Ancaman
PT Asing
Budi Santosa ; Lab Quantitative Modelling and Industrial Policy Analysis,
Teknik Industri ITS
|
KOMPAS,
06 Februari
2018
Berita akan masuknya
perguruan tinggi asing menghiasi banyak media massa pada Selasa (30/1/2018).
Menristek dan Dikti menyatakan rencana beroperasinya beberapa perguruan
tinggi asing di Indonesia.
Hampir semua media massa
cetak maupun daring memberitakan rencana masuknya perguruan tinggi (PT) asing
itu ke Indonesia. Berita ini tentu saja memancing banyak perhatian karena
pendidikan menyangkut hajat hidup orang banyak. Bagaimana kita harus
menyikapinya?
Konsekuensi
Awalnya adalah
keikutsertaan Indonesia dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Salah satu
aspek yang dicakup oleh WTO adalah perdagangan jasa yang diatur dalam General
Agreement on Trade in Services (GATS). GATS sebagai salah satu lampiran dari Perjanjian Pembentukan WTO meletakkan
aturan-aturan dasar bagi perdagangan internasional di bidang jasa.
Selain itu juga ada
Schedule of Specific Commitments yang berisi daftar komitmen dan jadwal
Indonesia. Sifatnya spesifik dan menjelaskan sektor dan transaksi di bidang
jasa mana saja yang terbuka bagi pihak asing serta kondisi-kondisi khusus
yang disyaratkannya. Sebagai anggota WTO, Indonesia tentu saja tidak dapat
menghindar dari berbagai perjanjian liberalisasi perdagangan, termasuk
perdagangan jasa pendidikan.
Komitmen Indonesia untuk
membuka jasa pendidikan tinggi terbatas sudah disampaikan pada 2005 dalam
Conditional Initial Offer Indonesia untuk Subsektor Pendidikan Tinggi pada GATS. Juga Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal, di mana pendidikan tinggi, khususnya jasa pendidikan tinggi
program gelar swasta dan jasa pendidikan tinggi non-gelar swasta, dimasukkan
ke dalam daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Jadi, ini bukan
kebijakan mendadak yang diambil pemerintah saat ini.
Maka, sebagai
konsekuensinya, Indonesia tidak bisa mundur lagi. Beberapa negara, terutama
Australia, sangat berminat membuka perguruan tinggi di Indonesia. Untuk itu,
pemerintah menetapkan beberapa syarat.
Pertama harus di bidang
sains, teknologi, rekayasa, dan matematika. Lokasi yang diizinkan untuk
membuka universitas asing terbatas, harus ada partner lokal, investasi modal
maksimum 67 persen, PT harus sudah terakreditasi di negaranya, dan tidak
boleh lebih buruk mutunya daripada PT domestik.
Masyarakat memang banyak
terkejut dengan pembukaan pintu masuk PT asing ini. Mereka berpikir bahwa ini
akan berbahaya bagi masa kita karena di sanalah ditanamkan nilai-nilai
kebangsaan, nasionalisme, dan religiusitas. Namun, tidak jarang juga yang
berpendapat bahwa inilah saat yang bagus agar dunia pendidikan tinggi kita
bangkit meningkatkan mutu menghadapi pesaing asing. Persaingan dari dalam
sendiri dirasa masih kurang memberikan efek pembangkit yang besar.
Sudah pasti PT swasta akan
keberatan dengan kehadiran PT asing ini, seperti disampaikan Asosiasi
Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi). Mereka akan mendapatkan pesaing
berat. PT asing tentu akan datang dengan modal yang lebih baik dari sisi jumlah dana dan mutu SDM.
PTS dan PTN dalam negeri
yang masih minim mutunya akan menghadapi tantangan berat. Jika alasannya PT
belum siap, maka PT itu tetap merasa tidak akan pernah siap jika saja
pembukaan pintu masuk PT asing diundur lagi, karena rencana ini sebetulnya sudah
berlangsung sejak 2005 ketika era pemerintahan SBY. Banyak PT yang kurang
serius menyiapkan diri untuk berkompetisi global.
Impak
Apakah ini akan membawa
pengaruh besar terhadap PT kita? Kita perlu melihat kategori PT kita. PT bisa
dikelompokkan paling tidak ke dalam tiga kelas. Kelas pertama, PTS besar dan
menengah yang sungguh-sungguh berusaha menciptakan layanan pendidikan tinggi
yang berkualitas. Mereka komersial tentu, tetapi kualitas tidak dilupakan.
Ini bisa dilihat dari kualifikasi para dosennya, kinerja penelitian, dan
publikasi. PT jenis ini ada banyak di Jawa dan sedikit di luar Jawa di kota
besar. Mereka mengusahakan mutunya dengan merekrut dosen yang baik,
menyeleksi mahasiswa dengan serius, dan menjaga kualitas pendidikan dan
Tridarmanya.
Kelas kedua adalah PTS
kecil yang merangkak perlahan dengan susah payah untuk memenuhi kriteria
minimal agar bisa mendapatkan akreditasi. Mereka kesulitan merekrut dosen
yang memenuhi kualifikasi pendidikan maupun bidang yang sesuai, jumlah
mahasiswa rata-rata kecil. PTS jenis ini banyak terdapat di luar Jawa dan
kota kecil di Jawa.
Adapun PTS kelas ketiga
adalah PT yang tidak peduli terhadap kualitas pendidikan. Mereka semata-mata
mencari uang. PT jenis ini bisa dinamakan PT abal-abal. Banyak beroperasi
dengan berbagai modus. Ada di Jawa dan luar Jawa.
Pangsa pasar untuk ketiga
jenis PT juga berbeda-beda. Kelas pertama dan kedua tentu saja adalah mereka
yang benar-benar ingin mendapatkan pendidikan yang baik. Tidak sekadar cepat
lulus dengan ijazah di tangan. Tentu ada juga sedikit yang sekadar butuh
ijazah.
Untuk yang jenis ketiga
biasanya diburu oleh mereka yang sekadar memerlukan ijazah untuk kenaikan
pangkat di tempat kerjanya. Atau para politikus yang butuh syarat pendidikan
tinggi untuk memenuhi syarat jadi anggota DPR, DPRD, atau maju dalam pilkada.
Para pejabat pemerintah diam-diam juga banyak yang menikmati jasa PT
abal-abal.
Ancaman
dan peluang
Yang paling merasa
terancam dengan kedatangan PT asing adalah PTN dan kemungkinan PTS jenis
pertama. Orang-orang yang punya uang rela membayar jasa pendidikan mahal asal
bisa mendapatkan kompetensi yang dibutuhkan memasuki dunia kerja. PTS yang
benar-benar mengusahakan mutulah yang nanti akan paling terancam. Mereka
harus bersaing dalam hal kualitas pendidikan dan layanan kepada mahasiswanya.
Jika PT asing itu datang,
gaya manajemen yang melayani dan efisien sudah terbayang di depan mata. Belum
lagi jika proses belajar mengajarnya juga ditata rapi, pasti akan sangat
diminati mahasiswa kita. PTN pun harus siap menghadapi ini. Jika dirasa PT
tidak bisa bersaing dengan PT asing, bisa berkolaborasi seperti disyaratkan
oleh aturan Menristek dan Dikti bahwa mereka harus punya partner lokal.
Dengan berkolaborasi akan banyak keuntungan nonfinansial yang bisa dipetik.
Ada harapan lain yang
lebih optimistis dengan kedatangan PT asing ini. Yang pertama, sebagai sarana
berkompetisi secara sehat bagi PT kita. PT yang bagus tentu melihat saingan
dari PT asing sebagai pemicu untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta
layanan kepada dosen, staf karyawan, dan mahasiswa.
PT asing akan menjadi
salah satu alternatif dosen PTN/PTS untuk berkarier lebih baik. Ini tentu
membuka lowongan kerja bagi dosen dan staf karyawan. Dosen-dosen yang bagus
akan punya nilai tawar lebih baik dengan datangnya PT asing ini. Jika PT
asing ini juga diberi kewajiban Tridarma, pemerintah bisa memetik keuntungan
berupa membaiknya iklim penelitian dan tingkat publikasi kita.
PTS dan PTN badan hukum
terutama harus siap kemungkinan ditinggalkan dosen-dosen andalannya jika tak
bisa menawarkan imbalan yang lebih baik. Ini akan menjadi tantangan berat.
Kualitas sebuah PT jelas sangat dipengaruhi SDM-nya. Jika SDM yang bagus
pindah ke tempat lain, jelas itu ancaman yang berbahaya. Ini harus diantisipasi
para pengelola PT.
Kemungkinan
lain
Masuknya PT asing
diharapkan akan menyegarkan sistem pendidikan nasional dalam menanamkan
nilai-nilai non-akademis. Di sini ada kemungkinan PT asing menghasilkan
lulusan yang justru lebih baik dari sisi kepribadian, seperti disiplin, tepat
waktu, taat aturan, dan juga yang lebih antikorupsi.
Pendidikan nasional
puluhan tahun menghasilkan generasi korup. Siapa tahu PT asing justru sebagai
jalan keluarnya. Gaya manajemen dan kultur organisasi yang terbuka dan
efisien barangkali bisa membawa perubahan besar bagi para dosen, karyawan,
dan lulusannya.
PT asing bisa diharapkan
juga untuk memberantas gerakan radikal yang biasa masuk lewat pendidikan
tinggi. Selama ini disinyalir kelompok radikal masuk ke kampus-kampus untuk
menyebarkan ajaran radikal kepada para mahasiswa, termasuk dosen. Dengan
masuknya PT asing, mungkin justru akan memangkas pergerakan kelompok ini
dalam menyebarkan pahamnya. Perguruan tinggi asing yang semata-mata komersial
dan berorientasi akademis bisa mengurangi penyusupan ajaran radikal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar