Selasa, 05 Januari 2016

Modal Ekonomi 2016

Modal Ekonomi 2016

  Firmanzah  ;  Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar FEB Universitas Indonesia
                                                  KORAN SINDO, 04 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Sangat beralasan mengapa kita perlu optimistis dalam menghadapi ekonomi 2016. Secara umum ekonomi Indonesia 2016 diproyeksikan lebih baik bila dibandingkan dengan 2015. Meskipun kita perlu tetap waspada terhadap serangkaian risiko yang masih tetap kita hadapi, baik yang sudah diperkirakan maupun yang muncul secara tiba-tiba (sudden-shock).

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga mulai efektif berlaku dan ekonomi Indonesia masuk ke tahapan yang krusial dengan tidak hanya bebas tarif impor saja, melainkan juga liberalisasi sektor-sektor lain seperti tenaga kerja terampil.

Layaknya sebuah kompetisi, kita perlu mengidentifikasi apa saja yang menjadi modal penting dan strategis ekonomi nasional agar bisa mengambil manfaat sebesar-besarnya di era kompetisi bebas kawasan. Selain itu, mengidentifikasi modal ekonomi juga penting agar kita tidak kehilangan fokus pengembangan di tengah situasi ketidakpastian yang masih akan kita hadapi di 2016. Saya rasa kita semua sepakat, modal terpenting di era knowledge-based society dan digital-based generation adalah sumber daya manusia.

Kreativitas dan inovasi manusia-manusia Indonesia perlu terus didorong dalam kegiatan perekonomian. Aktivitas ekonomi yang produktif di era digital dengan koneksi kegiatan produksi riil di masyarakat menjadi peluang bagi semakin besarnya kelas menengah di Indonesiadan semakin terbukanya pasar ASEAN. Indonesia perlu diarahkan tidak hanya menjadi negara industri berbasis perakitan (assembly-based industry), melainkan juga menuju R&D based industry dan design-based industry. Kedua basis industri tersebut memiliki margin keuntungan lebih besar bila dibandingkan hanya proses perakitan. Kedua basis industri bertumpu pada kualitas, daya inovasi, dan kreasi sumber daya manusia produktif di setiap level dan sektor industri.

Bagi pemerintah, tantangan saat ini adalah bagaimana menyusun program kerja yang mampu meningkatkan kualitas tenaga kerja nasional untuk menjadikan Indonesia keluar dari jebakan negara industri berbasis perakitan. Hal ini lantaran banyak riset dan penelitian di berbagai negara yang menunjukkan aktivitas perakitan memiliki margin keuntungan yang paling kecil bila dibandingkan dengan aktivitas R&D dan desain. Banyak negara keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle-income trap) dengan mengubah positioning industri nasional tidak lagi mengandalkan perakitan atau hanya pabrikasi dalam sistem rantai nilai produksi regional maupun global. Salah satu pilar dalam MEA adalah mewujudkan apa yang disebut sebagai regional-based production dan tentunya kita tidak berharap Indonesia hanya menjadi tempat perakitan dan produksi sementara kegiatan R&D dan desain dikembangkan di negara lain.

Modal penting berikutnya yang harus bisa kita manfaatkan adalah ketersediaan kelas menengah atau pasar domestik nasional. Tidak semua negara memiliki pasar domestik yang cukup besar relatif terhadap kapasitas produksi nasional seperti Indonesia. Negara seperti Singapura, China, Amerika Serikat, dan banyak negara Eropa berada dalam posisi kekurangan daya serap pasar domestik. Akibatnya mereka cenderung aktif mencari pasar di luar negeri untuk memasarkan produk dan jasa yang dihasilkan. Bagi Indonesia, pasar domestik tersedia dan hal ini bisa menjadi faktor penarik (pull-factor) bagi berkembangnya sektor UMKM serta perusahaan menengah dan besar. Indonesia adalah surga bagi para entrepreneur karena tingginya permintaan pasar dalam negeri (over-demand). Kebijakan yang tidak hanya mendorong munculnya entrepreneur baru, tetapi juga bagaimana meng-inkorporasi entrepreneur sektor informal yang jumlahnya sangat besar menjadi sektor formal (proses formalisasi) merupakan tantangan bagi pemerintah untuk bisa mengoptimalkan modal penting ekonomi nasional, yaitu ketersediaan permintaan pasar domestik.

Saya juga melihat, arah dan komitmen nasional untuk mempercepat pembangunan infrastruktur nasional menjadi modal penting bagi Indonesia dalam menarik investasi. Harus kita akui tidak semua negara memiliki komitmen dan politicalwill dalam mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur di negaranya. Likuiditas global yang melimpah pada satu titik memerlukan rencana pembiayaan sektorsektor riil dan produktif.

Oleh karenanya, yang diperlukan saat ini adalah kejelasan rencana dan daftar proyek-proyek strategis yang akan dibangun sehingga memudahkan bagi investor global untuk mendanai realisasi.

Tentu perdebatan antarpejabat pemerintah soal rencana ambisius mengenai pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt menjadi kontraproduktif dalam konteks ini. Soliditas dan kolektivitas para pengambil kebijakan sangat dibutuhkan agar Indonesia dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan luarnegeri bagi pembangunan infrastruktur negara kita. Ini karena kalau tidak, negara-negara seperti Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, Thalaind dan Filipina yang akan memanfaatkan.

Ruang fiskal kita yang ekspansif juga dapat menjadi modal penting bagi pencapaian target-target pembangunan nasional. Selain itu, arah pembangunan nasional juga perlu selaras dengan komitmen pembangunan dunia pengganti MDGs (Millennium Development Goals), yaitu SDGs (Sustainable Development Goals).

Data sementara dari Kementerian Keuangan per 31 Desember 2015 menunjukkan realisasi penerimaan negara mencapai 85% dari target atau Rp1.491,7 triliun, di antaranya penerimaan pajak sebesar Rp1.005,7 triliun. Sementara total belanja negara adalah 91% atau Rp1.810 triliun. Defisit fiskal menjadi sekitar 2,8%. Membesarnya defisit fiskal menunjukkan APBN kita dalam posisi ekspansif. Di tahun 2016 posisi ekspansif APBN kita masih akan berlanjut. Dalam hal ini pemerintahbaikpusatmaupundaerah memiliki tanggung jawab untuk dapat menyerap dan membiayai aktivitas dan program yang memiliki efek-pengganda besar bagi pengentasan kemiskinan, pengurangan angka pengangguran, pemerataan pembangunan nasional, dan target-target pembangunan lainnya.

Seperti kita ketahui bersama kekayaan sumber daya alam baik darat, laut maupun udara juga menjadi modal penting Indonesia untuk bisa dioptimalkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Tata aturan yang jernih dengan semangat mengedepankan kepentingan nasional bagi pemanfaatan sumber daya alam di atas kepentingan politik, golongan, dan individu perlu menjadi semangat bagi semua pihak. Kemampuan mengatur akan hal ini menjadi penentu apakah kekayaan alam akan menjadi berkah atau bencana bagi rakyat Indonesia. Pengalaman di banyak negara yang gagal menemukan konsensus dan kematangan dari para elite politik tidak jarang membuat negara dalam kondisi instabilitas berkepanjangan.

Kekuatan-kekuatan di luar negara mereka yang justru mendikte arah dan kebijakan nasional yang semakin menjauhkan mereka dari kepentingan nasional mereka. Oleh karenanya, kesadaran dan konsensus dari para elit politik dan pengambil kebijakan sangat dibutuhkan agar kekayaan alam kita menjadi modal berharga dan bukan sumber konflik yang berpotensi mengoyak kesatuan antar-anak-bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar