Quo
Vadis Pilrek Undip?
L Tri Setyawanta R ; Guru Besar
Ilmu Hukum Universitas Diponegoro
|
SUARA
MERDEKA, 18 November 2014
PEMILIHAN Rektor (Pilrek) Universitas
Diponegoro (Undip) 2014-2018 sebenarnya sudah selesai pada akhir September
lalu dan sukses dengan keterpilihan M Nasir. Ia tinggal menunggu pelantikan
tanggal 18 Desember mendatang. Belum sebulan berstatus rektor terpilih, pada
akhir Oktober ia dilantik menjadi Mendikbud. Sejak itu muncullah dilema dalam
pilrek Undip yang bergulir liar tapi terkendali dalam berbagai versi.
Di satu sisi ada yang
menghendaki suara terbanyak kedua bisa menggantikan M Nasir sebagai rektor
terpilih. Di sisi lain, pemilihan ulang menjadi alternatif yang lebih fairdan
demokratis. Tak jelas pemilihan ulang yang mana yang dimaksud. Apakah akan
kembali memilih para calon rektor yang ”tersisa”?
Atau kembali dari awal, dimulai
pendaftaran calon. Selebaran dan SMS gelap atau terangterangan berseliweran menambah
riuhnya suasana, meski di permukaan kehidupan kampus tampak sehat walafiat.
Petinggi senat universitas memang berhati-hati menyikapi kondisi itu.
Konsultasi ke Dikti dan berapa pihak telah dilakukan. Persoalannya, sudah
lewat tiga minggu, belum ada kabar kapan dan bagaimana rektor baru akan
dipilih. Padahal jabatan rektor sekarang tinggal menghitung hari mendekati
limit terakhir. Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2014 yang menjadi dasar pilrek
Undip pun tidak mengantisipasi kondisi itu.
Permendikbud Nomor 33 Tahun 2012
yang jadi acuan peraturan rektor tersebut juga tidak mengaturnya. Akibatnya,
penafsiran dan analogi aturan oleh pihak-pihak yang berkepentingan muncul
sebagai alternatif. Masingmasing mengedepankan subjektivitasnya dan
kepentingan Undip sebagai institusi dinomorsekiankan. Pasti lain ceritanya
andai M Nasir telah dilantik sebagai rektor, dan baru kemudian dilantik jadi
menteri. Kondisi di UGM, yang rektornya juga dilantik jadi menteri tidak
seribetdi Undip karena sudah ada mekanisme pengaturannya dalam Pasal 9 s.d 11
Permendikbud. Rektor akan diberhentikan dari jabatannya karena diangkat dalam
jabatan negeri yang lain.
Menteri akan menetapkan salah
satu wakil rektor sebagai rektor definitif untuk meneruskan sisa jabatan
rektor. Forum Urgen Pengangkatan pelaksana tugas (Plt) rektor oleh Dirjen
Dikti dimungkinkan dalam waktu paling lama sebulan. Itu pun jika pengangkatan
dalam jabatan lain tadi dikategorikan berhalangan tetap. Setelah itu, menteri
menetapkan salah satu wakil rektor sebagai rektor definitif. Hanya masa
jabatannya paling lama setahun, sambil mempersiapkan pemilihan rektor baru.
Kondisi di Undip jelas berbeda dari UGM yang sudah berstatuta sebagai PTNBH.
Undip sebenarnya telah ditetapkan sebagai PTNBH berdasarkan PP Nomor 81 Tahun
2014 dan sedang menunggu selesainya statuta itu, yang bisa keluar kapan saja
dalam bentuk peraturan pemerintah.
Masa transisi itulah yang bisa
jadi menyebabkan pengambil kebijakan ragu-ragu melangkah. Justifikasinya,
pilrek ulang dikhawatirkan terhenti di tengah jalan karena terbitnya statuta
PTNBH. Padahal aturan dalam rancangan statuta PTNBH sudah mengantisipasi hal
tersebut. Berhati-hati itu suatu keniscayaan tapi terlalu hati-hati dan ragu
justru bisa terstigma status quoitu lebih menarik. Tanpa progress yang jelas,
bisa saja mengundang praduga ada skenario politik praktis yang situasional.
Melangkah dengan keputusan yang paling mungkin juga takut menyalahi aturan.
Itulah simalakama yang dihadapi pengambil kebijakan Undip saat ini.
Basa-basi di media dengan alasan
serasional pun tidak akan mengubah keadaan. Kenyataannya, civitas akademika
menunggu dan mengharap langkah konkret untuk segera memiliki rektor
pengganti. Risiko apa pun harus dihadapi bersama jika diputuskan secara
bersama dalam forum formal. Tanpa di-floor-kan di senat universitas kondisi
ini kemungkinan tak berubah. Rapat senat universitas menjadi forum urgen
untuk mencari solusi. Jika rapat senat universitas dilakukan dalam minggu ini
atau sebulan sebelum jabatan rektor berakhir, masih ada sisa waktu untuk
menggelar pilrek ulang. Tidak perlu khawatir pilrek ulang melanggar aturan
rektor atau menteri.
Dalam kondisi luar biasa, pilrek
di PTN dapat dipadatkan hanya dalam waktu kurang lebih sebulan. Sudah
termasuk di dalamnya proses penjaringan, penyaringan, dan pemilihan. Unnes
sudah membuktikan proses pilrek ulang dari awal yang digelar kurang dari
sebulan dan berhasil memilih rektor definitif. Dengan catatan, itu setelah
Unnes mengamendemen dasar pengaturan pilrek ulang. Bagaimanapun, saat ini
alternatif demokratis yang bisa dilakukan adalah komit untuk segera menggelar
pilrek ulang dari awal. Konsep amendemen Peraturan Rektor Nomor 2 Tahun 2014
yang ada masih relevan digunakan.
Masih banyak putra terbaik
Undip, siapa pun mereka, yang siap menjadi calon nakhoda baru. Tak masalah
jika pilrek ulang dimulai dari awal, guna menetapkan rektor terpilih lebih
dari tanggal 18 Desember. Perpanjangan jabatan rektor sangat dimungkinkan
untuk beberapa saat sampai pelantikan rektor baru oleh menteri. Civitas
akademika Undip pasti menginginkan mimpi sama, suksesi kepemimpinan
berlangsung secara amanah dan damai sesuai peraturan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar