasa berat me - nang gung program pem bangunan gizi, bu - kanlah suatu aib un - tuk mendorong in - dustri/swasta ber - kontribusi dalam pengen tasan ma sya ra - kat dari masalah gizi.

Tim Peng gerak PKK Pu sat pernah bekerja sa ma dengan PT Nestle Indonesia mengembangkan pro - gram posyandu pe du - li tumbuh-aktif-tang - gap (TAT) di 19 pro vin - si. Program ini me ni - tik beratkan peman - tau an berat badan anak, tinggi badan, dan perkembangannya dengan mengguna - kan check list sederhana yang mu dah dipahami kader pos yan - du. Saya menilai ini merupakan si nergi yang baik untuk me wu - jud kan revitalisasi posyandu ka rena kualitas layanan per - baikan gizi di posyandu selama ini belum optimal. Seluruh stakeholders, yaitu masyarakat, LSM, dan sektor swasta, harus ber sinergi membantu peme - rintah memecahkan masalah gizi yang kompleks ini.

Salah satu bukti bahwa kita abai terhadap program gizi ada - lah banyaknya posyandu yang penyelenggaraannya masih menumpang di rumah RT, RW, atau rumah kader. Pelayanan gizi menjadi kurang optimal ka - rena situasi posyandu yang hi - ruk-pikuk dan serbasesak. Pe - nyuluhan gizi oleh kader nyaris tidak pernah dilakukan karena alasan fasilitas tempat ataupun karena kader-kader yang ku - rang terlatih. Dana pelatihan un tuk kader gizi tidak tersedia karena kepala daerah dan DPRD tidak menganggapnya sebagai hal penting. Gizi mungkin hanya diang - gap bagian “kecil” dari urusan ke sehatan. Promosi gizi men ja - di bagian dari promosi ke se - hatan yang urusannya amat luas.

Dapat dimaklumi kalau Pe - do man Gizi Seimbang tidak per - nah dipahami masyarakat ka re - na kita tidak pernah mendengar promosinya di radio dan tidak melihatnya di televisi. Ma sya - rakat hanya mengenal Empat Sehat Lima Sempurna. Hilangnya identitas gizi da - lam pembangunan harus di ce - gah, yaitu dengan menjadikan gizi sebagai isu politik. Investasi di bidang gizi adalah investasi berdurasi panjang, oleh karena itu dampaknya mungkin baru akan muncul setelah beberapa dekade. Gizi perlu menjadi indi - ka tor keberhasilan pem ba - ngun an yang tidak terlepas dari pro gram pengentasan ma sya - ra kat dari kemiskinan.

Tahun 2018 sebagai tahun politik untuk memilih kepala daerah baru hendaknya menyadarkan masyarakat untuk benar-benar memilih pemimpin yang hirau terhadap kebutuhan masyarakatnya. Jangan lagi abaikan masa lah gizi, pembangunan gizi ha rus mendapatkan prioritas. Dibutuhkan calon pemimpin yang memiliki visi ke depan untuk membangun SDM di bidang gizi, kesehatan, dan pen didikan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar