Kamis, 27 November 2014

Regenerasi Kepemimpinan

                                        Regenerasi Kepemimpinan

Moh Ilham A Hamudy  ;   Peneliti di BPP Kementerian Dalam Negeri
REPUBLIKA,  24 November 2014

                                                                                                                       


Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar yang rencananya berlangsung dalam waktu dekat ini menjadi pertaruhan regenerasi kepemimpinan di tubuh partai berlambang pohon beringin itu. Betapa tidak, Aburizal Bakrie (Ical) naga-naganya masih mau maju lagi. Sementara, kawan sejawatnya dan mungkin kader muda lainnya juga bertekad ingin menggantikan Ical.

Salah seorang Ketua DPP Partai Golkar memberi sinyal kuat Ical akan kembali maju dalam Munas IX Partai Golkar itu. Ia menegaskan, tidak ada aturan dalam AD/ART yang melarang Ical maju lagi. Bahkan, ia pun mengklaim, Ical sudah mendapat dukungan dari 400 DPD I dan DPD II Partai Golkar.

Kalau sudah seperti itu, kecil kemungkinan kader lainnya akan memenangkan kontestasi. Kemungkinan Ical memimpin kembali Partai Golkar memang besar. Terlebih, lamat-lamat terdengar kubu Ical tengah mendesain aturan pemilihan yang intinya menguntungkan Ical. Disinyalir, harus ada syarat dukungan minimal 30 persen dari DPD I dan DPD II untuk bisa mencalonkan diri sebagai ketua umum. Syarat itu tentu saja cukup berat bagi kader lainnya.

Skenario seperti itu agak sukar dibantah. Sebab, arus dinamisasi di Partai Golkar biasanya mudah dikontrol dan dikendalikan oleh suprastruktur partai. Ketika pucuk pimpinan dengan didukung para loyalisnya berambisi maju, maka suasana pengondisian ke arah penggiringan menjadi tradisi Golkar yang sudah turun-temurun.

Memang benar, tidak ada larangan konstitusional bagi Ical untuk maju lagi memimpin Partai Golkar. Cuma, tidak lazim jika Ical kembali menang dan memimpin Partai Golkar. Secara tradisi, kebiasaan itu tidak ada dalam kamus Partai Golkar. Para ketua umum yang punya prestasi tinggi, seperti Sudharmono dan Harmoko yang pernah "memberi" 325 kursi bagi Partai Golkar di DPR saja tidak pernah mengajukan diri lagi sebagai ketua umum.

Problem partai

Apalagi Ical, yang secara prestasi masih bisa diperdebatkan, kalau tidak mau dibilang jeblok. Kenyataan, Ical gagal mengantarkan Golkar sebagai partai pemenang pemilu, gagal mengantar kadernya menjadi capres, cawapres, bahkan menteri sekalipun. Ical juga gagal menentukan arah politik koalisi serta gagal melakukan regenerasi kepemimpinan.

Senyatanya, niat Ical maju kembali hanya akan menghambat regenerasi di tubuh Partai Golkar. Padahal, regenerasi kepemimpinan mutlak terjadi. Tujuannya, agar tidak terjadi kebuntuan, kevakuman, dan kendala pengalihan kepemimpinan bagi kader muda. Karena itu, harus dibuka peluang regenerasi kepemimpinan mengingat Golkar adalah partai besar dan paling berpengalaman.

Kalau tidak, dikhawatirkan, Partai Golkar akan semakin terpuruk. Perolehan suara dalam Pileg 2014 bisa dijadikan patokan. April kemarin, misalnya, Golkar hanya meraih 14,75 persen suara nasional. Bahkan, pada 2009 Partai Golkar cuma meraih 108 kursi, sekarang malah turun menjadi 91 kursi.

Kondisi seperti itu mesti diinsyafi secara arif. Ical harus menyadari jangan sampai Golkar kembali terpuruk di bawah kepemimpinannya. Kalau mau menjadi pemimpin yang hebat dan selalu dikenang, Ical wajib ikut melahirkan calon pemimpin baru di partainya. Terlebih lagi, tantangan ke depan sangatlah berat karena baru pertama kali Golkar di luar pemerintahan. Nakhoda Partai Golkar harus bisa membawa Golkar menjadi perahu yang tahan guncang.

Problem regenerasi kapemimpinan partai politik seperti di Golkar senyatanya juga menimpa partai lain. Sebut saja, misalnya, PDIP yang masih mengandalkan Megawati, atau PPP versi Suryadharma Ali yang kini "diwariskan" kepada kader tua Djan Farid. Belum lagi partai-partai yang masih dipimpin kader lawas, seperti Gerindra, Hanura, ataupun Partai Demokrat.

Contoh itu menunjukkan, partai politik kita belum menjadi partai modern. Harusnya ketua-ketua partai yang sudah pernah menjabat tidak usah menjabat kembali. Terlebih lagi bagi para ketua umum yang gagal membawa partainya menjuarai pemilu legislatif kemarin.

Hal itu juga menunjukkan rakyat tidak menginginkan mereka menjadi pemimpin di negeri ini. Mereka harus mundur dari kepengurusan partai karena telah gagal. Dengan begitu akan ada regenerasi. Kader partai yang lain punya kesempatan naik menjadi ketua.
                       
Berbagi kesempatan

Kehidupan politik kita tidak akan pernah maju kalau mereka masih bercokol di tempat masing-masing. Hal ini menjadi ironi bagi demokrasi kita karena gagal mendemokratisasikan partai politik secara internal. Padahal, pangkal berbagai kekisruhan politik sejatinya berasal dari situ.

Partai politik memang telah berupaya membangun sistem regenerasi. Tetapi, semuanya berjalan setengah hati. Politisi kaum tua masih belum mau berbagi. Partai politik sebagai kanal kemunculan pemimpin harusnya sigap melakukan regenerasi dan kaderisasi kepemimpinan. Supaya lahir pemimpin partai politik yang berasal dari kaum muda.

Pemimpin partai ideal yang berasal dari kalangan kaum muda dinilai lebih menjanjikan karakter yang dinamis, berani ambil terobosan, dan progresif. Tentu saja, sosoknya harus bersih, punya visi kebangsaan dan kerakyatan, mampu, dan berintegritas.

Sudah sepatutnya para kader muda yang telah banyak makan asam garam di partai, yang sudah memegang jabatan politik di parlemen diberi kesempatan menjadi ketua umum partai. Partai Golkar, dan partai politik lainnya, membutuhkan pemimpin yang merangkak dari bawah sebagai sosok aktivis, ideolog partai, yang berjuang untuk kepentingan rakyat, negara, dan partai.

Peran partai sebagai penyuplai pemimpin politik akan bisa optimal jika parpol itu sendiri menjadi wahana bermunculannya pemimpin baru. Pemimpin partai politik yang sudah "mengabdi" terlalu lama harus berhenti. Generasi baru perlu didorong untuk tampil dan memimpin partai.

Kader dimaksud bukan hanya sebatas usia yang harus muda, melainkan juga kemampuan memimpin bangsa. Calon pemimpin harus memiliki semangat tinggi dan rekam jejak yang baik. Untuk mendapatkan kriteria itu tidak bisa dilakukan tiba-tiba. Kader harus dididik, benar-benar disiapkan. Sudah semestinya partai politik menanamkan nilai-nilai baik dan keteladanan tingkah laku yang baik.

Jika hal itu dilakukan terus, akan muncul kader yang memiliki karakter baik. Saat berkuasa, mereka tidak hanya memikirkan kekuasaan dan kewenangan, tetapi bagaimana menjalankan kekuasaan dengan amanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar