Menumbuhkan
Gerakan Rakyat
Anies Baswedan ; Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan
|
KOMPAS,
12 November 2014
PEMERINTAH tidak akan sanggup menangani sendiri persoalan
pendidikan, apalagi di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang kini
wewenangnya berada di tangan pemerintah daerah. Karena pemerintah pusat tidak
mampu menggapai sekolah, guru, dan murid di daerah, perlu ada gerakan
masyarakat yang bisa ikut menjadi faktor pendorong perubahan.
Ajakan ini berkali-kali diucapkan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Anies Baswedan ketika menemui
Kompas, Selasa (11/11) pukul 07.00, di kediamannya di Jakarta Selatan.
Setelah hampir dua pekan menanti kepastian wawancara yang tak kunjung datang,
Anies akhirnya meluangkan waktu sebelum berangkat ke kantor. Secangkir kopi
panas menemani perbincangan kami selama 1,5 jam.
Selamat atas terpilihnya
sebagai Mendikbud. Tentu semua menanti gebrakan di Kemdikbud. Apa yang akan
jadi fokus?
Banyak masalah di pendidikan, apalagi pendidikan dasar dan
menengah, yang sesungguhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Artinya, pemerintah pusat menangani kebijakan. Di sini persoalan utamanya di
pusat. Itu mengapa saya tidak mau banyak mengeluarkan pernyataan di hari-hari
awal. Saya sudah lama melihat masalah pendidikan. Yang belum saya lihat,
internal kementerian. Ini harus dibereskan dulu.
Kemdikbud adalah arsitektur rekayasa sosial masa depan. Jika
kebijakan tidak tepat, implementasi melenceng sampai di daerah. Saya yakin
Kemdikbud bisa berubah selama ada keinginan untuk maju. Saya tidak mau
melakukan apa pun dengan mempermalukan siapa pun. Saya justru ingin memulai
dengan mengajak, ”Yuk, berubah.”
Ini berarti akan ada
perubahan manajemen di Kemdikbud?
Manajemen di hulu yang harus diperbaiki. Selama ini yang selalu
dilihat adalah hilir. Ada tantangan besar di hulu dan hilir. Apakah kita tahu
hasil kebijakan pusat di hilir? Cara mengomunikasikan kebijakan saja selama
ini berjalan sendiri-sendiri. Memang semua berjalan cepat, tetapi ke arah
yang berbeda. Contohnya, kita tidak mengomunikasikan tanggung jawab
pendidikan antara pusat dan daerah. Seperti sekolah rusak. Seharusnya itu
ditangani daerah karena otoritasnya sudah pindah sejak 13 tahun lalu, tetapi
masyarakat belum tahu hal ini sehingga protesnya ke pusat. Ini karena kita
tidak mengomunikasikan dengan baik.
Setelah manajemen hulu
beres, apa prioritas selanjutnya?
Saya ingin agar pendidikan dipahami sebagai gerakan. Jangan
sebagai program. Masyarakat harus aktif terlibat meningkatkan kualitas
pendidikan. Negara lebih berfungsi sebagai fasilitator, menjalankan program
kebijakan dan mendorong partisipasi masyarakat. Jangan
disalahartikan pemerintah lalu tidak melakukan apa-apa. Bukan begitu, tetapi,
believe me, negara tidak sanggup
mengurus pendidikan sendiri.
Negara juga jangan melarang siapa pun yang ingin membantu.
Pendekatan negara harus diubah dengan mengajak dan memfasilitasi siapa pun
yang membantu menyelesaikan masalah. Banyak orang yang mengurus pendidikan,
tetapi jalan sendiri-sendiri. Seharusnya Kemdikbud bisa menjadi mercusuar
dengan membuat arah jelas menuju satu titik.
Gerakan dari masyarakat bisa memberi tekanan kepada pusat atau
daerah. Apa menteri bisa memerintah dinas pendidikan di daerah? Tidak bisa.
Saya harus minta ke rakyat lalu rakyat yang akan menekan daerah. Bukan
pemerintah yang memberi perintah, melainkan harus datang dari bawah dan itu
berarti harus berbentuk gerakan.
Apa seharusnya yang
menjadi fokus perbaikan di pendidikan?
Orientasi kita selama ini salah. Pendidikan itu sejatinya
tentang interaksi antarmanusia. That’s
it. Artinya, yang harus menjadi fokus perhatian adalah murid dan guru. Selama ini fokusnya hanya kepada murid dan muatannya. Lalu,
bagaimana guru? Guru tidak diperhatikan. Mari kita hormati guru.
Tanpa guru, kita tak akan jadi seperti sekarang. Kurikulum 2013
juga fokusnya lebih banyak kepada muatan materi bukan kepada manusia. Saya
akan evaluasi Kurikulum 2013, tetapi masih butuh pendapat dan pandangan
obyektif dan netral.
Lalu bagaimana dengan
bidang kebudayaan?
Pemerintah akan menjadi fasilitator bagi tumbuh kembangnya
kebudayaan. Kebudayaan sendiri seluruhnya dilakukan oleh masyarakat,
masyarakatlah yang kemudian bergerak. Yang penting adalah menjaga kedinamisan
budaya karena persoalan kebudayaan tidak semata-mata melakukan konservasi
saja.
Menurut saya, keberagaman adalah kekayaan terbesar bangsa
kita. Keberagaman punya semangat persatuan dengan adanya negara. Rasa kesatuan di Indonesia sudah muncul saat Sumpah Pemuda
1928. Saat itu, ada kesepakatan tentang satu bahasa yang bukan dilakukan
negara, melainkan oleh kebinekaan. Karena itulah, kita akan merawat dalam
bingkai kesatuan tanpa harus menyamaratakan.
Bagaimana mengaitkan
program pendidikan dengan kebudayaan secara bersama-sama?
Keterdidikan dan kebudayaan itu saling berhubungan. Kebudayaan
adalah bagian dari pendidikan. Masalahnya, yang terjadi selama ini, kita
justru lebih sering mengurusi masalah sekolah saja. Padahal, yang terpenting
justru bagaimana orang terdidik dan kemudian tercerahkan, bukan bersekolah
semata. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar