Rabu, 19 November 2014

Quo Vadis Pilrek Undip?

Quo Vadis Pilrek Undip?

L Tri Setyawanta R  ; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Diponegoro
SUARA MERDEKA, 18 November 2014

                                                                                                                       


PEMILIHAN Rektor (Pilrek) Universitas Diponegoro (Undip) 2014-2018 sebenarnya sudah selesai pada akhir September lalu dan sukses dengan keterpilihan M Nasir. Ia tinggal menunggu pelantikan tanggal 18 Desember mendatang. Belum sebulan berstatus rektor terpilih, pada akhir Oktober ia dilantik menjadi Mendikbud. Sejak itu muncullah dilema dalam pilrek Undip yang bergulir liar tapi terkendali dalam berbagai versi.

Di satu sisi ada yang menghendaki suara terbanyak kedua bisa menggantikan M Nasir sebagai rektor terpilih. Di sisi lain, pemilihan ulang menjadi alternatif yang lebih fairdan demokratis. Tak jelas pemilihan ulang yang mana yang dimaksud. Apakah akan kembali memilih para calon rektor yang ”tersisa”?

Atau kembali dari awal, dimulai pendaftaran calon. Selebaran dan SMS gelap atau terangterangan berseliweran menambah riuhnya suasana, meski di permukaan kehidupan kampus tampak sehat walafiat. Petinggi senat universitas memang berhati-hati menyikapi kondisi itu. Konsultasi ke Dikti dan berapa pihak telah dilakukan. Persoalannya, sudah lewat tiga minggu, belum ada kabar kapan dan bagaimana rektor baru akan dipilih. Padahal jabatan rektor sekarang tinggal menghitung hari mendekati limit terakhir. Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2014 yang menjadi dasar pilrek Undip pun tidak mengantisipasi kondisi itu.

Permendikbud Nomor 33 Tahun 2012 yang jadi acuan peraturan rektor tersebut juga tidak mengaturnya. Akibatnya, penafsiran dan analogi aturan oleh pihak-pihak yang berkepentingan muncul sebagai alternatif. Masingmasing mengedepankan subjektivitasnya dan kepentingan Undip sebagai institusi dinomorsekiankan. Pasti lain ceritanya andai M Nasir telah dilantik sebagai rektor, dan baru kemudian dilantik jadi menteri. Kondisi di UGM, yang rektornya juga dilantik jadi menteri tidak seribetdi Undip karena sudah ada mekanisme pengaturannya dalam Pasal 9 s.d 11 Permendikbud. Rektor akan diberhentikan dari jabatannya karena diangkat dalam jabatan negeri yang lain.

Menteri akan menetapkan salah satu wakil rektor sebagai rektor definitif untuk meneruskan sisa jabatan rektor. Forum Urgen Pengangkatan pelaksana tugas (Plt) rektor oleh Dirjen Dikti dimungkinkan dalam waktu paling lama sebulan. Itu pun jika pengangkatan dalam jabatan lain tadi dikategorikan berhalangan tetap. Setelah itu, menteri menetapkan salah satu wakil rektor sebagai rektor definitif. Hanya masa jabatannya paling lama setahun, sambil mempersiapkan pemilihan rektor baru. Kondisi di Undip jelas berbeda dari UGM yang sudah berstatuta sebagai PTNBH. Undip sebenarnya telah ditetapkan sebagai PTNBH berdasarkan PP Nomor 81 Tahun 2014 dan sedang menunggu selesainya statuta itu, yang bisa keluar kapan saja dalam bentuk peraturan pemerintah.

Masa transisi itulah yang bisa jadi menyebabkan pengambil kebijakan ragu-ragu melangkah. Justifikasinya, pilrek ulang dikhawatirkan terhenti di tengah jalan karena terbitnya statuta PTNBH. Padahal aturan dalam rancangan statuta PTNBH sudah mengantisipasi hal tersebut. Berhati-hati itu suatu keniscayaan tapi terlalu hati-hati dan ragu justru bisa terstigma status quoitu lebih menarik. Tanpa progress yang jelas, bisa saja mengundang praduga ada skenario politik praktis yang situasional. Melangkah dengan keputusan yang paling mungkin juga takut menyalahi aturan. Itulah simalakama yang dihadapi pengambil kebijakan Undip saat ini.

Basa-basi di media dengan alasan serasional pun tidak akan mengubah keadaan. Kenyataannya, civitas akademika menunggu dan mengharap langkah konkret untuk segera memiliki rektor pengganti. Risiko apa pun harus dihadapi bersama jika diputuskan secara bersama dalam forum formal. Tanpa di-floor-kan di senat universitas kondisi ini kemungkinan tak berubah. Rapat senat universitas menjadi forum urgen untuk mencari solusi. Jika rapat senat universitas dilakukan dalam minggu ini atau sebulan sebelum jabatan rektor berakhir, masih ada sisa waktu untuk menggelar pilrek ulang. Tidak perlu khawatir pilrek ulang melanggar aturan rektor atau menteri.

Dalam kondisi luar biasa, pilrek di PTN dapat dipadatkan hanya dalam waktu kurang lebih sebulan. Sudah termasuk di dalamnya proses penjaringan, penyaringan, dan pemilihan. Unnes sudah membuktikan proses pilrek ulang dari awal yang digelar kurang dari sebulan dan berhasil memilih rektor definitif. Dengan catatan, itu setelah Unnes mengamendemen dasar pengaturan pilrek ulang. Bagaimanapun, saat ini alternatif demokratis yang bisa dilakukan adalah komit untuk segera menggelar pilrek ulang dari awal. Konsep amendemen Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2014 yang ada masih relevan digunakan.

Masih banyak putra terbaik Undip, siapa pun mereka, yang siap menjadi calon nakhoda baru. Tak masalah jika pilrek ulang dimulai dari awal, guna menetapkan rektor terpilih lebih dari tanggal 18 Desember. Perpanjangan jabatan rektor sangat dimungkinkan untuk beberapa saat sampai pelantikan rektor baru oleh menteri. Civitas akademika Undip pasti menginginkan mimpi sama, suksesi kepemimpinan berlangsung secara amanah dan damai sesuai peraturan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar