Sistem
Pembayaran dan Risiko Sistemik
Achmad Deni Daruri ; President Director Center for Banking Crisis
|
KORAN
SINDO, 25 November 2014
Ben
Bernanke, Timothy Geithner, dan Hank Paulson tengah dimintakan
pertanggungjawaban atas kebijakan yang mereka ambil semasa menjabat di
Amerika Serikat. Pertanggungjawaban yang diminta seputar apakah kebijakan
yang diambil saat krisis ekonomi global merupakan langkah untuk
mengantisipasi risiko sistemik yang tengah terjadi. Pertanyaan tentang risiko
sistemik menjadi sangat penting dalam kasus mereka. Jangan-jangan mereka
hanya mencoba menolong perusahaan-perusahaan tertentu dan membangkrutkan
perusahaan-perusahaan lain. Sementara mereka tidak pernah membereskan
permasalahan utama dari risiko sistemik itu seperti kemudahan perizinan bagi
produk keuangan yang berpotensi risiko sistemik.
Perdagangan
produk keuangan hanya diizinkan pada pasar terorganisasi yang berfungsi
sebagai pusat kliring (clearing house).
Transaksi yang sering disebut pembelian bebas (OTC), yang dapat dilakukan
secara bilateral, harus dihapuskan. Langkah ini penting, di satu sisi, untuk
memastikan transparansi yang layak di pasar. Di sisi lain, ini akan membantu
menstabilisasi sistem keuangan.
Sebab
itu, transaksi derivatif dengan volume yang besar diperdagangkan hanya
melalui kontrak bilateral antar lembaga keuangan individual. Ini berlaku,
contohnya, bagi pasarbesar untuk pertukaran kredit macet (credit default swaps/CDS). Kontrak ini
dapat dilihat sebagai bentuk dari asuransi kredit terhadap kegagalan peminjam
untuk membayar.
Satu
pihak di kontrak membayar ke pihak lain jumlah premium atas penerimaan jumlah
yang disepakati jika terjadi kredit macet (credit default). Sumber yang tepercaya mengindikasikan bahwa di
beberapa tahun terakhir pasar CDS telah bertumbuh nilainya hingga lebih dari
USD60 triliun atau sekitar output tahunan ekonomi global. Transaksi turunan
lain juga ternyata berjumlah sangat besar.
Namun,
ada masalah yang mengikuti transaksi OTC ini. Pertama, ketidakjelasan peserta
pasar mana yang memegang posisi apa dan apakah ini cenderung berisiko
sistemik dalam tingkat keseluruhan. Kedua, saat terjadi kebangkrutan dari salah
satu mitra dagang OTC, ada risiko bahwa yang lain akan kehilangan cakupan
asuransinya jika turunannya (derivatif) telah digunakan sebagai instrumen
perlindungan nilai (hedging).
Pada
masa lalu peserta pasar dengan membabi-buta berasumsi bahwa mitra OTC akan
selalu mampu menangani kebocoran hingga ke langkah yang diperlukan. Dasar
pandangan ini adalah strategi bisnis telah diklasifikasikan aman jika
seseorang menggunakan turunan untuk perlindungan nilai terhadap risiko
meskidari sudut pandang makroekonomi seharusnya sudah sangat jelas bahwa
tidak demikian keadaannya.
John
Stuart Mill mengingatkan: “All the
natural monopolies (meaning thereby those which are created by circumstances,
and not by law) which produce or aggravate the disparities in the remuneration
of different kinds of labour, operate similarly between different employments
of capital.” Itulah yang akhirnya menjadi dasar ekonomi dari sistem
pembayaran dan serah yang efisien.
Dalam
operasi moneter di mana salah satu fungsi uang adalah alat pertukaran,
operasi pembayaran dan penyerahan harus memperlancar arus barang dan jasa
akibat pertukaran. Sistem moneter harus menjaga fungsi uang sebagai alat
tukar secara efisien sehingga kebijakan moneter yang memengaruhi likuiditas
perekonomian menjadi sangat efektif dalam menekan biaya tinggi yang mungkin
disebabkan oleh sistem pembayaran dan penyerahan.
Bukan hanya
itu, bank sentral juga berkewajiban menjaga agar sistem pembayaran dan
penyerahan berlangsung secara likuid, transparan, dan efisien. Bank sentral
harus menjamin bahwa proses gagal bayar dan/atau gagal serah dapat dilakukan
seminimal mungkin dengan biaya yang juga seefisien mungkin.
Kepercayaan
publik terhadap uang juga dipengaruhi seberapa andal sistem pembayaran dan
penyerahan dalam mendukung fungsi uang sebagai alat pertukaran (termasuk alat
tukar nonuang lain). Permasalahannya, kondisi Indonesia berpotensi akan
mengalami inefisiensi. Trade off
terjadi antara inefisiensi, pengawasan, dan risiko sistemik itu.
Implikasinya, kelembagaan sistem pembayaran harus berorientasi tata kelola
perusahaan yang baik sehingga secara sistem terjadi endogenisasi pengelolaan
risiko.
Salah
satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah
akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan
mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan
pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan
bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi
hasil ekonomi dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham.
Ada pula
sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan seperti sudut
pandang pemangku kepentingan yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih
terhadap pihak lain selain pemegang saham misalnya karyawan atau lingkungan.
Kritik akan tata kelola perusahaan yang secara sempit hanya memperhatikan
nilai pemegang saham telah berkembang cukup besar sejak krisis subprima.
Model manajemen perusahaan harus direintegrasikan ke dalam konteks
sosial tertentu. Interaksi sejumlah pemegang saham di perusahaan terutama
para pegawai tetapi juga tentunya pemegang saham menawarkan titik awal bagi
manajemen perusahaan yang tidak hanya efisien, tetapi juga stabil. Tata kelola
perusahaan dalam istilah ini didasarkan dari pendapat bahwa kesuksesan
ekonomi perusahaan bergantung pada berbagai peserta yang juga harus memainkan
peranan dalam manajemen perusahaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar