Minggu, 30 November 2014

Takut Mati

                                                              Takut Mati

Agustine Dwiputri  ;   Penulis kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas Minggu
KOMPAS,  30 November 2014

                                                                                                                       


Sepeninggal ayah beberapa bulan yang lalu, ibu kami (50) mengalami perubahan yang sangat drastis. Beliau sangat sering takut akan segera meninggal juga. Sampai-sampai tidak berani pergi ke pasar sendiri, kegiatan yang tadinya sangat disenanginya. Apakah ini sesuatu yang wajar? Saya pikir kebanyakan orang juga takut mati, bukan? Tapi rasanya ibu saya, kok, agak berlebihan, bahkan belakangan terlihat sulit diajak berziarah ke makam almarhum, apakah ini yang namanya fobia? Mohon penjelasan lebih detail dari ibu. Terima kasih sebelumnya.

   Titi di Jakarta

------------------------

Saudari Titi yang baik.

Pandangan yang mengatakan bahwa rata-rata orang takut mati tidaklah salah. Sejauh rasa takut itu tidak menjadi pemikiran terus-menerus hingga mengganggu kehidupannya sehari-hari masih merupakan sesuatu yang wajar. Apalagi jika seseorang masih bisa memahami bahwa kematian adalah suatu keniscayaan, tak ada seorang pun yang mampu menghindarinya. Memang demikian adanya, bukan?

Fobia kematian

Dari penjelasan singkat di atas, tampaknya ibu Anda memang mengalami fobia kematian. Menurut Edmund J Bourne PhD dalam The Anxiety and Phobia Workbook (2010), fobia kematian merupakan bagian dari fobia spesifik. Salah satu fobia spesifik melibatkan rasa takut terhadap suatu obyek atau situasi tertentu. Anda cenderung menghindari situasi tersebut sama sekali atau cara lainnya adalah tetap bertahan menghadapinya dengan ketakutan.

Untuk didiagnosis sebagai penderita fobia, Anda tidak hanya memiliki ketakutan yang kuat dan menghindari situasi tertentu, tetapi fobia Anda juga secara signifikan mengganggu fungsi kerja dan/atau hubungan sosial Anda.

Ketakutan akan kematian, kadang-kadang disebut sebagai thanatophobia, dapat melibatkan satu atau beberapa dari variasi rasa takut yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa jenis yang paling umum dari rasa takut akan kematian.

- Takut akan ketiadaan (tidak eksis), suatu akhir yang menetap untuk hidup.

- Takut akan sesuatu yang tidak diketahui—tidak tahu apa yang akan terjadi setelah kematian.

- Takut akan akhirat yang negatif berdasarkan keyakinan agama, seperti gagasan tentang neraka atau api penyucian.

- Takut akan kesakitan, nyeri, dan penderitaan yang terkait dengan kematian.

- Takut akan kematian orang yang dicintai, yang sangat dekat hubungannya dengan Anda.

- Takut tentang hal-hal yang akan terjadi pada orang yang dicintai dalam keluarga Anda setelah kematian Anda.

- Takut akan segala sesuatu yang mati, seperti jenazah atau sesuatu yang berhubungan dengan kematian, seperti peti mati, rumah duka, dan pemakaman.

Kadangkala dasar dari ketakutan hanyalah sekadar suatu kehilangan kontrol. Meninggal adalah kondisi yang terjadi di luar kendali seseorang dan dia mungkin mencoba untuk ”menahan” kematian melalui sering berkunjung ke dokter dan mendatangi berbagai praktik kesehatan alternatif lainnya.

Penyebab

Penyebab ketakutan akan kematian bervariasi bergantung pada jenis ketakutan mana yang dominan. Filsafat eksistensialis menyatakan bahwa rasa takut akan ketiadaan merupakan sesuatu yang bersifat terberi (bawaan) untuk kondisi manusia dan dibagi bersama oleh semua manusia pada suatu tingkat yang mendalam.

Beberapa pandangan bahkan menyatakan bahwa rasa takut akan kematian (dalam arti ketiadaan yang permanen) adalah ”inti” atau ketakutan yang mendasari seluruh ketakutan yang ada. Tampaknya pandangan para eksistensialis tersebut ada benarnya. Kita semua, pada satu titik tertentu, memiliki kecemasan tentang akhir kematian kita.

Ketakutan lain mengenai kematian berpusat di sekitar keyakinan agama, yaitu mengenai hukuman dan neraka di akhirat. Seseorang yang cukup serius dengan keyakinan ini perlu diperlakukan hati-hati oleh konselornya, acap kali konselor kurang sensitif dan menganggap keyakinan tersebut seperti dibuat-buat saja.

Takut akan rasa sakit dan penderitaan yang terkait dengan kematian mungkin timbul dari pengalaman traumatis menyaksikan orang yang dicintai pergi melalui proses kematian yang berlarut-larut. Sering kali kematian orang yang dicintai dapat mengakibatkan peningkatan rasa takut terhadap kematiannya sendiri ataupun pada hal dan benda-benda yang berhubungan dengan kematian.

Penanganan

Penanganan terhadap thanatophobia tentu saja bergantung pada sifat spesifik dari ketakutan tertentu seseorang. Mengatasi rasa takut akan ketiadaan mungkin memerlukan beberapa refleksi filosofis yang mendalam mengenai makna hidup dan pengakuan bahwa mungkin cara terbaik untuk berurusan dengan kematian adalah dengan menjalani kehidupan sedapat mungkin. Adalah penting juga untuk menyadari bahwa tidak satu pun dari kita adalah unik dalam hal ini: setiap orang pasti berurusan dengan kematian. Hanya waktunya sulit untuk diketahui.

Beberapa orang merespons secara positif untuk membaca literatur yang menyediakan bukti tentang keberlangsungan kesadaran setelah kematian. Beberapa literatur mengenai pengalaman menjelang kematian dan berbagai informasi individual mengenai apa yang orang ”lihat” selama pengalaman tersebut memberikan bukti kuat bahwa kematian bukanlah akhir eksistensi yang permanen.

Takut akan kematian dari orang yang dicintai bisa merupakan sesuatu yang sulit, tetapi dapat dilihat sebagai ”panggilan spiritual” untuk mengembangkan kekuatan batin dan kemampuan untuk berdiri sendiri bahkan tanpa adanya orang-orang tersayang. Beberapa orang berbesar hati dengan keyakinan bahwa setelah kematian, mereka akan bersatu kembali dengan orang yang dicintai yang telah ”mendahului”, suatu kemungkinan yang jelas ditunjukkan oleh literatur tentang pengalaman menjelang kematian.

Akhirnya, jika ibu Anda takut kematian karena dimulai oleh pengalaman traumatis menyaksikan kematian seorang teman atau anggota keluarga, Anda dapat mengajaknya berkonsultasi pada terapis psikologis yang akan membantu dengan menggunakan teknik hipnoterapi atau EMDR (Eye-Movement Desensitization and Reprocessing) untuk mengatasi dan mengonfigurasi ulang berbagai ingatan traumatis dari ibu.

Semoga membantu. Salam hangat.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar