BBM
dan Ekonomi Syariah
Any Setianingrum ; Peneliti dan Dosen Keuangan Syariah
|
REPUBLIKA,
25 November 2014
Berdasarkan
penjelasan pemerintah, alasan dan tujuan dalam menaikkan harga BBM adalah
sebagai sumber pendapatan APBN. Hasil kenaikan harga BBM tersebut akan
disalurkan pada sektor produktif dan penguatan serta perlindungan
kesejahteraan sosial bagi masyarakat tidak mampu.
Secara
implisit, Jokowi sebenarnya sedang berusaha memenuhi janji-janji kampanyenya
yang semua itu memerlukan sumber dana tidak kecil. Tidak ada jalan lain,
begitu kata pemerintah, salah satunya dengan cara menaikkan harga BBM.
Dari
berbagai hasil olah data harga pokok penjualan, tidak terlihat subsidi di
mana pemerintah harus mengeluarkan anggaran secara riil untuk membayar
kerugian yang timbul. Yang bisa dideteksi adalah subsidi penentuan margin
karena pemerintah menganggap harga di Indonesia masih lebih rendah dari
rata-rata harga di berbagai negara. Pada saat yang sama pemerintah masih
membutuhkan banyak dana untuk program pembangunan.
Pemerintah
seharusnya mengeluarkan secara transparan struktur harga pokok penjualan dan
margin hingga munculnya harga BBM. Bahkan, mengingat efek domino yang sangat
luas dalam perekonomian, jika perlu, ditayangkan secara online format
penentuan harga BBM.
Terkait
alasan kenaikan harga BBM sebagai sumber pendanaan APBN, perlu dilihat
bagaimana implementasi manajemen pendapatan dan pengeluaran negara berbasis
syariah dan relevansinya di masa sekarang. Struktur pendapatan dalam negara
berbasis syariah terdiri dari instrumen wajib dan nonwajib. Instrumen wajib
adalah zakat bagi warga Muslim serta jizyah
(pajak perlindungan) dan kharaj
(pajak tanah) bagi warga non-Muslim yang memang tidak wajib membayar zakat.
Ada pula
sejenis pajak bagi warga Muslim superkaya atau konglomerat yang disebut
nawaib, tapi tidak bersifat permanen dikenakan hanya pada saat emergensi,
seperti bencana alam atau peperangan. Pungutan wajib lainnya adalah ushr atau
pajak atas impor. Selain instrumen wajib itu, ada instrumen sukarela yang
terdiri dari infak, sedekah, dan wakaf.
Walaupun
bersifat sukarela, instrumen ini memiliki kontribusi sangat besar, khususnya
ketika sektor wajib tidak cukup mendanai program negara. Bahkan, besaran
instrumen sukarela itu indikator yang jauh lebih komprehensif untuk menakar
tanggung jawab dan partisipasi masyarakat terhadap kehidupan berbangsa dan
bernegara. Pemasukan lainnya adalah bersumber dari harta rampasan perang (ghanimah), kekayaan dari hasil
pengelolaan sumber daya yang dimiliki negara, rikaz (temuan dari perut bumi),
penarikan harta dan aset milik koruptor, hadiah dan harta waris yang tidak
ditemukan ahli warisnya.
Dalam
manajemen belanja negara Islam, masing-masing sumber pendapatan memiliki
keterkaitan dengan penyalurannya sehingga bisa menekan penyimpangan dan
mencegah ketidakadilan alokasi dan distribusi. Zakat telah jelas untuk
delapan asnaf. Wakaf biasa digunakan untuk pembangunan sektor produktif.
Wakaf
juga digunakan sebagai alternatif kepemilikan sektor produksi sehingga bisa
untuk menjaga keseimbangan karena kepemilikan sektor ekonomi oleh individu
rawan untuk memperkaya diri, dan kepemilikan oleh negara rawan penyalahgunaan
kekuasaan. Jika dana wakaf bisa turut aktif secara profesional dalam sektor
ekonomi yang dibutuhkan masyarakat, yang akan terjadi adalah pengendalian
inflasi secara alami dan peningkatan daya beli masyarakat. Adapun infak,
sedekah, dan sumber pemasukan lain disalurkan berdasarkan kebijakan penguasa
yang disesuaikan dengan kebutuhan riil masyarakat.
Dari
uraian di atas, sebenarnya pemerintah wajib menargetkan intensifikasi dan
ekstensifikasi sumber pendapatan untuk memperbanyak penerimaan yang tidak
selalu harus diperoleh dengan membebankan langsung pada rakyat. Negeri ini
kaya akan sumber daya, yang jika dikelola dengan kreatif, inovatif, dan kerja
keras, minus KKN bisa menjadi sumber pendapatan yang dapat diandalkan.
Penarikan
harta dan aset milik koruptor juga merupakan sumber pemasukan negara yang
tidak boleh diabaikan. Sinergi dengan lembaga ZIS, CSR, dan charity juga
perlu diberdayakan. Upaya lain adalah keharusan mengurangi utang semaksimal
mungkin, yang pembayaran bunganya selama ini menjadi salah satu sumber utama
defisit APBN, dan menjadi celah masuknya intervensi asing.
Riba
dalam ekonomi Islam tidak akan menambah manfaat dan justru menjadi sumber
permasalahan di kehidupan sosial dan ekonomi. Fakta membengkaknya utang
pemerintah selama ini memang tidak dibarengi dengan perbaikan kesejahteraan
menyeluruh dan keadilan yang signifikan. Pemborosan pada belanja negara juga
harus sangat dihindari di saat rakyat harus banyak menanggung banyak pungutan
dan beban, khususnya belanja birokrasi dan nonproduktif.
Perlu
juga segera diluruskan kebiasaan di akhir tahun yang hanya mengejar target
untuk sekadar menghabiskan anggaran karena sangat kontraproduktif pada saat
begitu banyak program yang sangat dibutuhkan masyarakat tidak bisa berjalan
karena kekurangan dana. Seberapa besar peningkatan jaminan sosial dan sektor
produktif yang akan dicapai, sebelum dan sesudah era Presiden Jokowi juga
harus bisa diukur dan memiliki target waktu kapan bisa direalisasikan.
Maksimalisasi upaya-upaya tersebut setidaknya akan bisa mengurangi ketergantungan
pendapatan dari penjualan BBM.
Dalam
menaikkan harga BBM, sebenarnya ada alasan yang jauh lebih mendesak, yakni
penghematan minyak bumi untuk generasi penerus karena BBM adalah energi yang
tidak bisa diperbaharui, yang pada suatu waktu akan habis. Tentulah berbeda
antara niat menaikkan harga BBM sebagai sumber pendanaan untuk memenuhi
janji-janji kampanye, dan niat untuk menjaga kepentingan anak cucu di
republik ini.
Jika semua uraian di atas telah diupayakan maksimal, pastilah kenaikan
harga BBM akan lebih rasional, setidaknya akan melambat. Bagaimanapun negara
berkewajiban memberi pelayanan, stimulasi ekonomi, dan kualitas hidup yang
lebih baik bagi masyarakatnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar