Minggu, 30 November 2014

Pemberontakan

                                                        Pemberontakan

Bre Redana  ;   Penulis kolom “UDAR RASA” Kompas Minggu
KOMPAS,  23 November 2014

                                                                                                                       


Bagaimana agama dari waktu ke waktu dijadikan komoditas politik sudah banyak orang melihat dan memendam jengkel. Hanya saja, jangan-jangan pada diri agama sebenarnya memang melekat unsur keresahan? Sebagaimana hati sebagai unsur badan, dari sananya pada diri agama melekat sifat tenang, damai, cinta, rindu, resah, marah, dan seterusnya?

Simaklah, terhadap informasi apa saja entah itu mengenai kekerasan, percabulan, penyelewengan, korupsi, yang akan ikut resah dipastikan agama. Dosis agamanya dianggap kurang. Keresahan semacam itu, dilihat dari perspektif politik tubuh adalah semata-mata gejala tubuh yang kehilangan keseimbangan. Tanggapan terhadap suatu hal menjadi ngaco.

Minggu lalu, di Magelang, Jawa Tengah, dilangsungkan Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF). Tema: Ratu Adil, Kuasa, dan Pemberontakan. Penyelenggara, melalui Mbak Yoke Darmawan yang manis itu, meminta Guru Besar Persatuan Gerak Badan Bangau Putih, Gunawan Rahardja, menjadi salah satu nara sumber.

Gunawan mewakilkan kehadirannya kepada sejumlah murid. Mengikuti tema yang ditetapkan penyelenggara, dia meminta murid-murid yang disuruhnya hadir di acara itu untuk menjabarkan secara konkret tema tadi dalam respons tubuh.

Ratu Adil, dalam pengertiannya adalah tubuh. Manusia lahir ditandai dengan keberadaan tubuhnya, yang tidak disadari keberadaannya. Ada tapi tiada. Sangkan paran. Eksistensi mengenai diri baru muncul tatkala ada kesadaran, pikiran, atau dalam contoh paling sederhana, ketika si bayi diberi nama oleh orangtua. Oh ini aku: Adi Wicaksono, Tanto, Luna Maya, atau apa pun nama yang Anda pakai untuk bereksistensi.

Hubungan antara Ratu Adil dan kuasa atau kekuasaan terletak di sini. Ratu Adil berubah menjadi sesuatu yang imanen, empirik, kadang sulit dikendalikan. Kecerdasan tubuh, termasuk manifestasi kepasrahannya, timbul tenggelam dikarenakan adanya kuasa pikiran, yang pada dirinya melekat niat, hasrat, nafsu, ego.

Begitu tubuh dikuasai nafsu, tubuh sebagai Ratu Adil mengalami distraksi. Jantung berdebar-debar, atau tubuh gemetaran karena kondisi di luar, taruhlah ada cewek cantik melintas. Disejajarkan dengan tema Ratu Adil, Kuasa, dan Pemberontakan tadi, itulah pemberontakan. Pemberontakan terjadi pada tubuh. Harmoni di dalam tubuh sebagai jagat kecil manusia guncang. Muncul kecemasan, keraguan, ketakutan.

Dipraktikkan dalam olah gerak bersama-sama para peserta BWCF di Magelang, terlihat, orang yang sehari-hari berkutat dengan dunia pemikiran amat sulit melaksanakan perintah untuk melakukan gerak yang sederhana sekalipun. Tubuh selalu melakukan resistensi, atau pemberontakan. Disuruh ke kanan malah ke kiri, disuruh melangkah malah meloncat, dan seterusnya.

Oleh karenanya, kalau harus menyebut apa pemberontakan paling radikal abad ke-20, jawabnya tak lain counter culture kalangan muda pada era 1960-an. Mereka menafikan kebudayaan yang dianggap membelenggu, dengan mencoba mengumbar tubuh sebebas-bebasnya. Lelaki mulai memanjangkan rambut. Cewek tidak mengenakan bra. Pikiran dan halusinasi juga coba mereka merdekakan. Caranya dengan ganja dan mariyuana. Oh Grateful Dead...

Syukur era yang runyam-runyam manis itu segera berlalu. Harmoni tubuh tak bisa dicapai dengan zat-zat adiktif. Banyak di antara kaum hippies kemudian berubah menjadi yogis, spiritualis, ahli olah tubuh, dan semacamnya.

Era sekarang ini, ada yang menengarai sebagai abad aquarius: the age of aquarius. Oleh para ahlinya, abad aquarius ditandai dengan suburnya gerakan spiritualitas. Ingat, bedakan antara spiritualitas dengan agama. Dalam hal ini, agama kelihatannya bahkan menjadi yang paling resah. Ia memanifestasi dalam gerakan-gerakan ekstrem, radikal, kadang juga tampak bodoh.

Di tengah perubahan besar yang dibawa teknologi komunikasi, pada abad aquarius orang ditantang untuk menentukan pilihannya sendiri. Mau tiap hari teriak-teriak di jalan, monggo. Mau cari damai dan harmoni, mari....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar