Realitas
Kebijakan Luar Negeri Jokowi
Rene L Pattiradjawane ; Wartawan
Senior Kompas
|
KOMPAS,
12 November 2014
KITA mencatat, pertemuan perdana Presiden Joko Widodo pada forum
multilateral Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) mengesankan banyak pihak,
termasuk pertemuan bilateral Presiden Jokowi dan mitra bilateralnya Presiden
Xi Jinping. Banyak isu yang bermunculan dari pertemuan APEC ataupun pertemuan
bilateral RI-RRT.
Tiongkok sebagai tuan rumah pertemuan APEC tahun ini berhasil
memasukkan agenda zona perdagangan bebas baru disebut Kawasan Perdagangan
Bebas Asia Pasifik (FTAAP), terobosan penting pengejawantahan agenda APEC
tentang Bogor Goals yang disepakati tahun 1994 di Istana Bogor. Agenda Bogor
Goals merupakan pengejawantahan paling ambisius dalam mekanisme kerja sama
multilateral mengurangi hambatan-hambatan perdagangan dan investasi untuk
mempromosikan bebasnya lalu lintas barang, jasa, dan modal.
Pada tingkat bilateral RI-RRT, kita mencatat ada niat yang
sangat kuat pada diri Presiden Jokowi berada sejajar menghadapi kebangkitan
Tiongkok sebagai kekuatan adidaya yang ditopang ekonomi dan perdagangan
masif, ataupun kapasitas militernya dengan kekuatan penggetar (deterrent) yang substantif mendukung
kepentingan nasionalnya.
Misalnya, ketika kolom ini pekan lalu (Kompas, 5/11) mengusulkan agar lokasi Bank Investasi
Infrastruktur Asia (AIIB) tidak di daratan Tiongkok, tetapi di salah satu
negara ASEAN, Presiden Jokowi malah lebih berani dan maju dalam pertemuan
bilateral dengan Presiden Xi Jinping mengusulkan agar AIIB berada di Jakarta.
Tiongkok sendiri menyatakan akan mempertimbangkan usulan ini.
Dalam kaitan ini, KTT ASEAN ataupun KTT Asia Timur (EAS) di
Naypyidaw, Myanmar, yang akan berlangsung pertengahan pekan ini menjadi
relevan dengan persoalan yang dibahas dalam pertemuan APEC di Beijing.
Gagasan pembentukan AIIB dalam keseluruhan konsep Jalur Sutra Maritim (JSM)
tidak hanya harus dipahami sebagai perubahan penting dalam geopolitik dan
geoekonomi kawasan yang sekarang paling dinamis di dunia, tetapi menjadi visi
dan realitas yang lebih maju ke luar dari persaingan ”bentuk baru hubungan
negara adikuasa” menuju kondisi kesetimbangan dinamis.
Kita mencatat ada perubahan penting. Kalau ASEAN dilihat sebagai
entitas ekonomi tunggal, organisasi regional Asia Tenggara menduduki posisi
nomor tujuh ekonomi terbesar di dunia. Posisi entitas ekonomi ASEAN ini
menjadi penting ketika kita mengejawantahkan konsep poros maritim Presiden
Jokowi bersinergi dengan JSM gagasan RRT.
Salah satunya mendorong secara aktif Forum Maritim ASEAN dengan
menggagas pembentukan sister ports seperti sister cities yang selama ini
dikenal. Prinsipnya sama dengan kota, menjadikan pelabuhan-pelabuhan di
kawasan ASEAN masuk dalam format perjanjian ekonomi dan legal mempromosikan
hubungan komersial, teknologi, dan sebagainya.
Dengan demikian, mekanisme JSM dan poros maritim memiliki wadah
memadai menjadikan sejumlah pelabuhan di kawasan sebagai fondasi bekerja sama
dan mendorong persahabatan melalui konektivitas maritim. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar